SEMBILAN

167 27 2
                                    

Happy Reading!

Hiruk pikuk manusia berlalu lalang mendominasi area yang saat ini Sita kunjungi. Ia bersama dengan Sella juga Andini berada dalam tempat yang menyediakan berbagai macam pengisi perut, kantin.

Meja yang menjadi penengah antara ketiga remaja itu masih kosong melompong, hanya terisi set garpu dan sendok didalam wadah dan satu pack tisu yang disediakan oleh para pedangan kantin.

"Jadi kita disini cuma mau ngongkrong doang gitu." Suara Andini terlebih dulu terdengar, perutnya sudah lapar, tapi mereka sama-sama tidak ada yang mengalah perihal untuk memesan makan siang saja. "Kalo tahu gini, mending gabung sama Sekar aja."

Andini manyun, meletakkan dagu yang disangga oleh kedua telapak tangan. Dia rupanya menyesal tak menerima ajakan ke kantin Sekar- teman barunya sekaligus teman semeja di kelas.

Sedari tadi memang Sella menunduk memainkan ponsel genggamnya itu mendongak, memasukkan ponsel tersebut pada saku kemeja, lantas berdiri dengan helaan nafas panjang nan berat. "Ya udah gue yang pesen." Akhirnya ada juga yang mengalah.

"Tapi inget ya..." Andini menunjuk dua saudara itu bergantian. "Jangan bon, apalagi bon ke gue." Ujarnya lantas melenggang pergi ke salah satu stand pedangang.

Lima menit kemudian, Sella beserta nampan di tangannya yang berisi tiga buah mangkuk bakso dan di belakangnya mengintil satu siswi kelas sepuluh yang sama membawa nampan yang Sita yakini suruhan Sella untuk membantu membawa pesanan.

"Makasih 'ya." Ucap Sella kala sudah mencapai mejanya bersama dengan pesanan yang sudah diletakkan rapih diatas meja kayu itu.

Siswi itu mengangguk seraya tersenyum. "Saya duluan 'ya kak." Ucapnya pamit undur diri.

Sepeninggalan siswi tersebut, tanpa banyak waktu yang dikeluarkan, ketiga remaja itu mulai melahap makan siangnya dengan lahap.

Sita yang memang penyuka pedas tak tanggung-tanggung menyendokkan beberapa sendok sambal ke dalam mangkuknya. Dasarnya lidah orang indonesia, jika tidak pedas tidak akan nikmat makannya.

Sedang hikmat-hikmatnya melahap, dari arah belakang bahu Sella ditepuk oleh buah tangan. Sella yang mendapatkan prilaku seperti itu menoleh pada sang tersangka.

Gadis itu sempat tersedak kuah bakso yang baru saja ia seruput, karna mendapatkan Alif berdiri di sampingnya.

"Duh sorry." Alif meringis, merasa bersalah karna telah membuat Sella terkejut.

"Kenapa Lif?" Tanya Sella kala sudah menormalkan air mukanya.

"Cuma mau ngingetin aja, pulang sekolah kita rapat." Ujarnya mengingatkan, sambil curi pandang pada Sita yang tak terganggu dengan kehadiran dirinya.

"Gue gak lupa kok." Sella tersenyum. "Udah itu aja?" Tanyanya lagi.

Alif mengangguk, berujar pamit karna itu saja yang ingin ia sampaikan pada Sella. Dan tanpa orang lain tahu dari lubuk hati yang terdalam bahwa sebenarnya Alif ingin sekali berbincang dengan Sita, mengobrol apa saja asal bisa dekat dengan gadis pemilik wajah cantik itu. Tapi nyalinya terlalu kecil, mungkin lain kali akan ia lakukan.

Sepeninggalan Alif, Sita langsung bertanya pada Sella meminta penjelasan mengapa Alif menghampiri sahabatnya itu.

"Gue anak osis dan dia ketuanya." Ujar Sella.

[][][][][]

Malam harinya, seperti biasa Sita akan berjaga di warung sebrang rumahnya. Duduk sendirian dengan bosan karna sang adik tak berniat menemani.

Singgah [TAMAT]Where stories live. Discover now