6. Tiropita

2.6K 430 8
                                    

(Bersama kamu hidupku seperti Tiropita yang garing dan renyah di luar namun lembut di bagian dalam. Kamu yang selalu membawa tawa namun menyimpan kerapuhan, juga kelembutan. Dan hanya padakulah kamu jujur apa adanya)

Aku membuat makanan dengan bahan-bahan yang ada di kulkas apartemen

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku membuat makanan dengan bahan-bahan yang ada di kulkas apartemen. Terbatas, namun setidaknya masih bisa menjadi satu menu.

"Ini kenapa deh jadinya cuma mie instan pakai telur?" Protes Ray saat melihat mangkuk yang kuletakkan di hadapannya. Kuketok kepala laki-laki yang masih saja sempat protes.

"Cuma ada mie instan. Di kulkas juga cuma ada cabe rawit sama telur dua biji. Lo tuh ye, banyak mau. Coba tadi lo nggak bikin panik, gue kan masih sempet belanja." Ray hanya tersenyum saat melihatku mengomel. Dia makan menu makan malam sederhana yang kubuat dalam diam.

Kuperhatikan raut wajah Ray yang sudah tidak pucat. Lingkaran hitam di bawah matanya masih terlihat jelas. Dia makan seolah-olah sudah berhari-hari tidak makan. Aku tidak tega ingin bertanya lebih jauh tentang ibunya.

"Lo tadi lagi apa?" tanyanya di antara sela-sela suapan.

"Nonton sama Kale. Terus ketemu Soka sama Apel." Ray menghentikan suapannya dan menatapku dengan tajam.

"Soka ini belakangan sering ada ya di dekat lo?"

"Kenapa? Cemburu?" tanyaku iseng sambil tertawa.

Ray meletakkan alat makan dan memandang dengan serius. "Iya."

Aku terdiam, ada yang aneh dari Ray. Biasanya dia selalu tertawa lalu balas menggoda. Setelah dia selesai makan dan mencuci alat makan, aku mengekorinya ke arah ruang keluarga. Dia duduk sambil melipat kaki panjangnya di sofa dan menepuk tempat kosong di samping kanannya. Aku tahu, dia pasti akan bercerita.

"Tadi nyokap gue dateng ke sini sebelum gue pulang ke rumah. Dia nangis-nangis minta maaf. Gue nggak suka jadi gue usir dia. Tapi gue malah merasa bersalah. Seharian ini gue berusaha kontrol emosi cuma susah."

Ada rasa bersalah dalam hatiku karena tadi pagi aku menolak menemaninya pulang ke rumah. Seandainya tadi aku bersedia, pasti saat ibu Ray datang, aku ada di sini. Dia melirik ke arahku. Tangannya terulur untuk mengacak rambutku.

"Jangan merasa bersalah, La. Gue yang salah. Lo pasti ninggalin Kale kan tadi? Tapi gue seneng sih. Lo juga ninggalin Soka." Kalau Pepper yang diperlakukan seperti ini, gadis itu pasti meleleh. Namun aku tahu, itu adalah cara Ray untuk mengalihkan cerita atau menyembunyikan luka hatinya.

Selama bertahun-tahun berteman, aku cukup mengenal Ray dengan segala tingkah ajaibnya. Dia bertingkah ceria untuk melupakan masa kecilnya yang suram. Hanya satu kali sahabatku ini bercerita tentang ibunya yang pergi meninggalkan keluarga dengan laki-laki lain.

"Jangan mengalihkan cerita. Buruan cerita yang lengkap." Raut wajah Ray langsung berubah lagi. Dia menghela napas berat dan mulai bercerita.

Ibunya meminta maaf telah meninggalkan Ray belasan tahun lalu karena tidak mencintai ayahnya. Mereka menikah karena dijodohkan. Aku tahu Ray pasti tidak akan menerima penjelasan itu.

A Cheezy Love (Completed)Where stories live. Discover now