ENAM PULUH TIGA

83 12 10
                                    

Happy Reading!

"Dasar pembunuh."

Kepalan tengan menguat, Juan menggertakkan giginya sampai urat-urat leher nampak jelas terlihat.

Bahu Sita merosot begitu saja, matanya memanas. Apalagi saat menyaksikan Juan berjalan kearahnyan, rasa bersalah yang baru saja lenyap kini tumbul lagi.

"Pembunuh lo setan!" umpat Juan dengan langkah lebar.

Melihat dari cara tatap Juan yang membara, Alif tahu jika akan terjadi sesuatu. Maka dari itu pemuda itu terkesiap dengan tangan yang semakin menggenggam erat tangan Sita, memimdahkan tubuhnya secepat kilat di depan Sita sebelum Juan menyerang.

"Aaakh!" pekik Sita keras, refleks melepaskan genggaman.

Tubuh gadis itu termundur beberapa senti saat tubuh Juan yang memberontak ditahan kuat oleh Alif.

Tangisan semakin keras seiring Juan yang tidak mau berhenti untuk meronta-ronta meraih Sita.

"PEMBUNUH! WOI SETAN LO ANJING!"

Juan kian meronta membuat Alif menjadi kuwalahan. Kepala pemuda menoleh, memberikan kode agar Sita menjauh.

"Lo tenang! Ini rumah sakit!" tegur Alif berusaha menyeimbangkan diri dari amukan Juan yang semakin seperti orang kerasukan.

"LEPASIN GUE SETAN! DIA UDAH BUNUH ISTRI GUE!"

Alif menjauhkan wajahnya sebab telinganya menjadi pengang karena teriakan Juan.

"DIA GAK BUNUH ISTRI LO!" Alif tanpa sadar ikut berteriak.

"LEPASIN GUE BANGSAT! LEPAS!" Juan justru semakin mengamuk, meronyorot tajam dengan mata memerah pada Sita.

Wajah Juan sudah memerah padam, tangannya mengepal kuat hingga mampu menambah kekuatan untuk meracau.

Alif ikut tersulut emosi, amarah yang ia tahan keluar juga. Dengan keras mendorong Juan hingga terhuyung ke belakang, membentur kursi panjang membuat ibu Maria bangkit terjingkat.

Dengan sigap Juan berdiri, tersenyum miring seraya menghapus kasar air mata di pipi menggukan punggung tangan.

Bugh!

Satu pukulan berhasil pria itu berikan pada Alif, membuat si empu memalingkan wajahnya.

"BANGSAT!" umpat Alif.

Karena tak terima, Alif ikut memberikan bogeman mentah yang diperoleh Juan di rahangnya.

Sita kian histeris sama dengan Ibu dari Maria yang juga menjerit meneriaki nama keduanya. Ingin sekali melerai, namun nyalinya ciut untuk melakukan hal itu.

Pukulan demi pukulan mereka saling beri, suara hantaman pun ikut adil memenuhi lorong rumah sakit.

Sita hanya bisa menangis, melerai dengan cara meneriaki pun tidak mampu membuat pergulatan dua orang itu terhenti.

Tak lama kedatangan Anton dan Roni mengintrupsi Sita. Garis wajah dua pemuda itu tampak jelas tengah cemas.

"Kenapa?" tanya Anton.

Singgah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang