Part 37

5.5K 569 40
                                    

"Wilhelmine!" Teriakan yang bernada berat itu menggema di lorong Manor pasangan Wellington. Suara sepatu boot yang bertemu dengan lantai mengikuti gema teriakan itu. Wajah milik sang Gubernur Jendral Australia Barat, yang sudah mulai menjadi tempat pertumbuhan kumis, memerah. Matanya menatap lurus kedepan, dan kakinya melangkah cepat.

"Wilhelmine!" Duke Wellington mengulang teriakannya, mengagetkan para pelayan yang sudah bersiap untuk beristirahat di kamar mereka masing-masing. Mendengar teriakan majikan mereka, membuat para pelayan itu mengurungkan niat untuk beristirahat.

Tangannya dengan kasar membuka pintu ruang perpustakaan. Ruangan dimana wanita yang ia cari sudah pasti berada. "Wil-,"

Ruangan itu kosong. Tidak seperti dugaan Duke Wellington yang mengira dirinya akan mendapati Wilhelmine di situ.

"Jangan berteriak! Ini sudah malam, apa yang kau pikirkan?" Suara dari lantai bawah menyahut. Wilhelmine yang baru saja dari luar—menyaksikan kepergian histeris Lili—segera masuk dan menghampiri Duke Wellington ketika mendengar suaminya meneriakkan namanya. Ia sungguh tidak ingin rencananya terbongkar.

Duke Wellington sedikit tercekat atas ketidaksopanan Wilhelmine terhadapnya. Dirinya berjalan menuju Wilhelmine yang sedang berdiri di ujung pintu perpustakaan.

"Dimana sikap sopanmu? Aku tidak ingin mendengar kalimat tidak sopan itu keluar dari mulutmu, Your Grace. Meskipun kita adalah pasangan suami istri, aku tetap mengharapkan kesopanan darimu. Di rumah ini, kita akan tetap memanggil satu sama lain dengan gelar masing-masing," Duke Wellington yang jengkel menceramahi Wilhelmine tepat di depan wajahnya.

Wilhelmine—yang kemudian juga merasa jengkel—memutuskan untuk tidak membalas apapun yang suaminya baru saja katakan. Ia memutar bola matanya, dan melangkah ke dalam perpustakaan, menghampiri salah satu rak dan mengambil buku yang ia sedang baca dari kemudian hari.

Mencoba untuk terlihat biasa saja, Wilhelmine menarik kursi yang berada di depan salah satu meja dan duduk manis membaca bukunya. Melihat ini, Duke Wellington merasa direndahkan. "Duchess Wilhelmine!"

Wilhelmine kemudian beralih dari bacaannya, menatap Duke Wellington dengan tatapan yang tidak dapat diartikan.

"Bisakah kau diam, Your Grace? Aku sedang mencoba membaca disini!" Wilhelmine menaikkan suaranya, sembari sedikit mengangkat bacaannya ke arah Duke Wellington.

Sang Duke hanya bisa menatap istrinya dengan tatapan jengkel yang sangat. "Siapa wanita yang baru saja datang ke Manor?" Wilhelmine memelototkan mata birunya, membawa rasa curiga bagi Duke Wellington.

"Siapa dia?!" Wilhelmine mencoba bersikap tenang mendengar Duke Wellington.

Sang Duchess kembali beralih ke suaminya yang sedang berdiri di depan meja yang ia tempati. "Aku tidak tau. Bukankah kau yang memanggilnya untuk datang ke manor ini, Your Grace?" Wilhelmine menatap Duke Wellington berpura-pura kebingungan, guna mendukung kalimat kebohongan yang baru saja ia lontarkan.

"Omong kosong! Aku tidak akan pernah memanggil pelacur murahan untuk menginjakkan kaki di Manor ini." Wilhelmine masih mencoba untuk bersikap tenang, dan mengangkat bahunya. Duke Wellington, yang melihat sikap istrinya, semakin kesal.

"Benarkah?" Duke Wellington menaikkan alisnya. Tak hanya alis miliknya yang naik, namun juga kemarahannya.

Wilhelmine mengangkat bahu setelah kembali ke bacaannya. "Bukankah kau ingin sekali mendapat jatah?"

Tatapan Duke Wellington—yang tadinya tajam menatap ke arah sang istri yang berada di hadapannya—kini sedikit melembut. Dirinya tidak membalas apapun, ingin mengetahui apa yang akan Wilhelmine katakan selanjutnya.

Duke and Duchess of WellingtonWhere stories live. Discover now