DUA PULUH SEMBILAN

90 17 0
                                    

"Kamu sempurna dengan caramu sendiri."

- Sita

Happy Reading!

Langkah kaki yang di baluti celana abu itu kian pasti, dengan menenteng map coklat di tangan, senyum si ketua Osis semakin melebar kala yang di cari ada di depan mata.

"Sita!" Panggil cowok itu, sedikit berlari karena Sita yang hendak memasuki kelasnya.

"Kenapa, Lif?" Tanya Sita yang tengah asik dengan ponselnya.

Mengangkat map tipis di tangan, Alif menyerahkannya pada Sita. "Ini, buat lo."

Tak langsung menerima, Sita justru menaikkan satu alisnya tanda tak faham. "Map?"

Alif mengangguk. "Gue kasih buat lo."

"Penting banget, ya?" Sita akhirnya menerima uluran map tersebut. Alif yang di tanya hanya mengangguk.

"Kalo lo penasaran sama isinya, bukan kapan pun lo mau." Paparnya yakin.

Sita hanya mengulas senyum. "Nanti gue liat," lantas cewek itu melirik kelasnya, "gue masuk duluan, ya." Pamitnya langsung ngacir masuk ke dalam kelas.

Masih fokus pada layar ponselnya, Sita memilih duduk di kursi kebanggannya, meletakkan sembarang map coklat itu di atas meja. Menbalas pesan yang juan kirimkan lebih menarik dari pada melihat isi map tak penting itu menurutnya.

Di tempatnya, Alif memanerkan senyum miring. Genggaman tangan menguat di udara, memperlihatkan urat-urat tangan yang menonjol. "Lo bakal abis, Lex. Cewek kayak dia nggak pantes lo dapetin dengan cara nipu." Katanya tegas.

[][][]

Sepuluh menit lalu bel pertanda waktu pulang sekolah berbunyi, siswa yang setia menguncir rambut kudanya itu sedang menunggu seseorang di gerbang sekolah.

Jika biasanya Sita pulang bersama Andini, kali ini tidak. Adiknya itu sudah pulang lima menit yang lalu di jemput oleh Bagas.

Mata gadis itu berbinar, kala sebuah motor yang sejak lama ia tunggu-tunggu akhirnya berhenti tepat di depannya.

Tanpa menunggu berlama-lama lagi dan tanpa intruksi terlebih dahulu, Sita sudah nangkring di atas boncengan dengan tangan melingkar di pinggang si pengendara.

Kuda besi itu melesat bersama hembusan angin siang itu. Di atas sana, awan rupanya sedang berbaik hati tidak mau melihat manusia merasakan terik panasnya sang surya.

Laju motor gede itu amatlah pelan, hingga Sita dengan kesal mencubit pinggang Juan membuat si empunya meringis tanpa suara di balik helm.

"Kok kayak siput sih, yang cepet dong." Gerutu Sita mencebik.

Mendengar cibiran dari gadisnya, muncul ide jahil di kepala cowok itu. Dengan menarik gas, motor meliuk-liuk di atas aspal, berhasil membuat pinggangnya semakin di peluk erat oleh Sita.

"Jangan ngebut juga!" Teriak cewek itu.

Juan tidak menanggapinya, terbukti dari caranya yang membawa motor masih dengan kecepatan maksimal. Biarkan lah begitu, Juan juga ingin menang dari Sita.

Singgah [TAMAT]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum