Part 14

9.2K 692 3
                                    

"Duke dan Duchess of Wellington," suara menggelegar keluar dari mulut seorang petugas yang berdiri di ambang pintu, memberi tau semua orang di seluruh ruangan bahwa aku dan Duke Wellington sudah datang. 

Aku bisa merasakan semua pandangan mengarah ke arah kami, beberapa kudengar berbisik. Seorang pria tersenyum dan menghampiri kami. Seorang lady mengikutinya, dengan senyum di wajahnya. Aku menebak itu adalah Marquess dan Marchioness Somerset, tuan rumah pesta yang lumayan meriah ini. 

"Your Grace, Wilhelmine," Marquess Somerset mengecup tanganku, bersikap layaknya seorang laki-laki sejati. Duke Wellington, tidak melakukan apa yang dilakukan oleh Marquess Somerset. Seharusnya—sebagai pria sejati—Duke Wellington harus mengecup tangan Lady Somerset, namun ia hanya tersenyum kaku. Dan lebih parahnya, Lady Somerset tampak baik-baik saja akan itu. 

"Lady Wellington, ayo, ikut aku," Lady Somerset menarik tanganku dengan cepat namun lembut, tidak membiarkanku bereaksi apa-apa. Lady Somerset menarikku agar  bisa berkumpul dengan wanita bangsawan lainnya. Mereka adalah istri para duke, marquess, count, earl ataupun viscount. 

"Senang bertemu secara langsung denganmu, Duchess Wilhelmine." Lady Somerset tersenyum kembali, diikuti beberapa senyuman dari wanita-wanita lain.

"Senang bertemu denganmu juga, Lady Somerset."

"Tidak, sayang. Panggil saja aku Jane, dan aku akan memanggilmu Wilhelmine," serunya.

Aku tersenyum,
"Baiklah, Jane,"

*******
"Kau tau, Wilhelmine? Suamimu itu sangat dingin terhadap wanita!" jujur Florence de la Pole, istri dari Thomas, Duke of  Suffolk. Wilhelmine terkekeh, membenarkan pernyataan setengah-mabuk yang diucapkan Florence. Kini—di pesta itu—hanya Jane, Florence dan Wilhelmine yang duduk di kursi mewah dan tidak berdansa dengan suami mereka. Suami-suami mereka tengah sibuk membicarakan sesuatu yang tampaknya penting di pojok ruangan. Mimik wajah mereka sangat serius, membuat para istri mereka mengurung niat untuk mengajak berdansa.

"Kau betul sekali, Flo. Dia sangat dingin. Mungkin lebih dingin daripada suhu pada musim salju!" Wilhelmine menambahkan diikuti gelar tawa kedua wanita di hadapannya.

"Aku tak habis pikir, bagaimana bisa seorang manusia bisa sedingin dan sekejam dia?" Jane menimpali, membuat Florence dan Wilhelmine bingung dengan kata 'kejam.'

"Kejam? Sekejam apa dia?" Wilhelmine bertanya, sedikit memajukan badannya ke arah Jane, ingin mengetahui jawabannya. Florence, mengangguk-angguk seakan sepikiran dengan pertanyaan Wilhelmine.

Jane melirik ke arah tiga lelaki yang tengah berbincang dengan sangat serius. Dirinya antara mau dan tidak mau memberitau hal ini kepada istri Duke Wellington. Wilhelmine, menyadari hal ini pada Jane dan mencoba memaksanya.

"Ayolah, Jane. Beritau aku. Aku tidak akan pernah memberitau ini kepada Duke Wellington. Kami tidak terlalu dekat dan tidak pernah berbicara panjang lebar kepada satu sama lain," bujuk Wilhelmine ingin tau.

"Baiklah, Wil. Aku mendengar ini dari Lady Rose, Baronnes Massy. Menurut pengakuan Lady Massy, Duke Wellington bersikap sangat kejam terhadap budak-budak afrika. Selama ia bertugas di afrika, kabarnya, ia telah membunuh lebih dari 100 budak. Duke Wellington membunuh budak tersebut dengan senapan atau dengan tangan kosong," Jane menghembuskan nafas panjang setelah memberikan secercah informasi tentang Duke Wellington kepada Florence dan Wilhelmine.

Wilhelmine sedikit menganga, begitu juga Florence, yang sangat terkejut dengan berita mengerikan ini.

"Ya Tuhan..." ucap Florence tak percaya.

"Dia sangat kejam," Wilhelmine menatap Jane dan Florence bergantian, masih tidak bisa percaya dengan apa yang dilakukan oleh Duke Wellington, suaminya sendiri.

Duke and Duchess of WellingtonWhere stories live. Discover now