Bab 48 (Kehilangan)

179 15 7
                                    

"Walau tertawa, tetap saja hal itu tidak akan bisa menyembunyikan kesedihan yang menciptakan tawa palsu."

***

Dana hari ini sudah dipersilakan untuk pulang ke rumah, sebagai gantinya dia tetap harus menjalani rawat jalan dengan cek up seminggu sekali guna memulihkan semuanya setelah sadar dari koma.

Pemuda itu bahkan belum terlalu bisa melangkahkan kaki dengan lantang seperti biasa, jadi untuk sementara waktu dia dianjurkan menggunakan kursi roda terlebih dulu.

Dengan kursi roda yang didorongkan Nada di belakang, Dana menatap pintu rumahnya yang rasanya sudah lama tidak ia lihat.

Sumandra sedang sibuk membuka kunci pintu tersebut.

Dana melihat isi rumah yang terasa sangat sepi. Perasaannya memang tidak enak beberapa hari ini, terlebih saat sang Ayah ditanya tentang kabar Mamanya, Sumandra hanya menjawab, Mama baik kok. Dengan wajah yang terlihat sangat terpaksa dengan segala ekspresinya.

Perasaan Dana semakin tidak enak, saat sama-sama di rumah sakit, kenapa dirinya tidak diperbolehkan menjenguk sang Mama? Apa daya, pemuda itu hanya pasrah karena belum bisa banyak bergerak.

Baru saja beberapa langkah mereka memasuki rumah itu, Dana dengan suaranya yang belum bisa terlalu lantang berbicara, "Dana pengen ketemu Mama," ujarnya yang membuat hati Sumandra seolah runtuh saat itu juga.

Mata Nada sudah berkaca-kaca, dirinya menahan sekuat tenaga untuk tidak menangis.

"Kalian kenapa diam aja, sih? Aku mau ketemu Mama, kenapa kita malah pulang dari rumah sakit? Bukannya nanti malah repot kalau kita pulang dulu?"

Sumandra berbalik, menatap putranya yang kini tampak kebingungan. "Dana, tunggu kamu pulih dulu, baru kita ketemu Mama."

"Nggak mau! Dana maunya sekarang, Yah."

Sumandra menarik napas panjang, lalu mengusap wajahnya. "Yaudah kalau itu mau kamu."

Sumandra kembali keluar, menemui adiknya yang kebetulan belum berlalu dari sana setelah mengantar mereka dengan mobilnya. Paman Bram langsung mengerti setelah mendapat kode dari Sumandra. Adik dari Ayah Dana dan Nada itu segera keluar mobil dan membantu Dana dengan kursi rodanya.

Keputusan Sumandra selama ini masih merahasiakan tentang istrinya itu demi kebaikan Dana, dia tidak ingin putranya itu kembali koma setelah syok saat baru sadar dari kritis. Walaupun ia tahu, tindakan bohongnya sangatlah tidak benar.

Kali ini, ia sudah siap dengan segala kesedihan yang membendung.

"Ini bukan jalan menuju rumah sakit," ujar Dana di tengah perjalanan. Perasaanya semakin tidak enak. Dana sudah mengira sesuatu yang buruk, tetapi jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ia sangat menepis pikiran itu.

"Bang, minum dulu," ujar Nada yang akhirnya berbicara setelah lama diam sedari tadi. Dia menyodorkan sebotol air mineral pada Abangnya.

Dana lalu mengambil botol minum tersebut, meneguk airnya dengan segala kecemasan yang mengitarinya.

Pelipis Dana terasa nyeri saat mobil Paman Bram berhenti di pinggir toko bunga. Pikirannya semakin kemana-mana.

"Tunggu di sini," ujar Sumandra yang turun dari mobil dan mulai memasuki toko tersebut.

Sumandra membawa beberapa bunga krisan putih serta sekeranjang kecil kelopak mawar yang sudah terlepas. Jantung Dana terasa berdetak lebih cepat dan ia memilih diam tidak berani penasaran lebih banyak.

Endless Origami [END]Where stories live. Discover now