PART 11 : Murkanya Salsa

1K 103 3
                                    

Seperti yang kutangkap mengapa Salsa dan Aldo bisa sedekat itu sekarang, rupanya mereka adalah teman dari kecil yang berpisah saat di bangku SMA, mengutamakan pendidikan masing-masing hingga negara yang menjadi pembatas terpisahnya mereka.

Saat mengetahui Budhe menganggap Salsa adalah sahabat kecil Aldo, sepertinya wanita paruh baya itu tidak tahu bahwa mereka sudah menjalin hubungan yang lebih dari teman dari lama. Sangat kentara kok, perubahan tatapan Aldo dengan Salsa seperti melihat seorang ratu, dan Salsa yang terus bergelayut manja di lengannya. Aku sama sekali tidak pernah melihat sahabat laki-laki dan perempuan seperti itu.
Semilir angin sepoi-sepoi membuat suasana menjadi sejuk. Kulihat Aldo sedang menutup matanya dengan polos di bahu mungilku, sesekali menggaruk pipinya yang mungkin Ia rasa gatal.

"Kapan selesainya?" Aldo akhirnya bersuara dengan masih memejamkan mata.

"Apanya yang selesai?" tanyaku balik.

"Belajarlah, bego." Jawab Aldo

"Ini sudah selesai, bego." Saat kata itu keluar dari mulutku, matanya langsung terbuka dan menatapku tajam.

"Mulutnya di-santuy-in dong!" Aldo protes dengan jawabanku tadi.

"Memang ada yang salah, ya Al?"

"Menurut lo? Cewek sok polos kek lo ngatain kata 'bego' gimana?"

"Bego itu apa?" aku mengerjap dua kali ketika Ia menoyor keningku.

"Lo gak tau bego, ngapain lo sebut sih?"

"Kok aku gak boleh sebut, sedangkan kamu boleh?"

Aldo terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya menarik nafas untuk berkata lagi.

"Gue kan gue, kenapa lo harus nurutin gue ya? Di sini siapa yang salah?" kata Aldo, "gue gak suka diikutin, ngerti?"

Aldo ini orang yang paling aneh dari yang teraneh. Bukannya menjelaskan bego itu apa, dia malah memarahiku yang tak tahu apa-apa.

Iya, ngerti Al." Cowok itu melototiku geram, entahlah, aku tak mengerti jalan pikiran indahnya itu.

Malas mendebati orang seperti Aldo hanya karena hal sepele, aku segera memintanya untuk kembali ke kamar sebelum Ia kembali ke alam mimpinya. Aku mengatakan bahwa pelajaran ini akan kutanyakan saja ke Arvin besok, dan tentu, entah mengapa Ia langsung melarangku untuk untuk dekat-dekat Arvin. Aneh 'kan?

Aldo kembali memaksaku untuk membuka buku, dan berkatasiap mengajariku kembali.

Dengan mata sembabnya, saat aku bertanya Ia malah menjawab asal-asalan, memutar-mutar jawaban kesana kemari, sampai-sampai otakku mau lepas dari tempatnya.

Dan yang menyebalkannya lagi, tingkahnya kini sama persis dengan anak kecil, yang tiba-tiba mengomel saat aku bertanya untuk memastikan kembali.

Jika saja Ia menjadi guru, mungkin murid-muridnya akan membuang Aldo ke tempat pembuangan sampah, membiarkannya tertidur dengan kotoran-kotoran hewan di wajahnya.

Bahkan ketampanannya yang sempat membuatku kagum, terlihat seperti wajah bak preman putih kesasar yang terkesan sering mengomel jika aku menego permintaan uangnya.

"Susah banget lo diajarin, elah. Udah kakinya pendek, otak pun sama. Setidaknya biarin gue dong nyandar dibahu pendek lo itu juga, " gerutu Aldo.

Bukannya aku melarang Aldo untuk menempatkan pipinya di bahuku, tapi bagaimana Ia sampai ketiduran lagi? hanya karena alasan aku susah diajar dan terlalu banyak pertanyaan untuk dijawabnya.

"Enggak boleh. Nanti kamu ketiduran siapa ngangkat kamu kedalam?" tanyaku.

"Lo gendong lah, " jawabnya enteng.

Cause I Meet You [TAMAT]Where stories live. Discover now