EMPAT PULUH DUA

80 7 2
                                    

Happy Reading!

"Gue cinta sama lo."

Empat kata yang keluar dari mulut Alif mampu memunculkan gurat terkejut yang sangat kentara di wajah Sita.

Sita berdeham sebentar, mencoba menormalkan air mukanya. Gadis itu menarik senyum kikuk. "Gue... sor--"

"Peringatan tadi masih berlaku loh," sela Alif, tangannya menumpu kepala dan tatapan fokus kepada sosok di sampingnya.

"Terus gue harus gimana?" ucap Sita frustasi sendiri.

Alif terkekeh kecil, menarik senyum hingga memunculkan lesung di pipinya. "Gue gak niat nembak. Jadi lo gak perlu gimana-gimana?"

"Loh? Kok gitu," Sita makin bingung saja. Umumnya jika seseorang mengungkapkan rasa lebih dari suka artinya 'kan orang tersebut menginginkan sebuah jawaban.

"Nggak enak, Ta, mendem rasa. Bawaannya gak enak apa-apa, kepikiran terus."

Sita yang masih belum faham maksud dari Alif hanya mengangguk saja karena sejujurnya cewek itu bingung akan bagaimana lagi.

"Gue pengen bebas," Alif yang sempat memalingkan wajah kembali menatap Sita. "Apalagi orang yang gue suka nggak bisa move on," lanjutnya.

Sontak Sita melotot, tak terima telah disindir. Dia mencebik, memukul pelan bahu Alif. "Bukannya nggak bisa tapi..."

Karena Sita yang menghentikan kalimatnya, Alif pun semakin gencar menggoda gadis itu.

Dengan kepala yang semakin terarah paa Sita, Alif menaik turunkan alisnya. "Tapi apa hmm?"

"...Belum," ucapnya melanjutkan kalimat yang menggantung.

Alif dengan tampak menyebalkannya gertawa keras, terbahak-bahak sampai lupa tempat jika mereka tengah berada di dalam perpustakaan.

Sampai suara teguran dari Mbak Ayu mengintrupsi keduanya. Alif yang menjadi tersangka langsung bungkam, malu sendiri karena menjadi pusat perhatian pengunjung tempat gudangnya buku itu.

Jika saja ini bukan perpustakaan sudah dipastikan orang pertama yang akan tertawa keras melihat muka malu Alif adalah Sita. Jadi nantikan saja saat mereka sudah berada di luar, cewek itu akan menggoda habis-habisan. Hitung-hitung balas dendam.

"Mampus," tandas Sita sambil menahan tawanya.

Alif mendengus, pemuda itu menegakkan badannya. "Padahal salah lo."

"Lah?" Sita menautkan alis, mengapa jadi dia yang disalahkan. "Kenapa ngalihin salah ke gue?"

"Lo sih lucu banget, 'kan gue gemes," katanya seraya mencubit pipi Sita.

"Aw," Sita meringis, memegangi pipi kanannya. "Lo rese tahu, Lif."

"Rese juga bakal lo kangenin," Alif dengan sejuta kepercayaan dirinya.

"Idih, pede lo overdosis," decih Sita

"Emang faktanya kok."

"Kayak cenayang aja bisa ramal masa depan."

Kedua lengan Alif melipat di depan dada, bersedekap sambil menatap Sita sebal. "Gak percayaan ah, Iip bete."

Sita mengangkat alis, tersenyum miring melihat sikap Alif yang berubah menjadi bocah, apalagi saat memanggil dirinya dengan nama Iip, membuat Sita jadi ingin mencakarnya saja.

"Lo emang mau kemana sampe harus gue kangenin, hah?"

Alif kembali menormal, tangannya diturunkan lalu merogoh sesuatu di saku belakang celananya. "Kesini," ujarnya seraya menyerahkan lembaran brosur.

Singgah [TAMAT]Where stories live. Discover now