Part 36

7.6K 698 69
                                    


Seorang wanita muda berambut pirang terang dan hiasan wajah yang sangat-sangat menor sedang duduk mengangkang di kursi ruang kerja Duke Wellington, sang gubernur jendral Australia Barat. Ia terkekeh genit sambil mengedarkan pandangannya ke ruang kerja luas milik seorang pria yang sebentar lagi akan tidur bersamanya.

Wanita itu bernama Lili. Tubuh Lili terbalut dengan gaun pendek dan terbuka—menunjukkan belahan dadanya yang bisa menggoda semua pria di dunia ini. Pipi pucatnya memiliki rona merah muda, bibir tebalnya bewarna merah pekat. Wajahnya tidak bisa di bilang cantik, namun karena riasan tebal yang dimilikinya dan sikap genitnya membuatnya handal menjadi pelacur.

Jujur, dia sedikit terkejut ketika Wilhelmine menemuinya dan memintanya untuk menggoda suaminya sendiri. Tentu saja ia tidak bisa menolak—itu merupakan tujuannya hidup sekarang. Selain menggoda Duke Wellington, Lili juga diberi tugas oleh Wilhelmine dan Robert. Jika nanti sang Duke sudah tertidur pulas, ia harus mencuri semua dokumen yang berada di ruangan itu.

Lili yang tak acuh dengan hal lain dengan pelacuran dan uang dengan cepat menaati perintah Wilhelmine dan Robert. Tidak memikirkan hal aneh terkait perintah itu.

Wanita itu masih duduk mengangkang, memandang ruang kerja sang Gubernur Jendral sampai suara boots terdengar melangkah ke arah ruangan itu.

Lili tersenyum genit, waktunya bermain.

Pintu kayu itu terbuka, menunjukkan sosok Duke Wellington dengan raut wajah sangat letih. Ia menundukkan kepalanya, memandang boots hitamnya melangkah ke meja —ingin melanjutkan kerjanya. Sang Duke sama sekali tidak menyadari kehadiran seorang Lili di ruangan pribadinya itu.

"Selamat malam, Gubernur-Jendral," sapa Lili genit, berhasil membuat Duke Wellington membulatkan matanya.

Pria kaku itu terkejut melihat seorang wanita yang hampir tidak berpakaian apapun sedang duduk dengan cara tidak sopan di kursi mejanya. Tangan Duke Wellington memegang dadanya sendiri, merasa bahwa ia tidak pernah dan tidak ada niat untuk memanggil pelacur apapun.

Dalam hitungan detik wajahnya yang terkejut berubah menjadi mengeras. Matanya menatap Lili dengan tatapan sangat merendahkan bercampur dengan rasa jijik. "Siapa kau?"

Lili tersenyum, bangkit dari kursi dan berjalan mendekat ke Duke Wellington—mencoba untuk menggodanya. "Lili, tapi kau bisa memanggilku sayang,"

"Jangan coba mendekat. Apa maumu?" Duke Wellington memberhentikan Lili yang mencoba untuk mendekatinya sambil terus menatapnya dengan tatapan jijik.

Lili kembali tertawa genit. "Menggodamu agar bisa tidur bersamamu, tentunya,"

"Keluar."

Lili mengernyitkan alisnya. "Ap-,"

Belum sempat ia bertanya maksud dari ucapan singkat Duke Wellington, pria kaku itu kembali memotong kalimatnya dengan kalimat merendahkan.

"Kau tuli? Keluar. Aku tidak ingin kau ada di rumah ku," ujar Duke Wellington yang tidak dianggap serius oleh Lili. Alih-alih merasa takut dengan nada serius dan mencekam dari kalimat Duke Wellington, Lili merasa semakin ditantang.

"Tidak. Aku tidak ingin keluar dari rumah mewahmu ini, Your Grace," Lili menekan kata Your Grace, mencoba menggoda Duke Wellington.

Sang Gubernur Jendral tidak dikesankan—emosinya meluap. Ia sangat ingin untuk tidak diganggu oleh siapapun. Lili tidak menyerah, ia kembali mendekati Duke Wellington yang berdiri tak jauh darinya.

"Jangan," kata Duke Wellington memperingatkan. Lili kembali terkekeh genit. Ia semakin mendekat. Duke Wellington semakin terpancing emosinya.

Tangan kaku yang menunjukkan urat-uratnya meraih saku baju militernya yang hari ini bewarna hitam. Ia memegang erat suatu benda yang ada di dalam bajunya. Sebuah pistol.

Duke Wellington memberi isyarat kepada Lili untuk mendekatinya. Lili melakukannya, dengan senyum lebar dan genit terpampang di wajahnya. Mendekati dirinya, Duke Wellington dengan cepat meletakkan senjatanya di dahi Lili.

"Ooh, apakah itu mainan atau asli?" Lili tertawa sambil bercanda, tidak memedulikan bahwa dirinya sedang ditodong pistol tepat di dahi. Duke Wellington mengeraskan wajahnya yang mulai menjadi merah, menandakan bahwa dirinya sangat marah. Tangannya hampir menarik pelatuknya, tapi dicegah saat Lili masih saja bercanda sambil menyentuh pistol yang ada di dahinya.

Lili cekikikan seperti anak kecil, "Tembak aku, Gubernur Jenderal," perintah Lili sambil menyentuh pistol Duke Wellington.

"Jangan sentuh senjataku, dasar pelacur kotor!" teriak Duke Wellington dengan amarah. Lili tersenyum, membuat kemarahan Duke semakin terpicu. Tangan Duke Wellington yang masih memegang pistolnya, meninju Lili dengan keras. Tubuhnya terlempar — membuat tubuhnya membentur lantai kayu yang keras. Senyuman genit Lili berhenti, karena dia merasa ada sesuatu yang mengalir dari pelipisnya. Yaitu darah.

Duke Wellington berdiri di samping tubuhnya yang lemah yang terbaring di lantai kayu. "Keluar dari Manorku," katanya dengan tegas sambil menarik laras senjatanya, menunjuk langsung ke dahi Lili tanpa simpati.

Lili menatap Duke Wellington dengan horror.

***

"Lili! Lili, tunggu! Apa yang terjadi?!" Wilhelmine mencoba mengejar Lili yang tiba-tiba keluar dari manor, berlari sambil menangis keras seperti orang gila.

Wanita yang kini sudah terbalut dengan pakaian lebih pantas—mantel—berhenti ketika Wilhelmine berhasil menangkap tangannya dan memberhentikannya. Sang Duchess kebingungan, mengapa Lili terlihat begitu ketakutan? Bukankah tugas pelacur adalah melakukan hal-hal yang menyenangkan?

"Apa kau sudah mencuri dokumen-dokumennya?" tanya Wilhelmine sambil menaruh kedua tangannya di pundak Lili—mencoba untuk menenangkannya.

Lili menggeleng dengan cepat masih dengan raut wajahnya yang menunjukkan bahwa ia telah melalui sesuatu yang traumatik.

"Tidak! Aku tidak bisa!" Lili tidak dapat menahan dirinya untuk tidak berteriak. Tangisannya semakin pecah, Wilhelmine semakin kebingungan. Hugh, kepala pelayan, terbingung melihat majikannya dengan seorang pelacur yang meraung-raung di luar.

Kebingungan, Wilhelmine melirik jendela ruang kerja Duke Wellington yang hanya menampakkan kepala sang Duke dengan bantuan cahaya redup. Apa yang terjadi di sana?

Dengan tiba-tiba, Lili mencekram bahu Wilhelmine dengan kuat. "Pistol.. Darah.. Jatuh..." racaunya.

"Apa?" Wilhelmine sudah tidak lagi mengerti apa yang sedang terjadi.

Wajah Lili memerah, seperti ingin meneriakkan sesuatu.

"Suamimu seorang psikopat! Dia gila! Lari darinya! Dia gila!"

____

Maaf kalo update kali ini kurang bagus :(  

Author sayang kalian smua, jangan lupa vote, comment dan share yah!

Duke and Duchess of WellingtonWhere stories live. Discover now