1. Suatu Siang

123 5 0
                                    


انى أسلمت مع سليمان لله رب العالمين...

Sesungguhnya aku berserah diri bersama Sulayman kepada Allah, Tuhan semesta alam...

Elkay terdiam, ayat cinta.
Pikirannya mendadak kusut, semacam tisu kering yang terkena tetesan air.
Semacam orang batuk yang disodori gorengan.
Begitulah Elkay sekarang jika mendengar, mengucap bahkan sekedar memikirkan kata 'c-i-n-t-a'.

Berdenyut-denyut kepalanya berusaha mengingat lanjutan ayat. Sekarang pojok kanan atas... MasyaAllah...apa ya lafadznya?

Bagaimana dengan pinangan Gus Kautsar nduk?

Kemarin juga ada Mas Ikram ke sini, pengusaha itu Lo nduk...

Astaghfirullah...kenapa malah pertanyaan ibu yang terngiang-ngiang?

Gus Kautsar, siapa yang tak kenal beliau? Kealiman beliau yang tinggi di usia muda membuat namanya bersinar. Hanya saja beliau pemalu. Terlalu pemalu malah bagi Elkay yang suka 'lompat' ke sana ke mari.

Mas Ikram.
Elkay hanya sebatas tahu namanya. Ia memang pengusaha yang peduli pesantren. Tak terhitung shodaqoh yang ia kucurkan untuk pembangunan. Namun Elkay menolak dengan halus. Lihat saja Pak, kalau setelah ini ia tak sedekah lagi, berarti dia nggak lillahi ta'ala, nggak ikhlas. Bisik Elkay pada bapak ketika pulang tempo hari. Bapak tertawa kecil mengusap kepala Elkay.

ولقد أرسلنا إلى ثمود...

Meski bukan tradisi keluarga kita, bapak mempersilahkan sampeyan mencari sendiri nduk...

أخاهم صالحا..

Miss Elkay kapan ya menikah..?

Ya Allah... kenapa pertanyaan-pertanyaan itu sangat mengganggu?! Bahkan di waktu murojaah. Waktu yang bahkan harus dicurinya saat berkendara. Kenapa pula alam bawah sadarnya menuntun untuk murojaah juz 19? Di mana justru di akhir juz pada surat an Naml, kisah cinta abadi Nabi Sulayman dan Ratu Bilqis tertulis.

Ayat yang menceritakan kepasrahan sang Ratu Bilqis kepada Allah.
Pula kepasrahannya kepada Nabi Sulaiman pula sebagai istri sehidup semati. Raja dan ratu yang saling mencintai di jalan Allah.

Salah satu kisah cinta di Al Qur'an yang membuat Elkay jadi terbawa perasaan. Ya Allah...kenapa ia menjadi sensitif seperti ini?

Terbayang di benaknya seorang ratu yang ketegasannya melembut, berjalan malu-malu di belakang sang raja.
Ragu ia melangkah ke dalam istana yang begitu bening, sempurna memantulkan kecantikannya.

Perlahan cahaya dari surga tersinar di dada keduanya.
Cahaya cinta yang dilandasi mengharap ridho sang Penciptanya,
Cahaya cinta yang menenangkan, menentramkan juga mendegupkan...

Ah, apa-apa an sih aku ini. Pasti terbawa suasana karena membantu membagikan undangan Angel.

Elkay ingin berlari jauh dari pertanyaan-pertanyaan yang menjadi hantu. Tapi ke mana?
Ikut mahasiswanya pengabdian di pedalaman yang tidak ada signal telepon? Lumayan ia akan dapat alasan untuk tidak berkomunikasi dengan lingkungannya saat ini karena harus turun ke kota untuk sekedar mengirim pesan.

Sekolah lagi? Mumpung ia juga kangen musim dingin Birmingham. Rindu pada suhu yang mampu membuat pipinya merona sempurna. Jemarinya yang kebas jika sampai melepas sarung tangan di luar ruangan. Sutton Park yang memutih hingga Central Mosque yang tetap hangat. Teringat teman-temannya saat kuliah, Jemima, Elsie, Theo dan yang lain...mereka memang bebas. Tapi mereka menjaga dari bertanya zona pribadi yang membuat Elkay frustasi saat ini.

Dada Elkay terasa sesak. Ia butuh sesuatu untuk mengurai rumitnya tuntutan kehidupan: menikah.

Ah ya..coklat!

Dopamin di dalamnya pasti akan membantu mengurai pikiran yang sedang kusut, semoga. Setelah ini belok kanan booth no 5!

