⚫Part 4 . |New Version|

794 48 8
                                    

Selamat membaca.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

_________________

‍‍Aku menuruni anak tangga dengan seragam putih abu-abu khas anak SMA yang melekat pada raga ini.

Hari ini adalah hari pertama sekolah atau masa orientasi ku disekolah menengah atas.

"Pagi!" Sapa ku seperti biasa yang hanya dibalas deheman dari seluruh anggota keluarga.

Mata ku menyipit kala menemukan kotak kecil berwarna abu berada di atas permukaan meja yang biasa aku gunakan untuk menyatap makanan.

"Ini------" Ucapanku terhenti kala Ayah memotong kalimat ku.

"Kamu sudah besar jadi jangan bersikap manja, mulai sekarang kamu harus mandiri dan mulai berangkat menggunakan kendaraan mu sendiri." Potong Ayah membuat hati ini menghangat.

"Terima kas-------"

"Jangan berterima kasih! Saya kasih kamu mobil tidak gratis, kamu harus membayarnya." Ucapnya membuat hati ini sersa teriris pisau tak kasat mata.

Memang tidak ada yang gratis di dunia ini, Kencing saja harus membayar bukan?

Aku tak menjawab lagi ucapan Ayah, bila dipikir bakal percuma bila aku berkata, akan semakin membuat suasana hati Ayah menjadi buruk atau memang sudah buruk, aku tidak mau membuat hari semua orang terasa menyebalkan hanya karena aku, apalagi Ayah bisa saja semena-mena pada kariawan di kantor nanti, aku tidak mau egois.

Aku membuka pintu mobil baru yang Ayah belikan untuk ku dengan semangat, meski aku menunjukan gurat yang biasa namun berbeda dengan hati yang berada dalam raga ini, rasanya ada sesuatu yang bermekaran di sana, meski sempat pupus karena ada yang mencabut bunga yang bermekaran itu.

"Fan!" Panggil ku, kedua bola mata ini menangkap adik tiri ku yang nampaknya juga akan bergegas menuju ke sekolah.

Dia menatap ku malas. "Mau apa?  Pamer? Engga perlu. Gue juga bisa beli mobil yang lebih keren dengan penghasilan milik gue sendiri, dasar anak manja!" Aku menatap punggung Raffan yang telah menghilang dari penglihatan, aku tahu bila dia itu sudah bisa menghasilkan uang dengan karya novel yang ia tulis, namun bukan berarti dia bisa mengatakan itu bukan pada ku? Aku tidak bermaksud untuk membuat dia terluka, justru aku ingin sekali dekat dengan dirinya layaknya Kakak Adik pada umumnya, aku tidak masalah jika harus berbagi sesuatu dengannya, apa salah bila seorang Kakak mengajak adiknya berangkat bersama?

Aku segera menyeka sudut mata ini yang sudah mengeluarkan cairan yang paling aku hindari selama lebih dari lima belas tahun. "Jangan nangis! Engga usah cengeng! Mungkin Raffan masih ingin sendiri. " Bisik ku entah untuk menguatakan hati yang terluka atau  penghibur hati yang sudah hancur tak bermakna.


Bola mata ku menatap malas kepada orang yang sekarang nampak berpidato di depan ratusan siswa baru termasuk aku, ini sangat menyebalkan dan membosankan, apalagi aku tidak mempunyai teman disini, semua yang aku temui di sini adalah wajah asing.

"Hai! Diam aja! Engga bosen lo?" Mata ku menoleh malas ke arah orang yang mengajak ku bicara, bila aku lihat dan cermati kembali, dia anak yang cukup tampan namun sayangnya sangat jauh dari tipeku untuk di jadikan teman apalagi gebetan. Meski aku nampak cuek dan masa bodo, diri ini juga seorang gadis biasa pada umumnya yang juga sedang mencari jati diri dan juga darah muda yang masih mencari cinta monyetnya.

"Lirikan mu membunuhku dek,"

FYI. Aku sangat membenci tipe laki-laki yang ada disampingku kini.

Aku kembali menatap ketua osis yang sedang mengeluarkan kalimat yang sangat amat basi, itu lebih baik daripada harus melihat orang yang berada di sebelahku yang menurut diri ini adalah sampah masyarakat, bila Ayah disini mungkin dia sudah mati kutu karena mendengar siraman rohani spesial dari dirinya.

Dari Tanisha Untuk Semua [New Version]✔Where stories live. Discover now