3

51 8 13
                                    

Seunghee tersenyum senang memandang amplop putih ditangannya, tadi pagi ia baru saja ke rumah sakit mengingat kondisi tubuhnya kurang sehat selama beberapa hari ini, dan setelah diperiksa ternyata sebuah hasil yang mengejutkan ia dapatkan.
Seunghee tengah hamil, usia kandungnya memasuki 4 minggu, Seunghee baru sadar kalau bulan ini ia tak datang bulan, ternyata ada sebuah kehidupan baru didalam perutnya.

Matanya memandang jam dinding yang menunjukan pukul 5pm yang mana sebentar lagi kekasih hatinya, ayah dari anaknya akan pulang. Lee Hwitaek atau yang biasa di sapa Hui, pria yang selama 5 tahun ini menemaninya, dan sudah 1 tahun ini mereka tinggal bersama disebuah flat sederhana.

Jam terberputar, Seunghee tak sabar untuk segera memberitahu kabar gembira ini pada Hui.

Ting Tong!

Bel pintu berbunyi, membuat Seunghee beranjak dengan segera dari duduknya, berlari kearah pintu tanpa melihat monitor lebih dulu siapa yang datang.

"Oppa! Aku punya kabar gembira-"

Kalimatnya terputus saat mendapati seorang wanita berusia dengan pakaian mewahnya menatapnya tajam.

Seunghee lupa, lupa kalau Hui mempunyai keluarga yang utuh, yang lengkap dan berada, tidak sepertinya yang hidup sebatang kara, dan dari kalangan biasa. Seunghee lupa bahwa kebahagiaan tidak selalu bertahan lama, Seunghee lupa kalau ada sebuah penghalang besar untuk bersama dengan prianya.
Seunghee lupa bahwa wanita dihadapnnya menentang keras hubungannya dengan Hui.

Srek!Tang!

Amplop putih berisi surat yang menyatakan bahwa Seunghee hamil sudah diremas tak berkaruan dan dibuang begitu saja mengenai tong sampah yang berada didepan pintu dapur.

"Berani-beraninya kau..."

"Katakan padaku kalau itu bukan anak Hui, cepat katakan!"

Seunghee meremas tangannya yang bergetar, air mata sudah mengalir dipipinya, ia takut luar biasa.

"Itu sungguh darah daging Hui, anak kami berdua-"

Plak!

Sebuah tamparan keras Seunghee dapatkan.
Dengan bibir bergetar wanita yang berstatus ibu kandung Lee Hwitaek itu berkata,

"Gugurkan. Gugurkan kandungan itu."

Seunghee tertegun, bagaikan pisau yang terus menerus menghujamnya, luka bertubi-tubi ia dapatkan.

"Tidak! Aku tidak akan menggugurkannya!" Seunghee kalap ia berteriak ketakutkan. Tangannya memeluk perutnya yang masih rata, seolah ingin melindungi anaknya yang masih belum terbentuk sempurna.

Wanita itu menatap Seunghee tajam.

"Kalau begitu... pergi dari kehidupan Hui. Bawa anak itu jika kau mau mempertahankannya dan jangan menampakkan wajahmu lagi didepan anakku."

Seunghee terduduk lemas, pilihan apa ini? Kenapa ia harus berada diposisi ini? Ia tak ingin kehilangan janinnya, ia juga tak ingin berpisah dari kekasihnya.

"Kau harus memilih Oh Seunghee."

Cukup lama keheningan tercipta, dua wanita berbeda usia itu saling memandang. Yang lebih tua memandang penuh keangkuhan dan tajam, yang lebih muda memandang lemah tak berdaya, seakan meminta pertolongan.

Seunghee menghela nafasnya lelah, ia tahu wanita dihadapannya ini tak terkalahkan. Ia bisa apa kalau dihadapkan dua pilihan seperti ini? Bagaimana pun juga ia harus memilih.

"A-aku..." Seunghee tertahan rasanya tak sanggup untuk berucap.

"Aku... pergi. Aku akan pergi..." air mata tak bisa Seunghee tahan lagi, hatinya sudah hancur-sehancurnya.
Kemana prianya? Kenapa tak kunjung datang untuk menyelamatkannya?
Atau setidaknya datang untuk mengucapkan selamat tinggal yang terakhir kalinya.

"Kemasi barang-barangmu, Jinho akan mengantarmu pergi dari sini."

Seunghee hanya bisa menurut, melakukan yang ia bisa untuk menyelamatkan janinnya.

......

Seunghee berjalan pelan menggeret kopernya, ia mendapati seorang pria didepan mobil yang menatapnya sendu. Jo Jinho, wajah yang tak asing bagi Seunghee begitu juga Hui, pria yang berstatus sahabat dan kerabat dekat keluarga Hui itu sudah Seunghee kenal sejak dulu, kakak tingkatnya saat ia berkuliah juga.

Jinho berjalan mendekati Seunghee, mengambil koper dan memasukkannya kedalam bagasi mobil, lalu ia membukakan pintu untuk Seunghee.

Seunghee menoleh menatap bangunan yang selama satu tahun ini ia tempati bersama Hui, lalu pandangnya bertemu dengan wanita itu, matanya seakan berkata cepat pergi dan jangan kembali, hati Seunghee terasa sesak membayangkan kehidupannya tanpa Hui, ditambah ada nyawa lain dalam tubuhnya.

.....

Seunghee hanya diam dalam perjalan dimana Jinho membawanya entah kemana, air mata juga tak bisa berhenti mengalir, ia hanya berusaha menghapusnya sesekali meski nantinya akan membasahi pipinya lagi.

Mobil hitam itu berhenti disebuah bandara, Jinho turun dan membukakan pintu untuk Seunghee kemudian ia beralih mengambil koper dalam bagasi.
Jinho menggeret koper dan menarik tangan Seunghee, menggenggam tangan yang bergetar itu erat.
Seunghee lagi-lagi hanya diam, dan tak berkata sepatah kata pun.

Langkah kaki Jinho berhenti, membuat Seunghee menatap pria itu.

"Kenapa kau hanya diam? Kau tak mau bertanya kemana aku akan membawamu pergi?"

Seunghee tersenyum kecil lebih terlihat miris dimata Jinho.

"Aku hanya bisa pasrah, sekalipun aku akan dibawa pergi dari korea dan dikirim ke pulau terpencil pun aku hanya bisa menurut dan mengikuti semuanya. Aku lelah Oppa..." ucapannya terdengar begitu lirih bagi Jinho, dengan cepat ia membawa gadis rapuh itu kedalam pelukkannya.

"Maafkan aku Seunghee, Maafkan aku..." Jinho tak bisa menahannya lagi, melihat sosok gadis yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri seperti ini, ia merasa gagal menjaga Seunghee.

"Aku tidak akan mengirimmu keluar korea, kau tenang saja. Kau akan pergi ketempat yang aman." Ucap Jinho meyakinkan, Seunghee hanya mengangguk paham, ia percaya pada Jinho, ia yakin bahwa pria dihadapannya ini akan menjaganya.


Seunghee pergi ke Jeju, tempat singgahnya yang pertama, Jinho membawanya kesana, namun belum genap satu bulan Jinho membawanya pergi lagi, ia dan Jinho pergi ke Gwangju yang mana adalah kampung halaman Seunghee sendiri, disana Jinho menyewa sebuah rumah untuk Seunghee tempati, rumah Seunghee sendiri peninggalan dari orang tuanya sudah dijual sejak lama untuk menutupi hutang-hutang keluarganya.
Lagi-lagi sebulan kemudian Jinho membawanya pergi ke Gyeongju, hampir dua bulan lebih Seunghee tinggal disana, dan berakhir Jinho membawanya pergi lagi, kali ini ke Jeonju. Tempat terlama yang Seunghee Singgahi, tempat dimana Sebin anaknya lahir.

Seunghee tahu alasan kenapa Jinho selalu membawanya berpindah-pindah karena Hui mencarinya, ya Hui mencarinya yang membuat hatinya bergertar setiap kali mengingat bahwa kekasihnya itu sedang berusaha menemukannya.

Meski begitu ia tak bisa menemui Hui, ini sudah sebuah janji tak tertulis, dimana ia harus terus berlari sejauh mungkin sehingga Hui tak bisa menemukannya, dan ia tidak boleh menampakkan diri dihadapan Hui.

Dan sudah setahun berlalu Seunghee tinggal di Jeonju, dimana ia mulai membangun usahanya, menampik kenyataan bahwa ia mengharapkan Hui mencarinya lagi, namun tanda bahwa pria itu mencarinya tak kunjung datang, yang mana sekarang Jinho tidak memintanya untuk pergi lagi. Mungkin kekasihnya sudah lelah dan menyerah, memikirkan itu membuat Seunghee sakit sendiri.

Thank you for reading this story🙇‍♀️❤


L e e c i

Way Back To You [HIATUS]Where stories live. Discover now