4. Antara Dewi Robiatul Adawiyyah dan Tabebuya

38 3 0
                                    

Elkay membalas kembali jawaban salam mahasiswa dengan senyum selebar mungkin.

Tak memperhatikan Handroanthus Chrysotrichus yang menguning, bak sakura dengan hamparan karpet hijau alami dari rumput, Elkay bergegas menuju ruang dosen dan segera mengambil telepon pintarnya.Ada beberapa panggilan tak terjawab dari ibu. Tumben. Biasanya ibu sangat mengerti jika sekali miss call saja sudah cukup untuk mengingatkan Elkay agar menghubungi kembali. Semoga bukan sesuatu yang urgent.

"Kok ngga di angkat-angkat se nduk..."

"Wa'alaikumsalam warohmatulloh Bu..kok tumben njenengan keseso lo. Ngantos supe mboten salam."

(Kok tumben ibu terburu-buru. Sampai lupa salam)

Usaha Elkay bercanda gagal.

"Iya iya... Assalamu'alaikum. Eh Sabtu besok kamu pulang kan?" Dengan cepat Elkay membuka daftar agendanya.

"Sepertinya belum bisa bu."

"Lo...nduk?"

"Pangapunten Bu, insyaAllah Minggu depan Elkay kosongkan jadwal kok."

"Usahakan nduk.."

"Pangapunten Bu.." Meski kecewa, ibu menutup telepon dengan salam.

Ah ibu ini, bikin penasaran aja. Kirain ada apa sampai misscall berkali-kali. Lagipula, baru saja sebulan tidak pulang, sudah heboh. Ibu...ibu, gumam Elkay sendiri.

"Sesuatu yang terlihat dekat, ternyata terkadang jauh ya Bu. Bahkan bagai di dunia yang berbeda."

Bu Widi tiba-tiba sudah duduk di samping Elkay. Nampaknya ia juga sama melepas lelah setelah baru selesai mengajar.

"Eh, kenapa ibu?" Elkay belum faham arah pembicaraan Bu Widi, salah satu dosen senior di jurusan.

"Itu lo bu, cantik ya Tabebuyanya?" Mau tak mau Elkay juga memandang taman jurusan yang di penuhi petak-petak pohon Tabebuya kuning.

Cantik memang, sangat malah.

Memasuki musim kemarau, ia berubah jadi tempat favorit mahasiswa mulai dari berswafoto hingga belajar atau makan di bawah rimbun bunganya. Jika kita tak detail, orang akan menyangka foto tersebut di ambil di luar negeri.

"Iya Bu, mirip sakura." Jawab Elkay sekenanya.

"Nah, tapi keduanya berbeda. Sangat berbeda. Bahkan berkerabat pun tidak. Mungkin seperti itu dunia anak dan orang tua yang sekarang Bu Elkay rasakan.

Saat jadi anak, bahkan di fase dewasa sekalipun, kita sering asyik dengan diri sendiri. Kepada orang tua, jika rindu, kita hanya punya satu.

Tapi orang tua pada kita, ia punya sejuta rindu Bu. Mungkin rasa itu hanya akan Bu Elkay rasakan kelak saat menjadi orang tua." Bu Widi meraih air putih di hadapannya. Elkay tak bisa menjawab. Mungkin Bu Widi ada benarnya. Satu draft jurnal dan revisi-an skripsi mahasiswa, sepertinya bisa ia kerjakan di rumah...

"Assalamu'alaikum, iya Bu. Elkay besok pulang kok." Ibu terdengar ber-alhamdulillah di ujung telfon.

Bu Widi tersenyum tulus. Dua jempol ia arahkan untuk Elkay. Elkay juga merasa Tabebuya sedang tersenyum ke arahnya.

********

Menyesaaal menyesalllll sungguh! Andai kemarin Elkay tak terlalu menuruti saran Bu Widi. Siapa bilang ibunya hanya rindu?! Jika hanya rindu, tak mungkin sekarang Elkay terjebak di ruang tamu dengan suasana hati yang tak menentu. Ibu terlihat sumringah bercerita tentang Elkay. Elkay kecil lah, remaja lah, pekerjaannya lah. Dan segala hal yang sebenarnya membuat Elkay mual.

ZabarjadaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora