HIDUP

143 13 0
                                    

Selena tidak pernah menyangka kalau ia akan kembali ke tempat ini sekali lagi. Setelah ia berhasil mencecar Arya dengan beragam pertanyaan, hingga akhirnya Arya menyerah dan menceritakan semuanya. Selena tidak pernah manyangka, kemampuannya sebagai jurnalis akan membawanya menginjakkan kaki di tempat ini lagi untuk yang kedua kalinya. 

Jamarinya saling berangkulan di antara kedua tangannya untuk menyembunyikan segala rasa yang muncul dari dalam hatinya. Amarah, khawatir, kecewa, curiga, lega, semuanya berlabur menjadi satu di dalam hatinya.

Otaknya sibuk merangkai jutaan kata-kata yang ingin diucapkannya, walaupun sesungguhnya Selena masih tidak bisa memutuskan apa yang ingin diucapkannya. Bagaimana mungkin seorang Selena Audrey, seorang jurnalis ternama, kecolongan berita sampai saat ini?

Selena memang bukan yang paling cantik di tempatnya bekerja, tetapi dia salah satu orang yang paling pintar di stasiun TV itu. Bagaimana mungkin kepintarannya tidak dapat mencium kebusukan konspirasi gila ini sejak awal. Perasaan serta emosi telah membuat otaknya tidak bekerja dan menjadi begitu bodoh.

Dikepalkan tangannya dan diangkatnya ke depan pintu kayu di hadapannya. Beberapa kali Selena sempat ragu apakah ia benar-benar akan mengetuk pintu di hadapannya, atau kembali pulang ke rumah dan melanjutkan hidupnya seperti biasa, tanpa perlu mengetahui kebenarannya.

Sebagai seorang jurnalis, jiwanya merasa perlu mendapat kebenaran yang sebenar-benarnya. Akan tetapi sebagai manusia biasa Selena perlu mengumpulkan banyak sekali keberanian untuk bisa mengetuk pintu yang ada di hadapannya

Apa yang harus dilakukannya jika pintu itu terbuka? Siapkah Selena menemui sosok di dalam bangunan kecil itu? Mampukah dia mengendalikan perasaannya setelah pintu itu terbuka? Pikiran-pikiran itu bergemuruh dalam hatinya.

Diangkatnya tangannya sekali lagi, ditutup matanya sambil menarik nafas panjang, Selena mengeluarkan seluruh keberanian hanya untuk menggoyangkan tangannya.

"Tok,Tok " ketuknya perlahan-lahan.

Setelah menunggu jeda sekian lama, Selena tidak mendengar suara jawaban apapun dari dalam bangunan itu.

"Baiklah, sekali lagi," bisik Selena sambil kembali menghirup nafas dalam-dalam.

"Tok,Tok" ketuk Selena sekali lagi, lebih keras dari sebelumnya.

"Tunggu sebentar," jawab seorang pria dari dalam gubuk kayu tua itu.

"Ya ampun, Arya, sekali aja ngetoknya kali, gue juga denger kali," jawab pria yang tinggal di dalam gubuk tua itu sambil membukakan pintu pembatas antara dirinya dan tamu di hadapan.

Pria itu mengucek matanya seolah-olah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Seolah-olah tidak percaya melihat siapa tamu yang berdiri di hadapannya.

"Se...Selena....?" katanya dengan nada penuh rasa bersalah.

Di belakang perempuan itu, ia melihat sosok sahabatnya yang mengatupkan kedua tangannya sebagai tanda permintaan maaf dan segera pergi meninggalkan mereka berdua tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.

Jantung Selena hampir copot ketika melihat pria yang berdiri di hadapannya. Pria itu tampak begitu sehat tanpa kekurangan suatu apapun, tubuhnya lebih kurus dari apa yang diingatnya, dan penampilannya sudah tidak serapih dahulu, rambutnya kembali panjang terikat serta janggut kumisnya sudah tumbuh memanjang berantakan. Penampilan yang begitu berbeda, tetapi tidak sekalipun selama 6 bulan ini, Selena bisa melupakan wajah pria di hadapannya, wajah satu-satunya pria yang dicintainya.

"PLAK!" suara keras tamparan Selena menggema di gubuk tua itu.

"Dasar bajingan!" hanya kata-kata itu yang dapat keluar dari bibir Selena. Kata-kata yang terucap tidak dengan teriakan keras tetapi mengandung jutaan perasaan kecewa di dalamnya. Seluruh badannya bergetar menahan amarah yang meluap dari dalam hatinya.

Lelaki yang ada di hadapannya telah melakukan sesuatu yang begitu bodoh, dan kebodohannya membuat Selena merasa sangat menderita.

"Kalau kamu ga mau lihat aku lagi, kamu cukup bilang, pakai kata-kata. Ga perlu melakukan hal tolol seperti ini," lanjut Selena sambil bergegas pergi meninggalkan tempat ini, tempat yang telah melindunginya dari hujan deras ketika meliput jatuhnya pesawat Eagle Air sekitar satu setengah tahun yang lalu.

Raymond segera berlari mengejar Selena dan menangkap lengan perempuan itu untuk mencegahnya pergi. Akan tetapi Selena segera mengebaskan tangannya, dan berusaha melepaskan genggaman tangan kekasihnya itu.

"LEPASKAN AKU! DASAR BAJINGAN! Saya tidak sudi ketemu kamu lagi!" maki Selena dengan air yang sudah mulai menggenang di pelupuk matanya.

Raymond hanya bisa terdiam mendengar makian demi makian dari mulut Selena. Lelaki itu memang pantas menerima semua sumpah serapah dari mulut perempuan yang dicintainya itu. Sebelum Selena berhasil melepaskan genggaman tangannya, Raymond segera menarik badan Selena dan memeluknya dengan erat.

"LEPASKAN! Kamu tidak berhak melakukan ini padaku. Kamu pikir kamu siapa? Aku tidak akan memaafkan semua ini. Ini sudah sangat-sangat keterlaluan, kamu sudah melewati batas. Jangan dekati aku lagi, biarkan aku pergi!" teriak Selena penuh tangisan sambil mendorong hingga memukul badan Raymond agar lelaki itu segera melepaskan pelukannya.

Semakin Selena memberontak, semakin kuat pula tangan Raymond merangkulnya. Raymond menerima semua pukulan Selena dengan rela, pukulan-pukulan yang memang pantas diterimanya. Air mata wanita itu mengalir begitu deras, dan akhirnya Raymond mengetahui apa yang telah dilakukannya begitu menyakitkan bagi perempuan itu.

Raymond terus memeluk erat tubuh itu, hingga pada akhirnya Selena menyerah dan berhenti memukulinya. Hanya air mata perempuan itu yang tidak berhenti mengalir membasahi pipi. Air mata luapan perasaan kecewa dan rindu yang menetes menjadi satu.

Raymond menyentuh wajah Selena dengan tangannya yang lembut, dirapihkannya rambut perempuan itu dan diselipkannya ke belakang kupingnya. Raymond mencium kening wanita yang juga hampir membuatnya gila karena sangat merindukannya.

Raymond menyeka air mata di pipi Selena dengan kedua tangannya. Diciumnya setiap air mata di pipi Selena, air mata yang tertumpah karena perbuatan bodohnya. Setelah semuanya mengering, dicumbunya bibir Selena dengan lembut, tanda kerinduannya, tanda cintanya yang tidak pernah berubah. 

Kehangatan yang terasa begitu nyaman itu terhenti ketika Raymond menarik bibirnya dari bibir Selena, dan sebelum semuanya hilang dan lenyap begitu saja, Selena segera merangkul Raymond dan mencium bibir kekasihnya kembali.

Tidak ada satupun dari mereka yang berniat untuk melepaskan kehangatan malam ini, sudah lama mereka menanti, kehangatan bulan dan bintang yang saling merindukan satu dengan lainnya.

Dengan lembut Raymond mengangkat tubuh Selena dan menaruhnya ke atas matras tempat tidurnya yang sangat sederhana.

"Apa kamu masih menginginkanku?" tanya pria gagah itu dengan lembut.

"Apa kamu bisa berjanji untuk tidak pernah meninggalkanku lagi? Apapun yang terjadi?" tanya wanita cantik dipelukannya.

"Selama kamu menginginkanku, aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku mencintaimu Selena Audrey."

"Kalau begitu, mulai sekarang, ingatlah baik-baik, aku menginginkanmu, dan akan selalu menginginkanmu, jadi jangan pernah tinggalkan aku lagi, aku mencintaimu Raymond Bintang."

Setelah mendengar jawaban Selena, Raymond kembali mencumbu bibir kekasihnya dengan lembut. Dan malam itu, waktu serasa berhenti hanya untuk sepasang kekasih yang saling mencinta.

BALIK KE KOTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang