Syarat

13 2 0
                                    

Di hari-hari berikutnya saat aku merasa sepertinya kegiatan itu tidak cocok denganku sehingga aku tidak melanjutkan kegiatan tersebut sekaligus menghindari pertemuanku dengan kak Hei yang masih saja memaksaku untuk menjadi vokal diacara perpisahan angkatannya.

Kak Hei benar-benar berprinsip, ia tetap kekeh agar aku menjadi vokal di acara tersebut. Aku merasa dihantui karena setiap hari kak Hei menemuiku, mencariku dan kemudian mengatakan aku harus jadi vokal di acara perpisahan. Rasanya sangat menyebalkan, hal ini membuat gosip tentang kak Hei yang dikira homo ternyata tidak benar dan sepertinya kak Hei menyukai adik kelas dan adik kelas itu adalah aku! Banyak orang yang sibuk membicarakan aku dan bertanya kepadaku. Apa yang kubuat hingga kak Heidar mengejar sosok seperti aku. Aku menjelaskan bahwa kak Hei itu mengejar aku karena suaraku bukan karena itu adalah aku, semakin lama ini semakin menyebalkan. Kak Hei yang popuer itu pun akhirnya membuat aku mengiyakan ajakkannya menjadi vokal dengan sebuah syarat

"Berubalah jadi kakak tingkat yang lebih baik, terutama padaku kak. Berhenti menjadi kakak tingkat yang mengesalkan", jelasku pada kak Hei yang saat ini berdiri di depanku tepatnya di depan pintu perpustakaan sekolah. Kak Hei terdiam, mencerna kata-kataku atau sebenarnya syaratku yang berlebihan? Hey ayolah, ini syarat paling mudah yang bisa kak Hei lakukan untukku.

"Ya aku tahu, bahwa aku menyebalkan dan aku menerima diriku apa adanya. Sebaiknya dirimu juga menerima orang lain apa adanya, jangan berekspetasi terlalu rendah tentang seseorang juga jangan terlalu tinggi karena setiap manusia punya sisi buruknya dan pasti tentu saja juga punya sisi baiknya", balas kak Hei dengan muka yang membuatku jadi merasa.... 

"Ha?", balasku bingung dengan kalimat panjang kak Hei yang sangat serius, biasanya juga selalu ngeselin tapi kenapa kali ini terlihat meyakinkan? Inikah kekuatan dari peringkat umum sekolah ini? Tiba-tiba karisma dari seorang kakak tingkat terlihat namun seketika hancur lebur dengan adanya sambungan kalimat berikutnya

"Gimana? Kata-kata gue keren kan? Ah iya, Clara sudah makan? Gimana kalo kita makan bareng?", kak Hei mengajak aku makan dan ini sudah hampir masuk kelas bahkan tanpa persetujuan iya atau tidak dariku. Tanganku yang halus ini sudah ditariknya menuju kantin dan tepat pada saat sampai di kantin bel jam masuk pelajaran berikutnya berbunyi

"Wah udah masuk lagi", keluh kak Hei

"Tapi gak apa, kalo laper itu mesti makan bukan belajar. Ayo Ra", tanganku kembali ditarik. Tuhan aku ingin berteriak, sebagai siswa baru dan baru beranjak untuk menjadi siswa teladan. Seorang kakak tingkat mengajak aku makan di saat bel sudah menandakan masuk. Aku tak habis pikir apakah manusia di sampingku ini benar-benar peringkat satu umum? Bagaimana bisa orang ini pintar sedang sikapnya mengesalkan? Aku mengghela nafas lagi dan lagi saat berada di dekar dengan kak Hei, karena selalu berakhir dengan aku yang kesal dan kak Hei yang senang

"Kak bukankah kita harusnya masuk ke kelas? Kelas kita beda, mungkin kelas kakak lagi jam kosong atau kakak maunya bolos di jam pelajaran terserah aku gak peduli tapi kelasku sedang ada jam pelajaran kimia dan aku gak mau bolos", aku menghempas genggaman tangan kak Hei. Sedikit kecewa dengan sikap kak Hei yang menyepelekan peraturan sekolah, kukira peringkat satu umum mendefinisikan nilai yang baik dari keteladanannya tapi ternyata tidak begitu

Aku berjalan dengan segala pikiran negatifku, meninggalkan kak Heidar. Namun, belum sampai sepuluh langkah kak Hei menarik tanganku ke arahnya membuat aku terpaksa berbalik dan menatapnya

"Muka lo pucet", jelas kak Hei menatapu lekat dengan ekspresi yang.. sedkit marah?

