11. Japanese Cotton Cheesecake

2.3K 381 10
                                    

(Kenapa dia datang dengan segara kelembutan hati? Memporakporandakan semua tentang kami)

Lampu di Apartemen sekarang menyala terang sementara aku duduk di ruang keluarga, menatap televisi yang tidak dinyalakan. Terlihat pantulan diriku di layar hitamnya sementara Ray sedang mengompres kepalanya yang sedikit benjol.

"Lo gila kali, ya? Ngapain juga lo lempar itu remote AC ke kepala gue dengan tenaga kuda? Sumpah!" Ray masih aja marah-marah sementara aku tertawa kecil merasa bersalah.

"Ya, lo juga salah! Lo udah menodai mata gue yang suci bersih ini!" sahutku tidak mau kalah.

"Gue ganti baju di kamar sendiri ya, La! Lo yang nyelonong masuk nggak pake ketuk-ketuk. Heboh teriak-teriak terus lempar itu remote tidak bersalah."

"Sorry, man. Gue cuma penasaran sama pernyataan lo sebelum keluar dari kamar terus yah ... ngeliat itu deh."

"Mesum! Mendingan besok lo pulang deh, La. Gue takut sama lo."

"Eh, sial lo, ya? Nggak demen juga gue sama lo."

"Masa? Terus kok jerit-jerit? muka lo juga merah." Sekarang Ray tertawa-tawa, menemukan bahan untuk terus menyindir dan mengerjaiku.

"Dengar ya, Beb! Seumur hidup gue yang 25 tahun ini, gue udah susah payah jaga kesucian mata, hati, telinga. Nah lo udah ngerusak hal yang pertama, nih. Huhu Mande, anakmu sudah rusak."

"Cih! Drama Queen! Segitu jeleknya ya badan gue? Lagian kan lo sering liat perut gue." Ray mencibir.

"Tadi itu bukan cuma perut. Astaga! Rayferine Sage!" Aku mengusap-usap muka, berusaha menghilangkan semua ingatan tentang tadi saat Ray sedang berganti baju. Oh, Tuhan! Aku malu banget!

Ray terkekeh lagi mendengar ucapan dan melihat wajahku yang kembali memerah. Duh! Kalau bisa, aku mau mencabut ingatan tentang hal tadi. Bukan! Bukan karena badan sahabatku jelek namun sebaliknya! Bagaimana aku bisa mempertahankan kewarasan coba kalau begini?

"Sorry, La. Nanti-nanti gue akan pastiin kunci pintu. Gue takut lama-lama lo perkosa!"

"Raaayyy!" Ray tiba-tiba membekap mulutku.

"Lo dari tadi udah teriak-teriak. Gue nggak mau digerebek tetangga karena teriakan lo." Harum mint yang akrab menguar dan menggoda indera penciumanku. Mataku memperhatikan manik kehijauan milik Ray yang indah, bibirnya yang penuh dan entah apa yang merasukiku, tanganku naik dan menyentuh rahangnya. Ray seperti kucing liar yang luar biasa indah. Pasti otakku rusak karena melihat yang seharusnya tidak boleh kulihat.

"Udah jam 11. Tidur, yuk!" Ucapan Ray memutus koneksi kami yang aneh. Aku mengangguk lalu berdiri. Belum sempat berjalan jauh, Ray yang juga sudah berdiri tiba-tiba menarik dan memelukku.

"Maaf untuk yang tadi. Gue bener-bener nggak sengaja, Illa. Lupain, oke?" Ucapan itu benar-benar manis. Kubalas pelukannya dengan sayang.

"Maaf ya, untuk yang itu nggak bisa lupa. Terlanjur nempel. Lagian otak sama mata gue udah rusak." Tawa Ray langsung membahana. Dia menyentil dahiku lalu kembali tertawa.

"Masuk kamar, kunci pintu!" perintahnya, masih tertawa-tawa. Kulakukan apa yang disuruhnya lalu membanting diri ke kasur. Masih terdengar tawa teredam Ray sampai pintu kamarnya tertutup.

Aku menutup mata dengan lengan, mencoba menghilangkan bayangan Ray yang mengganggu. Aku berusaha membayangkan kue favoritku supaya otak kembali bersih. Sudah satu jam, mulai dari New York Cheesecake sampai Japanese Cotton Cheesecake yang begitu lembut, semuanya sia-sia. Menyebalkan sekali! Akhirnya aku tertidur dengan mulut mangap sekitar jam dua pagi.

A Cheezy Love (Completed)Where stories live. Discover now