5. Nathan & Tiara

47 3 0
                                    

هو الذي أنشئكم من نفس واحده...

Siang ini, mentari terhitung bersahabat.
Ia bersinar dengan lembutnya,
Meneduhkan rasa-rasa yang mendamba rahmatNya.

*****

Segelas cup coklat kopi membuat Elkay semakin awas. Dirunutkannya peristiwa yang terposting di timeline Fatma dengan hati-hati. Elkay yakin ia telah mengumpulkan seluruh data tentang Fatma. Kebiasaan, hobi hingga phobia. Sifatnya pun dengan mudah bisa dianalisa. Bersyukur hidup di era teknologi canggih dengan informasi yang terbuka luas.

Berita baiknya: Elkay tak perlu capek-capek melakukan field research. Berita buruknya: seseorang yang terlalu mengumbar kehidupan pribadi dan masalahnya di medsos, biasanya berkepribadian yang mudah panik dan kurang menemukan kebahagiaan dari lingkungan kecilnya.

Ah, bukan urusanku juga.

Jika memang takdir Tiara untuk menjadi yang kedua, aku hanya ingin dia diterima dengan baik di keluarga mereka. Sudah itu saja. Tak tahan Elkay melihat tangisan Tiara lagi. Apalagi jika nanti dicap 'perebut lelaki orang' dengan aib jadi konsumsi publik. Nauzubillahi min syarri dzalik.

******

Tiara dan Nathan telah mengenal sejak kecil dan berkomitmen menikah dengan Tiara ketika ia masih SMA. Di semester akhir kuliah, usaha Nathan hendak melamar Tiara kandas di tengah jalan karena perjodohan yang dilakukan oleh kakeknya.

Fatma gadis yang baik Nathan. Dia santri selama tiga tahun.

Tiara juga kek, dia juga anak pesantren sejak kecil malah.

Kakek juga sayang dengan Tiara. Tapi tidak untuk menjadi istrimu...
Bibit bobot bebet Fatma lebih jelas!

Nathan terdiam.

Tiara, ia yang sejak kecil dibesarkan di panti asuhan Islam karena yatim piatu, mengalah dengan jiwa besar. Memilih tersenyum dan menangis dalam diam.
Demi kakek Nathan yang kembali mengalami penyumbatan jantung dan kembali harus dipasang ring.

Tiara menyibukkan diri dengan berkarir, hingga berhasil menduduki posisinya saat ini menjadi manager wilayah perusahaan telekomunikasi. Menjadi atasan Nathan...

Waktu yang membuatnya lupa, waktu pula yang membuatnya kembali berjumpa.

Keduanya tak berkutik ketika akhirnya bertugas di tempat yang sama. Jangankan menyapa, berpandangan saja mereka menghindar. Namun waktu seakan berkonspirasi membuat mereka selalu bertemu. Tiara hendak naik lift ke lantai tujuh, di dalamnya sudah ada Nathan. Sendirian. Tiara yang hendak beranjak menuju tangga didahului oleh Nathan, biar saya saja. Katanya singkat.

Lain hari saat Nathan tergesa-gesa dan tak membawa bekal, Tiara pun sama. Jadilah mereka berada dalam kantin kantor dalam waktu yang sama, menghadap penjual yang sama, menunjukkan kesukaan mereka yang tak berubah dari dulu: Siomay.

Lelah dengan kebetulan yang berulang, Tiara mengajukan cuti tiga hari. Ia ingin berlibur ke puncak sendirian. Ingin membuang rasanya di jurang-jurang yang ia lewati. Mendinginkan hati dan pikiran, murojaah di kelilingi pepohonan hijau, didampingi burung yang terbang sambil berdzikir dengan cuitannya, backsound gemericik air terjun di kejauhan...bukankah itu menenangkan?

Tapi sayangnya Tiara kembali gagal. Pada hari itu pula Nathan ditugaskan kantor untuk mengisi seminar yang diadakan Pemerintah Kota. Berlibur sambil kerja kata mereka. Rasa yang semakin memerih dan mendera yang Tiara rasa...

Semakin kuat mereka berdua menahan rasa, semakin tersakiti oleh detaknya yang tak kunjung reda.

Hingga sekali lagi Nathan menyatakan pada Tiara. Malam itu, Tiara tak mampu menahan derasnya air mata dari balik tirai. Getar suara Nathan memohon pada paman terdengar jelas 'Izinkan saya menikahi Tiara paman.'

ZabarjadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang