Nada di Sekolah

25 2 0
                                    

Ini adalah hari pertama aku masuk sekolah, tepatnya hari pertama menjadi siswa SMA. Bahagia, satu kata yang mewakiliku karena bisa masuk di sekolah unggulan ini.

"Gila...", ungkapku kagum melihat sekelilingku. Karena keasikan berkeliling aku sampai tersesat dan terhenti di suatu tempat yang cukup sepi. Suara gitar mulai memasuki telingaku, alunannya membuat aku mengikuti asal suara itu. Siapa yang memainkan gitar ini? Indah sekali, begitu lembut, tak lama setelahnya terdengar suara serak yang mengganggu, aku bahkan tak bisa menahan tawaku, aku bahkan lupa kapan terakhir aku tertawa lepas seperti ini setelah kejadian dulu, hingga sang pemilik suara keluar dari ruangannya dan menangkap basah aku yang menertawakannya.

"Wah wah, lihat anak baru yang kurang ajar ini", ucapnya kesal. Setelah tahu pita tanda anak baru ospek yang kupakai. Dia memarahiku, mengatakan bahwa aku benar-benar tidak sopan sebagai adik kelas dan kesialan ternyata menimpaku kembali, saat pembagian kakak damping untuk kelompok ospek, kakak damping ospekku adalah dia, orang yang memarahiku tadi.

"Sial", pikirku saat tau kenyataan itu. Heidar, nama seseorang yang kutertawakan karena suara serak jeleknya itu. Jika kudengar lagi suara itu, kupastikan tawa ini akan terus berlanjut.

Selama ospek, aku selalu dijahilinya mungkin itu bentuk balas dendamnya padaku. Aku bahkan disuruh bernyanyi di depan semua anak baru. Mungkin ia pikir suaraku jelek sepertinya, untung saja suaraku jauh lebih bagus dari dia tentunya.

"Dasar kakak kelas ngeselin", ucapku kesal saat aku duduk di taman belakang sekolah.

"Ngejek?", tiba-tiba suara itu datang. Ternyata kak Heidar sudah ada di belakangku, berbisik tepat ditelingaku. Setelah itu, dengan wajah tampan oh tidak maksudku wajah yang menjengkelkannya dia duduk tepat di depanku.

"Ngapain sih kak di sini?", tanyaku dengan intonasi menunjukkan ketidaksukaanku.

"Bukannya seneng dideketin kakak tingkat tampan kek gue, lo malah nyolot. Oh iya nama lo siapa?", tanyanya padaku.

"Clara kak Cla...Ra....", ucapku mengejanya dengan panjang. Benar saja, sudah menjahiliku dan dia tak ingat namaku? Ngeselin!

Tanpa sadar aku mulai mengobrol dengannya, kak Heidar yang kukenal mengesalkan pun semakin menjadi pribadi yang menarik. Mulai dari dia yang peringkat satu umum, pintar sih tapi muka sombongnya tolong dikondisikan dong kak, kemampuan musiknya kecuali cara dia bernyanyi tentunya, kemampuan dia berkomunikasi dan juga kemampuannya dalam berakting. Harus kuakui ia pandai dalam banyak hal. Tapi, kelakuannya itu kadang membuat karismanya hilang dalam sekejap.

Contohnya saja saat aku mengikuti kegiatan musik yang ia rekomendasikan padaku. Dan disinilah aku bersama dengannya, berada di sekeliling banyak orang yang membawa alat musik mereka masing-masing.

"Kak kok gak bilang bawa alat musik sendiri?", bisikku disampingnya. Saat kulihat semua anak datang membawa alat musik mereka masing-masing.

"Eh emang gue lupa bilang ya? Yaudah santai aja sih", jawabnya.

Mendengar kata-kata itu aku percaya saja, aku memberanikan diri duduk di ruangan itu tanpa alat musik. Merasa sudah ada orang dalam yang akan membantu, namun manusia memang tak bisa di percaya. Catat itu! Manusia tak bisa di percaya!

Sesaat setelah kegiatan dimulai kak Hei menghampiriku dan bertanya. Pertanyaan yang membuatku benar-benar tak habis akal. Bagaimana mungkin ia berkata seperti itu setelah beberapa menit yang lalu ia bilang padaku untuk santai soal itu.

"Dek kok gak bawa alat musiknya?", suaranya ia keraskan. Sumpah mulutku terbuka karena tak percaya ia berkata seperti itu. Bukankah dia akan membantuku?

"Itu, anu, eeh saya lupa kak", mimpi apa aku kenal orang seperti dia.

"Wah, gak bisa gitu dong dek, kedepan! Yang lain kan udah capek-capek, berat-berat bawa alat musik, kamu malah enak-enakan gak bawa", malu! Itu yang kurasakan saat semua mata tertuju padaku.

Aku mengikuti instruksinya, aku berdiri di depan, diikuti oleh kak Heidar. Kemudian perbincangan di lanjutkan oleh kak Nova. Saat emosiku telah memuncak tiba-tiba kak Heidar memanggilku.

"Ngapain berdiri disitu?",

"Kan situ yang nyuruh!", oke Clara tahan, tahan!!

"Kan gue nyuruh ke depan bukan berdiri di depan",

"Jadi?", manusia macam apa dia ini!

"Ya sini! Duduk samping gue", perintahnya

"Hah?",aku pun dengan amatterpaksa duduk di sampingnya. 

Hari ini kami akan latihan vokal awal dari instrumen musik yang dibawa setiap anak dalam kelas musik ini. Kak Nova dengan cekatan mengajarkan teman seangkatanku mengelolah musik mereka secara maksimal dan membuat mereka cocok dengan alat musik yang mereka bawa. Jika pun tidak cocok mereka akan diberikan arahan dan tips yang nantinya akan membantu mereka dalam memilih jenis musik yang akan mereka pelajari.

Aku yang tidak membawa alat musikpun hanya duduk di sebelah kak Heidar mengamati kak Heidar yang melihat kunci gitar yang sedang dihapalnya yang sesekali menoleh kesebalahku.

"Nanti jangan terpesona lagi kalo gue main gitarnya bagus pakek banget", jelas kak Heidar melirik padaku yang sedang memperhatikannya.

"Idih", balasku jijik dengan tingkahnya yang selalu sombong dan melebih lebihkan, dasar senior ngeselin.

Tapi seperti ucapannya, aku memang terpesona untuk kedua kalinya. Tone dari lagu Sejauh Dua Benua yang ia bawakan sangat halus dan menenangkan. Mungkin karena memang ini lagu melow sehingga yang mendengar juga meraasakan feel nya atau karena alunan gitar yang kak Hiedar bawakan yang begitu lembut ditambah dengan paras tampannya yang serius membaca kunci gitar yang sesekali bahkan tanpa sadar tersenyum manis. Ruangan yang tadinya sedang sibuk berlatih dengan kak Nova yang dibantu beberapa kakak tingkat lainnya mendadak teralihkan dengan permainan musik kak Heidar. Kak Hidar telah berhasil mengambil alih kegiatan musik hari itu dan mungkin juga beberapa hati dari perempuan di rungan itu, yang pasti itu bukan aku, mungkin.

"Kubilang juga apa", ucapnya setelah selesai memainkan lagu itu. Kemudian dianjutkan dengan menoleh kearahku sambil mengatakan

"Terpukaukan", ucapnya yang lebih terdengar seperti pernyataan. Aku menoleh ke arahnya tepat saat kak Hei mengatakan itu. Jarak pertemuan muka barusan begitu dekat sampai aku tak sadar saat memandang wajahnya aku menahan nafasku, kesadaranku pulih sesaat ia meniupkan udara ke mata ku dan kemudian berkata santai.

"Mata lo kelilipan", ucapnya pelan membuat kesalahpahaman yang terlihat di ruangan seperti sesuatu yang bisa dipahami keadaanya. Ia kemudian terkekeh pelan saat aku memalingkan wajah. Dasar kakak kelas nyebelin!

Bahkan saat kegiatan telah selesai ia masih saja menjahiliku. Menyuruhku membeli minum dan saat sudah kubeli ia malah memarahiku.

"Kok anggur sih, kakak kan pesennya rasa pisang bukan anggur", ucapnya tapi masih meminum minuman itu.

"Lah, kakak kan pesennya anggur", ini orang beneran gak tau terima kasih banget ya.

"Yaudah deh karena gue baik jadi gue maafin, tapi dengan satu syarat. Lo harus jadi vokal buat acara perpisahan tahun ini, oke!?", ucapannya benar-benar gak masuk akal. Setelah mengerjaiku, menyuruhku, dan sekarang memerintahku? Ingin sekali aku berkata kasar Tuhan.

"Gak gak gak, aku gak mau kak, aku bukan orang yang jago tampil di depan umum", oke aku rasa ini alasan paling bagus dan masuk akal.

"Tenang nanti lo latihan sama kakak tampan ini", tukasnya membanggakan dirinya sendiri.

Aku terdiam berharap ini mimpi namun kenyataan membangunkanku. Aku harus berurusan dengan kakak tingkat yang mengesalkan itu.



****

Aku tak pernah menyangka pertemuan yang mengesalkan itu akan menjadi paling menyenangkan dan berakhir paling menyedihkan

FLY and FALL "Thanks"Where stories live. Discover now