Elkay mempercepat laju mobilnya dan berhenti tepat di depan booth coklat. Turun dari mobil dengan cepat, mengagetkan penjaga booth yang sibuk berkemas. Tumben penjaganya nggak pakai seragam, batin Elkay. Berkali-kali Elkay membeli di sana hanya beberapa kali ia menjumpainya. Penjaga shift mungkin. Aish, kenapa juga kupikirkan? Nggak ada urusan denganku.

"Signature kak?"

"Iya, ekstra es ya!"

"Wah..padahal hawanya lagi dingin-dinginnya lo.."

"Iya, hati saya yang panas!" bisik Elkay yang terdengar jelas. Penjaga minuman tertawa kecil.

Elkay sendiri tak tahu kenapa dengan ringannya 'curcol' dengan penjaga stand minuman coklat. Mungkin ia orang yang baik, meskipun Elkay belum mengenalnya.

"Ya sudah minuman kali ini gratis untuk mbak."

Gerakan jemari Elkay terhenti, butuh detik tambahan untuk mencerna kalimat penjaga booth.

"Eh, ngga ngga. Saya punya uang kok. Ini!"

Penjaga stand kembali menarik minuman coklat dari hadapan Elkay, "Serius mbak! Hitung-hitung biar hati sedikit adem!"

"Ngga! Kalau ngga mau dibayar ngga jadi beli!"

Ganti penjaga booth yang ternganga.

"Anggap saja bonus berlangganan. Hari ini saya laris banget kok. Ini stok terakhir, mau tutup."

"Udah mbak..gapapa. Terima. Jangankan mbak. Saya saja sering dapet 'gretongan'! Lumayan..." Tawa renyah tiba-tiba muncul dari penjaga booth kentang goreng di sampingnya.

Tangan Elkay terulur perlahan. Kalau ke Tiara atau Angel dengan ringan ia akan menimpali 'jangan sungkan-sungkan, yang sering ya!'. Tapi ini...Ah ya sudahlah, barangkali sesekali menerima pemberian orang juga bagian dari usaha membahagiakan orang lain dalam skala kecil.

"Ok, terimakasih banyak. Semoga lancar usahanya." Elkay segera berlalu memacu mobilnya menuju kontrakan.

Elkay menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Menyeruput minuman coklatnya cepat-cepat. Alhamdulillah...persangkaan Elkay benar. Minuman coklat mendinginkan pikirannya. Tapi tidak hatinya. Semakin memejamkan mata, seribu bisikan tadi siang terasa semakin nyata.
Apa ia harus tidur? Melepas penat dan lelah?

Tidak tidak! Bukankah yang terbawa mimpi adalah kecemasan, kebahagiaan dan segala emosi sebelum tidur? Tidak, ia tak ingin tidur dalam keadaan tak tenang. Meski tulangnya terasa letih, Elkay berusaha bangkit menuju kamar mandi, berwudhu'. Ia harus menyelesaikan murojaah juz 19. Nanggung kurang satu halaman. Semoga bisa sekalian juz 20.

Kepada siapa lagi ia akan 'curhat' segala bebannya? Keluarganya...? Sejujurnya bapak ibu lah yang malah membuat Elkay semakin pusing dengan permintaan beliau. Adiknya? Tidak, ia tidak ingin merusak kebahagiaan adiknya. Tiara...? Elkay tertawa kecil sendiri. Mereka hanya sahabat yang memiliki masalah yang sama.

Elkay menarik nafas panjang, bersiap sholat sunah hajat.

Rabb..
Hamba tak berani meminta Engkau mempercepat datangnya pendamping hidupku,
Hanya hamba mohon, kuatkan hamba dalam cintaMu, kalamMu, nabiMu...

Ya Robb... sesungguhnya aku lelah. Lelah berpura-pura ceria di hadapan manusia.
Namun bukannya itu perintahMu...?
Sesungguhnya aku lemah, dengan seribu pertanyaan mereka.
Harus kujawab dengan apa jika mereka telah bersaksi tentang garis waktuMu, takdirMu...?

Kedua pelupuk Elkay penuh menahan beban air. Ia tak menahan. Dibiarkannya jatuh membasahi mukena putih yang ia kenakan. Dadanya terasa penuh berbagai rasa, mengawal kalam demi kalam yang meluncur dari bibir. Ia tahu ayat demi ayat itu terbalut rindu. Bukan rindu yang menggebu, namun menenangkan. Elkay semakin hanyut dalam detaknya yang tak hanya mendebarkan namun juga menghangatkan. Dalam alunan Kalam... ternyata di sanalah tersimpan kebahagiaan...

الا بذكر الله تطمئن القلوب...

Bukankah dengan mengingat Allah menentramkan hati..

ZabarjadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang