Yani-Tujuan

36 16 0
                                    

Setelah seharian kemarin keluargaku dibuat gempar, pagi ini aku sudah dibuat bingung dengan kemunculan ukiran baru, kali ini bentuk dan gaya tulisannya berbeda, seperti diukir oleh orang yang berbeda. Bukan hanya itu, pisau bergagang kayu dicat hitam pun kembali hilang dan belum aku temukan sedari tadi, meski cahaya mentari pagi yang masuk lewat jendela sudah membantu memberi penerangan.

"Padahal, itu pisau satu-satunya," gumamku seraya menyusuri seisi dapur minimalis.  Aku hanya melihat setumpuk sendok dan piring di rak, kompor yang menyatu dengan meja batu, dan juga wastafel berisi tiga piring kotor sisa makan nasi uduk.

Wilayah pencarianku meluas, mengingat Wulan sering kali membawa pisau tersebut. Langkah kaki menyusuri lorong yang kurang pencahayaan karena minimnya akses masuk sinar matahari, tidak lupa mata menyusuri setiap sudut lorong. Namun, si logam tajam itu tidak aku temukan di gang yang berada di antara kamar Andri dan kamar Wulan.

Aku menyempatkan diri untuk mencari ke dalam kamar Wulan, lagi-lagi si logam bermata tajam tidak menunjukkan batang hidungnya. Aku hanya melihat kasur putih di atas dipan berwarna merah muda, di sampingnya terdapat kipas angin berwarna putih. Ada juga meja belajar lengkap dengan lampu dan sebuah buku harian bermotif kucing putih, serta jendela yang mengarah ke halaman depan.

Langkahku pindah haluan, barangkali ada di kamar Andri. Namun, yang kudapatkan adalah pintu yang tidak bergerak karena dikunci. Aku berjalan ke ruang tamu, di sini juga tidak ada. Aku hanya menemukan ukiran baru bertuliskan 'Dia milikku!' dengan gaya tulisan baru, di sampingnya ada kalimat berbunyi 'Pergi dari rumah ini!' ditulis dengan gaya yang sama seperti ukiran sebelumnya. Ukiran yang aku temukan pagi buta tadi tercetak jelas di daun pintu rumah bagian dalam.

Aku menggenggam gagang logam yang melekat dengan daun pintu, lalu menggerakkan tuas tersebut ke bawah. Kala pintu terbuka, cahaya matahari memecah kesunyian rumah karena Wulan dan Andri telah pergi untuk melakukan aktifitas harian. Selain sinar pagi hangat yang memberikan warna di halaman rumah, samar aku juga lihat pedagang sayur yang tengah dikerumuni ibu-ibu.

Langkahku menapaki jalan setapak di antara hamparan rumput pendek guna menghampiri Jaka dan rekan berbagi gosip. Kala aku menggeser gerbang hitam, di sebelah kiri bagian luar terdapat si logam bergagang kayu cokelat yang sedari tadi menjadi terget pencarian. Aku merasa dahi ini mengernyit, 'bagaimana bisa ada di luar?' menjadi pertanyaan yang sekarang ada di dalam pikiran.

Pisau tersebut aku abaikan untuk sementara ini, fokusku sekarang mengarah ke setumpuk sayur dan juga gosip ibu-ibu. Bermodal dompet dengan sisa uang setelah beli nasi uduk tadi pagi, aku mengacak-acak dan memilah tanaman segar yang siap diolah.

"Masak apa, Yan?" tanya wanita yang berumur tidak jauh dariku. Kulitnya masih terlihat kencang nan memesona, meski lebih tua dariku. Seseorang bernama Yuyu---yang membuatku kembali mengingat isi daftar target penyerangan.

Aku menatap wajah sahabat sekaligus tetangga, mata sipit menjadi ciri khas yang kusukai dari Yuyu. Kulihat dia tiba-tiba mengerutkan kening seraya berkata, "Ditanya malah ngeliatin." Disusul dengan raut wajah datar dari wanita berwajah bulat itu.

Lisanku masih bergeming, justru memalingkan wajah dari Yuyu. Aku menatap Jaka yang tengah melayani ibu-ibu, kulit cokelat dan terlihat tua menandakan dia sering bekerja di bawah terik matahari. Handuk merah kecil selalu mengalungi lehernya, lengkap dengan topi merah yang selalu melekat di kepala kala berdagang.

Pikiranku kalut saat melihat Yuyu dan Jaka, bagaimana tidak? Nama mereka termasuk dalam target penyerangan. Aku masih tidak mengerti sepenuhnya, apa salah orang-orang itu sampai harus mendapatkan perlakuan buruk?

"Aku gak jadi beli, deh," kataku seraya membalikkan badan---bersiap untuk ke dalam rumah.

"Ih, kenapa, Jeng? Kok mukanya murung gitu. Tanggal tua, ya?" canda salah satu dari ibu-ibu itu. Responku hanya tersenyum.

Mom AloneWhere stories live. Discover now