04| Haza

492 103 45
                                    

James TW When You Love Someone

——

Ketika mendengar kata spesial, apa yang ada di benak lo?

Nasi goreng? Mi goreng? Atau martabak?

Saat Nara mengucapkan kata spesial barusan, merujuk ke sebuah paper bag bekas coffee shop ternama di tangannya. Sedangkan gue ketika mendengar kata tersebut pikiran gue langsung mengarah ke seorang yang berdiri di samping meja gue sekarang.

Orang yang sampai saat ini masih berdampingan dengan gue sejak taman kanak-kanak. Orang yang membuat gue nggak perlu menyembunyikan segala sifat buruk gue. Orang yang membuat gue nggak perlu repot-repot menjaga image buat ngupil, kentut, ngorok ataupun teriak histeris saat melihat kecoak terbang. Orang yang ngoceh panjang lebar kalo gue repotin tapi ujung-ujungnya bakal tetap membantu gue. Orang yang bisa membuat gue memutar kedua bola mata malas lalu tersenyum setelahnya. Orang yang menemani gue menghadapi masa terburuk, ketika orang tua gue memilih untuk berpisah.

My parents got divorced when I was thirteen.

Semuanya masih terekam jelas teriakan argumentasi penuh emosi mereka yang gue dengar dari kamar gue setiap malam walau sedikit teredam. Serta ketika Mama menangis duduk di sofa depan televisi dengan Papa di sampingnya yang gue dapati ketika pulang sekolah. Mama bilang saat itu dia habis nangis menonton film sedih sama Papa. Padahal, gue sudah tau ada masalah di antara Mama dan Papa, ada sesuatu yang berubah dengan keluarga gue.

Tanpa mereka tau, gue juga menangis setiap kali mendengar perdebatan mereka di balik dinding kamar. Hingga puncaknya, ketika gue nggak mampu lagi menahan, kemudian akhirnya menumpahkan segala yang gue rasakan di hadapan kedua orang tua gue. Akhirnya, Mama dan Papa menjelaskan apa yang terjadi antara mereka kepada gue. Then we were crying on the couch.

I feel broken, betrayed, angry, and empty. Tapi, itu sudah beberapa tahun lalu. Life is moving so am I. Pada akhirnya, gue harus menerima. It's all for the best. Lukanya memang belum sepenuhnya mengering, it takes time. But it's okay. We gonna hurt sometimes to learn, to heal.

Gue bersyukur bisa melewati masa tersebut dan tentunya bukan berkat diri gue sendiri. Ada satu orang yang menemani gue. Orang yang pertama kali terlintas di kepala gue ketika mendengar kata spesial tadi yang menjadi salah satunya.

Exactly. Orang itu adalah Nara.

Nara dengan caranya sendiri menghibur dan menguatkan gue di saat itu. Dia orang yang berdiri di samping gue ketika semesta nggak sedang berpihak kepada gue. Gue nggak tau harus bersyukur atau justru insecure karena merasa I don't deserve her saat Tuhan memberi gue seorang sahabat seperti Nara. She's too precious.

Ketika gue merasa Kafka Sabrian adalah the lucky bastard karena bisa menjadi pacar Nara, yang sesungguhnya the real luckiest bastard here is me, Norion La Haza.

"Wei, ngeliatin gue segitunya banget? Terpesona lo?" Nara menggerakan telapak tangannya ke atas dan ke bawah di depan mata gue.

"Idih najis, sok badai banget."

"Idih, emang iya gue badai," balas Nara membalikkan kata-kata gue tempo hari sambil mengibas rambut panjangnya.

"Itu tadi apaan kata lo yang spesial?"

"Nasi goreng."

"Buat gue? Aduh jadi enak nih gue kalo lo sering-sering gini."

"Sembarangan. Buat Kafka nih makanya spesial. Orangnya ke mana?"

Unrequited Feelings | ✓Where stories live. Discover now