Yang Juga Manusia

293 35 12
                                    

Waktu itu saya pernah menyempatkan diri untuk menemani Kenar mengerjakan tugas akhirnya di apartemennya. Kebetulan waktu itu juga sudah hampir dua minggu saya tidak bertemu dengan Kenar karena sedang sama-sama sibuk. Dengan membawa makanan favoritnya, saya menekan bel apartemennya dan langsung disambut oleh sang penghuni dengan penampilannya yang…cukup berantakan. Jarang-jarang rambut Kenar acak-acakan ditambah dengan wajah kusut seperti kaus hitamnya belum lagi wajah pucatnya itu benar-benar membuatnya terlihat tidak berdaya.

“Hey,” sapa saya sambil memeluknya singkat.
Dia hanya membalasnya dengan membalas pelukannya sambil memberikan senyuman kecil yang sepertinya terlihat sangat berat untuk dilakukan.

Dia membiarkan saya masuk ke dalam dan mengikutinya dari belakang.

“Janu ada?” tanya saya saat menyadari kondisi apartemen yang sangat sepi seperti tak berpenghuni.

“Enggak. Lagi pulang ke rumah. Ibu sama Bapak lagi di Jakarta,” jawabnya sambil berjalan menuju ruang tengah yang kondisinya sudah seperti kapal pecah.

Kertas-kertas berserakan bersamaan dengan buku-buku yang bergeletakan di lantai yang sudah cukup merefleksikan bagaimana kondisi Kenar saat ini. Belum lagi kotak-kotak makanan cepat saji yang bergeletakan di lantai yang cukup menggambarkan kalau Kenar benar-benar sudah diluar kendalinya.

“Maaf ya berantakan. Belum sempet beres-beres,” ujarnya saat kembali duduk di lantai dan menghadap laptopnya. Saya mengikuti duduk di sampingnya dan menyandarkan diri ke sofa yang berada di belakang sambil memerhatikan Kenar yang fokus pada layar laptopnya. Berkali-kali dia mengetik dan berkali-kali itu juga dia menghapus seluruh kata-kata yang sudah dia susun.

"Tumben ke sini nggak bilang dulu," ucap Kenar masih dengan matanya yang ke layar laptop.

"Tadinya mau surprise aja ke kamu. Tapi krik banget kalau surprise cuma bawa bakso depan komplek hehe," balas saya sambil menyengir lebar. "Udah lama nggak ketemu juga," tambah saya.

Kenar hanya membalasnya dengan anggukan kecil tanpa berkata apapun. Saya pun berakhir menjadi penonton Kenar mengerjakan tugas akhirnya, tanpa berani membuka percakapan sedikit pun. Kenar yang kini terlihat pusing, ditambah helaan napasnya yang terdengar sangat putus asa, belum lagi umpatan yang berkali-kali terselip dari mulutnya, membuat saya menahan diri untuk tidak menganggu dirinya dalam bentuk apapun. Daripada menganggu Kenar, saya memutuskan untuk membereskan sampah-sampah yang berserakan di samping kertas-kertas dan buku.

“Istirahat dulu aja, Kak. Kalau capek, jangan dipaksa lanjut.” ujar saya pelan saat melihat dia menguap beberapa kali.

Kenar hanya menggelengkan kepalanya, masih mencoba mengetik masih dengan umpatan keluar dari mulutnya.

“Udah jangan dipaksain, Kak... istirahat dulu. Mata kamu udah merah banget…”

“Istirahat tuh nggak bikin aku cepet lulus, Kinan.” Balas dia dengan nada yang cukup dingin. “Aku udah missed dua kali kesempatan buat lulus. And I won’t miss this chance.”

You won’t, Kak. I believe you won’t.” ujar saya mencoba untuk meyakinkan dirinya.

“Udah ya, dek, yang aku butuhin sekarang cuma fokus sama tugas akhir aku biar semuanya cepet selesai.”

Saya hanya mengedikan kedua bahu saya, tidak tahu harus berkata apa. Saya hanya berusaha untuk memahami dirinya yang mungkin saat ini sedang dalam posisi kalut-kalutnya untuk meraih tujuannya.

Hanya saja, perkataannya yang cukup dingin itu cukup membuat saya kesal. Tapi mungkin saya tidak berhak untuk berada dalam posisi kesal karena saya nggak tahu apa yang sedang Kenar rasakan saat ini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 25, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Untuk Kenar Where stories live. Discover now