9

809 65 4
                                    

.

.

.

Semua menunggu dengan tidak sabaran, Seokjin sibuk menenangkan Jihoon yang dari pantai menangis saja kerjanya. Namjoon bersandar di dinding, tepat di sebelah Seokjin. Taehyung berjalan kesana kemari, tidak bisa tenang sedikitpun. Yoongi berlari menghampiri mereka dan berhenti tepat didepan Taehyung.

"Bagaimana Jungkook?"

"Jimin masih bersamanya didalam."

"Aku akan masuk. Kau tenanglah."Taehyung hanya mengangguk dan membiarkan Yoongi masuk ke dalam.

Mereka menunggu dengan harap-harap cemas. Satu jam berlalu, hingga Jimin keluar bersama Yoongi. Taehyung lantas mendekat.

"Bagaimana keadaannya?,"melihat Taehyung tidak sabaran, Yoongi langsung menjawab.

"Dia tidak apa-apa. Tapi... kondisinya kritis. Dia akan segera dipindahkan ke.."

Bruk!

"Jimin!,"Jimin tiba-tiba saja terduduk lemas, beruntung Yoongi sigap menahan tubuhnya.

"Gwaenchanna...gwaenchannayo."Jimin berusaha berdiri. Namjoon membantu memegang tangannya.

"Kau bisa menemui Jungkook, Tae. Tapi jangan terlalu banyak orang. Aku harus membawa Jimin."ucap Yoongi tegas. Memapah Jimin bersama Namjoon ke ruang kerjanya.

Jimin merebahkan diri di sofa ruang kerja Yoongi. Ruangan ini berbeda dengan milik Jimin. Jika di ruangan Jimin ada brankar lengkap maka disini hanya ada meja kerja, lemari buku dan sofa panjang. Simple dan tidak terlalu besar ruangannya, Yoongi lebih menyukai yang praktis.

Setelah meminta Namjoon menyusul ke tempat Jungkook. Yoongi memandangi wajah Jimin yang lebih pucat, Jimin memejamkan mata. Sepertinya Jimin sedang menahan sakit kepala. Sebelah lengan Jimin menutupi dahinya, ini cara agar Yoongi tidak memeriksa suhu tubuhnya.

"Minum ini,"Jimin melirik Yoongi yang memegang sebuah pil dan segelas air. Ia memaksa bangun, jarinya bersentuhan dengan tangan Yoongi. Dari situ Yoongi merasakan hawa panas menguar dari sentuhan Jimin. Meski sedikit tapi Yoongi tetap bisa merasakannya.

"Sekarang tidur. Lain kali jangan memaksa bekerja kalau kau sakit."

"Itu Jungkook, hyeong. Tadi darurat. Aku tidak mungkin membiarkannya begitu saja."

"Aku tahu. Sekarang istirahat, biar aku bilang pada appa."

"Bilang siapa?!,"Jimin tidak salah dengar kalau Yoongi menyebut ayahnya dengan panggilan 'appa'. Tidak biasa.

"Bilang pada appa..mu."

"Jangan!"

"Kenapa?Dia harus tahu anaknya sakit."

"Jangan hyeong, ku mohon. Appa bisa marah, dia pasti menuduhku tidak menjaga kesehatan dengan benar."

"Bukankah kenyataannya begitu?,"Jimin diam, menatap Yoongi datar. Menyebalkan sekali manusia didepannya ini.

"Ya sudah sana bilang. Aku mau tidur. Jangan ganggu aku!,"Jimin kesal, kepalanya sakit dan harus menghadapi salah satu makhluk paling menyebalkan yang pernah dikenalnya. Ia memilih tak menghiraukan Yoongi dan memaksa tidur. Memang itu yang dibutuhkan tubuhnya sekarang.

Yoongi tidak menjawab. Ia tahu Jimin kesal padahal ia hanya ingin menggodanya, tapi yang keluar tidak ditanggapi dengan baik oleh Jimin mungkin karena Jimin tidak dalam kondisi yang baik.

Jimin belum bisa tidur, makin kesal sebenarnya karena Yoongi tidak menanggapinya. Ia membuat kepalanya sendiri semakin sakit. Hingga ia merasakan sebuah selimut tipis menutupi tubuhnya. Ia ingin tersenyum merasakan kelembutan hati Yoongi tapi ia memilih pura-pura tidur saja.

Mirror [Part 2]Where stories live. Discover now