"Orang yang pinter itu gak berguna kalo dia sakit!", kata-kata telak kak Hei keluarkan padaku. Hampir sama seperti ucapan Bunda waktu aku ingin mengerjakan tugas sekolah walau sedang sakit

"Panas", kak Hei mendekatkan keningnya ke keningku, menyamakan suhunya dengan suhuku. Badanku semakin panas dan ini bukan karena efek demam, tapi ini efek kak Hei! Sekali lagi ini karena ulahnya dan ini semakin merepotkan saja

Aku langsung mundur selangkah menjauhi kak Hei dan berlari menuju kelas

"Cla..", panggil kak Hei dan aku sudah tak mendengar panggilan itu


*****

Esoknya kak Heidar sudah menetukan jadwal latihan yaitu setiap hari rabu dan kamis setiap pulang sekolah. Itu jika diantara kami bisa, jika tidak maka pergantian waktu akan terjadi. Kak Hei hanya mengatakan bahwa setiap minggunya harus latihan mengingat waktu siswa kelas 3 tidak banyak karena akan menghadapi ujian sekolah maupun universitas

"Welcome adik kakak, sini kita mulai latihan vokal", kulihat hanya ada aku, kak Heidar dan...siapa cowok satu ini.

"Oh ini, dia kak Dedi yang akan ngajarin lo vokal", sepertinya kakakku satu ini bisa membaca pikiranku dengan amat baik. Aku ber oh ria saja dengan wajah tak peduli. Kami pun memulai latihan kami, semua berjalan tak baik karena aku selalu dikatakan salah, baik itu nada, lafal dan ah entahlah aku tak terlalu paham masalah musik ini.

****

"Gimana sih, kok gak ngerti-ngerti, IQ lo berapa sih?", bentak kak Dedi padaku. Aku tau aku salah, karena bernyanyi sembarangan. Ya mau bagaimana lagi? Ini kan latihan yang terpaksa. Tapi menghina orang seperti itu bukannya berlebihan?

"Lo apaan sih De bentak-bentak cewek gitu", kini kak Heidar balas membentak dan mendorong kak Dedi. Dan hal yang kuingat adalah kak Dedi yang melempar botol jus pada kak Hei dan malah aku yang kena. Dimana matamu kak!?

Basah sudah pakaianku, perasaanku juga basah karena menangis menahan kesal. Setelah melakukan itu kak Dedi pergi meninggalkan kami berdua. Begitu saja?

"Dek lo gak apa? Maaf ya", kak Hei sibuk mencari tisu sedang aku menahan emosi.

"Gak apa kak, makasih", setelah dimarahi, di hina dan dilempar minuman rasa anggur? Ya! Aku benar-benar baik-baik saja! Aku hendak beranjak pergi namun cengkramannya menahanku. Ia tak berkata lagi, tapi langsung memberikanku jaket yang ia kenakan.

"Baju lo tembus", ucapnya setelah memberikan jaket dengan pandangan membelakangiku, aku terlonjak kaget mendengar kak Hei mengatakan itu, segera kupererat jaket itu dan pergi keluar dari kelas. 


Rasanya sudah terlalu sering aku merasa malu dan kesal setiap berhubungan dengan kak Hei. Apa kak Hei adalah pembawa masalah. Mengesalkan dan memalukan rasanya.

"Sebel", ucapku saat sudah di luar ruangan


*****

Aku tidak ingin menyalahartikan kebaikanmu, aku hanya takut hal sama terulang lagi dan aku sakit hati


_____________________________________

Semoga pada bahagia

ayo kita terus berusaha




FLY and FALL "Thanks"Where stories live. Discover now