8. Selisih Masa

37 3 0
                                    


Elkay dibuat pangling oleh perempuan beriasan natural, bergamis blue mint panjang dengan hijab rempel di sampingnya. Tak ada pakaian kantor muslimah sebagai ciri khas. Tas gunung selempang panjang merek ternama pun tergantikan dengan tas rajut senada ala-ala ibu muda. Jauh dari sifat tomboi sahabatnya selama ini.

"Ayo, Bu dosen...katanya sejam lagi mau mengajar...ayo berangkat dong..."
Elkay tertawa dengan kegelisahan Tiara. Ia sengaja melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

"Ra...ra..aku samping pangling tadi..."

"Eh, kenapa emang Kay? Ngga cocok aku pakai ini? Ini..yang milihin fashion stylist ku."

"Nggak kok Ra...kamu cantik, aku saja tadi terpana, terpukau."

"Makasih Kay." Sekali lagi Elkay tertawa melihat rona merah di wajah Tiara.

"Em...Ra, boleh aku ngasih pendapat?"

"Ih, kamu serius banget sih Kay. Ngasih pendapat ngasih pendapat aja, kayak biasanya. Pakai nanya. Aku jadi berasumsi ada hal yang salah denganku deh." Elkay kembali tertawa. Sahabatnya satu ini memang pandai menebak perkataan orang. Elkay jadi mengurungkan niat untuk menyarankan Tiara agar seperti biasanya saja. Tak perlu menjadi orang lain untuk berhadapan dengan Fatma. Bukankah Tiara berusaha untuk bersahabat, bukan bersaing. Tapi tidak, Elkay tak ingin merusak usaha Tiara. Biarlah Tiara dengan penampilan yang sekarang, toh sama cantik dan menjaga aurat seperti biasa.

"Kok ketawa, pendapat apa Kay?"

"Em...apa ya? Lupa aku. Eh, kamu udah baca email ku?"

"Oh, tentang kepribadiannya dari Med-Sos? Udah kok. Makasih ya Ra udah ngebantu sampai sejauh ini. Sepertinya ia sama seperti perempuan kebanyakan. Yang membuatku khawatir hanya satu: ia penulis." Tiara mengatakan kata penulis dengan bisikan keras. Cukup membuat Elkay heran.

"Khawatir?"

"Iyalah. Ia bisa saja menulis tentang 'aku' orang ketiga yang mengusik ketenangan hidup mereka. Kamu tahu kan? di mata orang, istri pertama akan selalu jadi protagonis. Sementara perempuan kedua adalah antagonis yang jadi sasaran empuk buat dihina, dimaki karena dianggap nggak mampu mencari kebahagian sendiri..."

"Astaghfirullah Ra...kok gitu sih ngomongnya?"

"Fakta Kay. Kamu tahu layanan tv berbayar yang diluncurkan perusahaanku kan? Penonton perempuan usia >20 paling antusias dengan drama orang ketiga! Sedikit ngeri aku jadinya. Eh...bukan antusias sih sebenarnya. Mungkin karena rasa insecure atau trauma karena apa yang 'jadi miliknya," Kedua jari telunjuk dan tengah Tiara menyatu, membentuk telinga kelinci untuk menekankan apa yang ia katakan, "takut direbut!"

"Tapi kan kamu beda Ra. Kamu ngga merebut, hanya...hanya apa ya namanya." Elkay meringis, gagal mencari istilah terbaik.

"Aku...hanya ingin menikah dengan orang kucintai dan mencintaiku. Aku tak peduli dengan kata orang lain. Toh, tak ada orang yang harus kujaga perasaannya. Paman dan bibi juga terserah aku." Elkay mengangguk, ia meraih permen dan segera memasukkan ke dalam mulut. Berusaha menyamarkan kegelisahan tentang sahabatnya.

Suasana kembali hening. Seperti biasa, tak ada musik di mobil Elkay. Ia harus menuntaskan kewajiban murojaah hari ini. Sementara Tiara kembali sibuk dengan gadgetnya. Sos-med an? Terlihat aneh bagi Tiara yang nama dan fotonya tak pernah singgah lagi di dunia maya. Elkay tahu, sudah pasti pernikahan Nathan yang menjadi alasan utama.

"Tumben, kamu sos-med an Ra?" Telisik Elkay heran hingga menghentikan murojaah.

"Nggak kok. Ini, monitor kerjaan kantor dari rumah..atau dari manapun sih."

ZabarjadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang