2

8.1K 891 13
                                    


"AW! Sakit, sakit, Mba!"

Mba Nadya menotolkan betadin dengan cotton bud ke luka di kepala Jojo. Dekat pelipisnya. Lukanya tidak dalam tapi mencolok. Jojo menepuk-nepuk lengan mba Nadya sebagai tanda tak menyanggupi. Sayangnya mba Nadya tidak mendengarkan. Manajernya itu malah menekan luka Jojo lebih keras.

"Sakit banget, Mba Nad!" Jojo bangkit berdiri, menatap kesal mba Nadya dengan wajah menahan sakit.Mba Nadya mendesah, ia mendongak menatap Jojo yang tengah menutupi luka dengan tangan.

"Dengar, Jo," Mba Nadya membuang puntung cotton bud bekas pakai ke atas meja. Ia duduk bersedekap di sofa sambil memberi tatapan muak pada Jojo. "Mba udah nggak tahan ngurus lo. Tiap minggu terus saja ada luka. Kalau nggak luka, ya ruamlah, memarlah."

Jojo nyaris memutar bola mata. "Ini nggak seberapa," kekeh Jojo.

Mba Nadya melotot. "Benar," mba Nadya nampak sakit hati. "Ini ngak ada apa-apanya dibandingkan besok pagi, atau nggak tau kapan, gue nemuiin lo terkapar, kebunuh, nggak tahu di mana. Ya kan?"

Kening Jojo mengernyit. Ia melihat mba Nadya membuang muka darinya, memberengut. Ada pantulan ketakutan di mata berkaca-kaca mba Nadya yang berpaling.

"Oh, come' on, Mba," Jojo melepas tangan dari kepalanya, tidak lagi memedulikan lukanya. Ia menjatuhkan diri di sebelah mba Nadya.

Jojo ingin mencoba menghibur, tapi mana bisa tanpa membahas akar masalahnya?

"Gue di sini, kok. Nggak akan kebunuh, oke?"

Tidak ada balasan dari mba Nadya.

Sumpah demi Tuhan ia tak bermaksud membuat mba Nadya sedih begini!

Kalau Jojo harus mendeskripsikan Mba Nadya dengan akronim, maka itu adalah CCM; Cantik, Cerdas, dan Menarik. Diumur nyaris tiga puluh tahun dan sudah bersuami mapan, mba Nadya termasuk wanita sempurna.

Satu-satunya pertanyaan adalah mengapa hingga saat ini, dengan seluruh kilauan dan pesona yang ia miliki, mba Nadya masih stuck di sini, menjadi seorang manajer dari model yang bahkan tidak bisa mengurus dirinya sendiri? Yang menyuruhnya mengoleskan betadin dan minyak di memar dan luka-lukanya, pagi-siang-malam, seperti dosis minum obat?

Mba Nadya masih marah, tak sudi melihat Jojo.

"Gue di sini, kok, Mba," Jojo tersenyum teduh. Ia menunduk untuk mencari mata mba Nadya yang tersembunyi di balik rambut hitam terurai mba Nadya. "Gue bisa tidur di rumah lo kalau takut gue kenpa-napa."

"Jangan," Mba Nadya tiba-tiba berseru menatap Jojo. Wajahnya sudah tak cemberut lagi. "Laki gue pulang nanti malam..." Mba Nadya melanjutkan gagap.

Jengah, senyum merambat di bibir Jojo. "Oh, jadi maksud lo gue nggak boleh nginep gara-gara lo takut gue ganggu pas kalian lagi...?"

Mba Nadya mendelik, tidak sadar Jojo berhasil membuatnya berhenti cemberut. "What the hell, Jo?" tanya mba Nadya, kesal.

Jojo tertawa. Mba Nadya masih malu-malu untuk tersenyum, tapi pada akhirnya tertawa juga. Untuk sementara mereka melupakan tentang luka dan apa yang membuat mereka cekcok tadi. Mereka membahas Mas Evan, suami mba Nadya. Mas Evan itu pilot mancanegara salah satu maskapai Indonesia. Katanya nanti malam pulang sehabis transit di KL karena beberapa hari lalu antar penumpang ke Jepang.

Jojo tidak punya banyak slot "cinta" di kehidupannya. Umur dua belas ia terjun bebas ke dunia peragawan. Jojo tidak benar-benar memperhatikan baik-buruknya suatu hubungan. Di momen paling kritis dalam hidupnya, tepatnya saat Jojo pertama kali Jojo patah hati, tidak ada siapapun di sampingnya kecuali ibunya—yang tidak pernah bisa ia handalkan.

JOJOWhere stories live. Discover now