Kelopak 02

19 4 4
                                    

Kelopak 02.

Sejak pertama kali tatapanku jatuh, aku telah tenggelam dalam matanya. Meneduhkan, hangat menyapa jiwa.

★☆★


Saat ini, Bintang sedang berada di taman bersama Azalea. Gadis itu menepati janjinya untuk menjadi mentor Bintang, melatihnya agar memiliki kualifikasi untuk diterima sebagai anggota Palette.

"Coba lo menggambar sesuatu." Azalea merogoh tas ransel merah marunnya, mengeluarkan seperangkat alat tulis lengkap dengan sketch book-nya. "Gue yakin, lo masih ada harapan," ucapnya.

Bintang meraih sketch book yang diberikan padanya. Titik-titik kecil dari noda cat yang bertaburan di sampul buku itu laksana lautan bintang dalam kegelapan. Bahkan untuk Azalea, hal-hal remeh nan rendah seperti noda cat ini bisa terlihat indah.

Benar-benar mengagumkan.

"A-aku boleh lihat gambar Kakak?" Bintang bertanya kaku.

Azalea mengangguk. Ia tertawa geli melihat tingkah lelaki di depannya. "Lo santai aja kali sama gue. Mau pakai elo-gue juga boleh," ujarnya.

Lagi-lagi, Bintang mengangguk kaku. Entah sudah berapa kali dia kikuk di depan seorang gadis. Padahal sebelumnya, ia selalu percaya diri di depan gadis mana pun. Tapi, di depan Azalea ia merasa kehilangan kontrol atas dirinya. Fokusnya terhadap gadis di depannya mengalihkan segalanya.

Bintang membuka halaman pertama. Ada sebuah gambar yang memperlihatkan seorang lelaki berdiri bersama seorang gadis. Mereka saling bergandengan tangan dan melukis senyum. Tampak bahagia.

Ia kembali membalik halaman. Di halaman selanjutnya, ada seorang gadis kecil sedang tertidur di tengah hamparan bunga yang begitu indah. Ia merasa seolah-olah gambar tersebut hidup, membawanya dalam suasana sejuk nan menenangkan. Rindangnya pepohonan, cantiknya hamparan bunga, dan langit biru cerah tanpa gumpalan awan melayang. Semuanya begitu detail.

Gambar-gambar indah hasil coretan tangan Azalea membuat atensi Bintang sepenuhnya terfokus pada sketch book itu. Saat sang empu buku itu memperhatikannya dengan senyum terlukis pun ia tidak menyadarinya.

Azalea merasakan adanya kemiripan antara Bintang dengan seseorang yang begitu istimewa di hidupnya. Iris jelaganya, lengkung bibirnya yang begitu manis, posturnya yang tinggi semampai bagai tiang listrik, parasnya yang manis nan menawan. Bahkan, reaksi terhadap coretan tangannya pun sama!

"G-gue boleh pinjem pensil, kan, Kak?"

Azalea mengangguk kecil. "Apapun yang lo butuhin, tinggal ambil aja."

Azalea kembali memperhatikan lelaki di depannya yang mulai menorehkan coretan di atas kertas. Ia menebak-nebak, kira-kira apa yang akan Bintang gambar? Melihatnya begitu serius akan sangat sulit untuk menebaknya karena ia tidak menunjukkan ekspresi apapun.

Sejujurnya, Azalea memiliki banyak pertanyaan yang ingin ia berikan untuk Bintang. Akan tetapi, ia tidak mau merusak keseriusan yang sedang Bintang hadapi. Toh, melihatnya serius tidak terlalu buruk juga.

"Kalau jelek gimana, Kak? Nggak apa-apa, 'kan?"

"Di awal nggak ada sesuatu yang langsung memperlihatkan hasil yang sempurna. Jadi, mau gambar lo jelek atau bagus, nggak masalah. Yang penting, udah ada kemajuan."

Tangan Bintang berhenti menorehkan garis di atas kertas. Ia menatap Azalea intens. Meski banyak orang yang sering kali memberikan motivasi untuknya, tapi belum ada satu pun penyampaiannya yang lebih baik dari cara penyampaian gadis itu. Azalea seakan-akan memiliki kekuatan tersendiri untuk membuat orang lain melangkah lebih maju.

AZALEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang