13

3.2K 470 6
                                    

DI MEJA makan itu diam-diam Hiro menyingkap rahasia. Hiro tak dapat menilai benar tidaknya deduksinya. Tapi dari cara keluarga ini berkomunikasi, repons gerak tubuh, dan air muka peserta makan di meja itu, Hiro hanya bisa menyimpulkan bahwa;

Ibu dan ayah Jojo tidak akrab. Jovan tak banyak bicara. Jojo dan Jovan sebetulnya adik-kakak yang baik, tapi hingga kini belum berbaikkan. Keluarga ini bermain banyak kode. Seperti Spider Solitaire, Hiro berusaha melihat semua tindakan yang mereka tunjukkan, menyocokkannya, dan menyimpulkan. Tapi di antara semua karakter, hanya Jovan yang tak terbaca.

Malam ini, tanpa riasan, rambut setengah kering, hanya kaos dan celana pendek, Jojo nampak anggun seanggun biasanya. Wanita itu tak banyak bicara. Tapi Hiro terpukau dengan pemandangan itu.

Pemandangan seperti; Jojo menyendok makanan, membawa seluruh rambutnya ke bahu kanan, menunduk melihat makanan, menatap ibu-ayahnya dengan wajah sedih, mengunyah makanannya lagi-Sungguh hanya pemandangan seorang wanita biasa. Tapi sejak kapan ia suka melihat seorang wanita mengunyah makanan? Atau ketika seorang wanita sedang menatap orang lain dengan tatapan suram?

Tidak ada yang bagus dari pemandangan itu. Namun Hiro menyukainya.

"Siapa namamu tadi?" Ayah Jojo merangkul punggung Hiro saat ia tengah mencuci piring, membantu Jovan yang belum kebagian pekerjaan karena tak membantu saat memasak. Mereka sudah selesai makan dan tengah bebersih.

"Hiro, Om," jawab Hiro santun.

Ayah Jojo menepuk keras pundak Hiro. "Jangan panggil Om. Panggil Rif," paksanya.

Hiro nyengir. Mana bisa ia memanggilnya begitu? "Umur?" tanya si Rif.

"Tiga puluh empat tahun," Hiro menjawab kalem.

Rif melonjak kaget dan menarik tubuh. "Tiga puluh empat?" ulang pria itu. Hiro mengangguk. "Belum nikah?" tanya si Rif.

Ini dia. Hiro menggeleng pelan.

"Waduh, Hiro, Hiro, namamu aja yang pahlawan, tapi kenapa nggak jadi pahlawan buat diri sendiri, sih?" sindir si Rif. Mungkin si Rif tidak tahu tapi itu kata-kata paling tajam yang pernah orang lontarkan pada Hiro ketika ditanya tentang menikah.

Hiro memanjatkan syukur ketika ayah Jojo berpindah menggangu Jovan yang sedang mengelap piring basah. Ia menanyakan Jovan tentang urusan percintaan dan kehidupan kantornya. Namun Jovan tak menghiraukan Rif. Rif jadi basi sendiri.

Rif memilih pergi meninggalkan mereka berdua. Namun sebelum itu, pria itu memegang pundak Hiro dan Jovan, kemudian berkata, "Pokoknya, kalau kalian mau diajari menggoda wanita yang memang serius kalian inginkan bilang ke sini. Tapi kalau tidak serius jangan berani digoda, oke?"

Dan Hiro langsung sadar. Si Rif sedang memperingati dirinya.

* * * *

Malam itu adalah malam pertama Jojo makan bersama keluarganya selama lima tahun terakhir. Benar, Jojo tidak bercanda. Angkanya memang lima. Terlambat baginya menurunkannya jadi dua atau tiga. Karena mesin waktu belum ada jaman ini dan ia sendiri tak akan menggunakannya kalau memang ada.

"Gue lupa lo nggak bawa mobil ke sini," kata Jojo sambil membuka pintu mobil Jovan yang ia pinjam. Tadi mereka ke rumah Jojo naik pick-up.

Saat sudah di dalam mobil dan keluar ke jalan raya Hiro baru bertanya, "Kenapa kita nggak pakai taksi aja. Mobil lo kan juga masih di sana," Hiro memperingatkan.

Jojo menatap jalanan dengan wajah baru sadar. "Gue lupa," katanya. Ia melihat sekilas Hiro yang tersenyum mengangkat alis seolah berkata "kan, gue benar?". Jojo menggelengkan kepala sambil tersenyum tak percaya. Tak percaya bahwa Hiro memang benar dan bahwa laki-laki itu bisa berada di sini, di sebelahnya, sehabis makan malam bersama keluarganya.

JOJOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang