tiga belas

1.5K 124 10
                                    

terhitung seminggu sudah Taeyong di rumah sakit. kemarin dia siuman dan sekarang sudah kembali normal kata dokter. hari ini pula dia dibawa pulang oleh Taeil. karena bagaimana pun juga dia kesepian tanpa berisik nya Taeyong.

Taeyong sedari tadi hanya diam. menatap enggan sebuah ponsel di depan nya. dia menunggu kabar dari Jaehyun, namun tak dapat juga. semenjak Taeyong bangun dari kritis nya, dia tidak melihat pemuda Jung itu di sisinya.

bahkan, Taeyong sudah tahu rencana Taeil yang akan membawa nya ke London karena masalah nya dengan Jaehyun. dan sekarang? dia bimbang.

ingin tetap disini, tidak mungkin untuk dirinya yang masih hancur karena sebuah foto dimana Haechan dan Jaehyun tertangkap kamera sedang bercumbu mesra. tetapi di satu sisi, dia tidak ingin meninggalkan Korea, tempat nya dilahirkan dan tempat dia menjalani kehidupan nya selama 25 tahun ini.

kini dia menatap ke arah taman taman yang berada di depan nya. omong omong, Taeyong sedang berada di taman rumah sakit dengan kursi roda.

Taeyong tak dapat bisa berjalan dengan baik karena kaki kanan nya mengalami patah tulang di bagian belakang.

"hyung,"

mendengar tuturan dari seseorang, Taeyong menoleh ke belakang. itu Jisung.

"Jisung-ah? kenapa kau kesini?" Jisung menggeleng. dia langsung memeluk Taeyong erat. "tidak ada, aku hanya merindukan diri mu saja. oh iya," pelukkan erat itu lepas. "ku dengar, esok kau akan pindah ke London dan menetap disana?"

Taeyong mengangguk sambil tersenyum. "kau jaga diri baik baik disini, jangan sakiti Chenle, ingat ucapan kaka kaka mu, jangan nakal, dan tetap semangat menjalani semuanya." Taeyong bisa melihat mata Jisung yang berkaca kaca. "kau jangan menangis, kau bilang kau adalah pria jantan, tapi kenapa menangis?" Jisung menggeleng lalu menghapus air mata nya.

"kau kesini dengan siapa? tak mungkin dirimu menyetir mobil sendirian Jisung. kau bisa terkena tilang." Jisung terkekeh. "aku kesini dengan Kun hyung." Taeyong mengedarkan pandangan nya. namun tak ada siapa siapa.

"Kun? dimana dia? tak ada siapa siapa." Jisung menepuk dahi nya. "heish hyung ini, aku belum selesai bicara." Taeyong terkekeh mendengar tuturan dari pemuda di depan nya ini. "astaga, kenapa kau tidak bilang, Jisung?" yang muda hanya mengerucuti bibir nya.

"dia hanya menuruni aku di depan gerbang rumah sakit saja. setelah itu dia tidak ikut kesini karena masih banyak kerjaan di kantor nya." Taeyong mengangguk ngangguk. "kau sendiri? bagaimana dengan kuliah mu? betah dengan universitas baru mu?" Jisung duduk di sebelah Taeyong.

"ya seperti biasa, tak ada yang spesial. tapi setelah adanya Chenle, hidup ku seperti ada yang mengisi kembali." pemuda bermarga Park tersebut tertawa. "yah, walaupun Chenle berasal dari keluarga yang kaya, dan apalah aku yang berasal dari keluarga yang pas pas an. masuk universitas disana aja harus bekerja paruh waktu untuk membayar biaya yang tersedia." Jisung menunduk.

mengingat dirinya dihina dan di injak injak harga diri nya oleh keluarga Chenle saat mereka sedang mengerjakan tugas kelompok. tanpa sadar, Jisung menitikkan air matanya. Taeyong yang sadar itu hanya tersenyum kemudian memutar kursi roda nya untuk berhadapan dengan Jisung. lalu menggenggam tangan Jisung.

"dengarkan aku Jisung,"

Jisung hanya menatap dan menyimak pembicaraan Taeyong.

"tuhan mengatakan bahwa manusia nya berhak dan layak mendapatkan kebahagiaan tanpa batas. tanpa memandang harta atau keluarga. yang terpenting adalah satu, kesetiaan yang di nilai dari hati yang tulus. jadi, mau Chenle kaya, miskin, pas pas an, atau yang lain nya, tetap cintai lah dia. bagaimana pun juga kalian berdua cocok di antara kita semua. kalian lah yang kami tunggu tunggu untuk generasi kami yang selanjutnya, kau sayang Chenle kan?"

Oleng?Where stories live. Discover now