⚫Part 43. |New Version|

726 30 2
                                    

Selamat membaca.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

_________________

‍‍‍"Tanisha?!" Aku yang tadinya sedang fokus memakan makanan yang berada di hadapanku seketika terhenti lalu tersenyum kepada orang yang memanggil nama ini barusan.

"Hai La apa kabar?" Tanya ku kepada Viola.

"Baik, tadi gue ke rumah lo, lo nya engga ada eh malah ketemu disini."

"Iya habis ke makam Nenek, eh yuk duduk dulu!" Ajakku yang diindahkan oleh si empu.

"Mau pesen apa?" Tanyaku basa-basi

"Engga perlu, entar aja."

Viola menatapku dengan gugup. "Sha maaf ya gara-gara ucapan gue waktu itu lo harus pergi dari sini, maafin gue. Pasti hati lo sakit banget waktu gue ngomong gitu, gue minta maaf"

Aku tersenyum melihatnya lalu menggeleng membantah perkataan yang ia katakan. "Engga La, aku pergi bukan karena itu, aku juga perlu berobat di sana, jadi kamu engga ada sangkut pautnya sama ini."

"Gue tetep engga enak aja, tapi gue senang dan lega karena lo baik-baik aja, dan ini calon lo? Kata Mama kalian mau nikah?" Tunjuk Viola kepada Nehan.

"Iya namanya Nehan, Nehan ini Viola sepupu aku."

"Nehan."

"Viola."

"Sayang aku cariin ternyata kamu disini." Kedu bola mata ini terfokus melihat sesosok pria yang tiba-tiba datang menghampiri meja kami.

"Iya tadi aku lihat ada sepupu aku jadi langsung pergi, maaf ya?" Dengan adegan yang aku lihat bisa disimpulkan bila Viola dan Pria itu mempunyai hubungan lebih dari sekadar teman, lalu bagaimana dengan Ghafi? Apa mereka sudah putus? Lalu apa mereka putus karena kepergian aku? Aku jadi tidak enak bila mereka putus gara-gara aku.

"Eh iya! Sha kenalin ini tunangan gue namanya Ben, dan Ben kenalin ini sepupuku namanya Tanisha dan ini calon suaminya namanya Nehan." Sedikit kaget tentunya saat Viola memperkenalkan Ben dengan sebutan tunangan.

"Oh ini tunangan kamu? Terus Ghafi? Aku kira kamu masih sama dia? Eh Ben silakan duduk." Tanyaku setelah saling berjabat tangan.

"Kami putus waktu kuliah gitu, dan akhirnya gue sama Ben." Jelasnya.

"Tapi kalian putus bukan karena aku kan?" Tanya ku was-was.

Viola tertawa kecil menanggapinya. "Apaan sih, ya enggalah!"

Lega. Satu kata yang mendeskripsikan perasaan ku kini, setidaknya aku memang bukan sebuah alasan mereka berpisah bukan?





🔥🔥🔥

Aku menautkan alis bingung karena bola mata melihat sebuah mobil asing terparkir apik di halaman rumah.

Tak mau ambil pusing aku melanjutkan langkah tertundaku ke dalam rumah.

Aku menggigit bibir bawah saat menemukan banyak orang yang nampak duduk dan berbincang di ruang tamu, aku mengira bila mereka itu teman atau rekan kerja Ayah yang berkunjung, namun saat langkah ini persis berada di tengah-tengah kebersamaan mereka tubuhku serasa kaku dan senyum yang tadi aku terbitkan seketika menghilangkan digantikan wajah datar yang nampak kaget melihat pemandangan yang terpampang.

"Ini Tanisha, kemari Nak duduk disini!" Aku masih belum beranjak meski Ayah sudah menyuruhku.

Mata ini tetap pada fokusnya, menatap orang yang selama ini membuat diri mati penasaran, membuat hati ini terasa hancur karena mendengar kalimat yang terlontar dari bibir merahnya. "Ayo Sha!"

Aku menatap tidak percaya dengan perlakuan Ayah yang tanpa beban menuntunku untuk duduk di sebelah orang itu.




Hening.




Aku tidak mengeluarkan satu patah kata atau niatan untuk memulai, sedangkan semua orang yang duduk di ruangan ini nampak menatap penuh harap ke arah ku seolah menunggu kalimat yang akan aku katakan.

Sebuah telapak tangan tanpa aku minta mendarat di atas permukaan pipi ini lalu membelai lembut.

Aku menutup mata merasakan sensasi yang sangat amat langka dan yang selalu aku impikan sedari aku kecil dulu. "Kamu mau nikah?"

Aku diam tidak menjawab apa yang beliau katakan, lidahku kelu, hati serasa tidak percaya, dan raga? Seakan mati kutu karenanya.

"Maafin Mama ya Sha, maafin Mama., karena Mama kamu harus ngelewatin semua ini, maafin Mama kamu yang egois ini. Mama minta maaf." Aku menutup mata guna meredam emosi dan perasaan luar biasa yang tidak pernah aku rasa.

Untuk kali pertama, aku mendengar suara isakan dari orang yang dulu mengandungku selama sembilan bulan.

"Mama tahu kesalahan Mama engga patut dimaafin, tapi apa yang bisa Mama lakuin selain meminta maaf? Mama minta maaf Sha." Orang yang menyebut dirinya sebagai Mama memeluk tubuh diri ini dari samping.

Sekuat tenaga aku menahan tangisan yang terus mendobrak dinding pertahanan, namun akhirnya aku menumpahkannya juga karena aku memang tidak sekuat itu. "Mama kenapa baru datang? Mama engga mau jengukin aku waktu aku sakit? Mama engga tahu perasaan aku gimana? Mama pernah tahu engga kalo aku juga butuh sosok Mama. Aku engga sekuat yang Mama--- kira."

"Mama minta maaf, Mama takut kalau Mama ke sana kamu malah ngusir Mama, Mama takut kamu benci Mama, karena Mama bukan Ibu yang baik buat kamu,. Bahkan saat kamu menangis karena butuh pelukan Mama---- Mama engga ada buat kamu, Mama udah menelantarkan anak Mama sendiri,---- Mama takut kamu benci Mama, Mama engga mau denger kata benci langsung dari mulut kamu, Mama engga sanggup." Tangis Mama pecah saat itu.

"Ma, justru saat itu aku benar-benar butuh Mama, aku butuh pelukan hangat Mama, aku butuh kata penyemangat dari Mama, dan aku butuh sosok Ibu kandung buat aku Ma. Aku juga seorang anak yang engga bisa mengelak kalo butuh sosok Ibu, aku butuh Mama, dari dulu setiap aku ulang tahun aku selalu berdo'a biar bisa dipeluk Mama, aku berdo'a biar Mama bisa nemenin aku saat aku sakit, impian aku sederhana Ma, tapi kenapa susah buat  mengabulkannya?"

"Mama minta maaf. Mama tahu kalo Mama udah bikin kamu terluka, Mama minta maaf." Isaknya.

Aku memeluk balik Mama dengan erat, menyalurkan rasa rindu di dalamnya, kami menangis bersama di dalam pelukan itu. "Maafin Mama, Mama minta maaf.." Bisiknya sembari mengecup kepala ku dengan sayang.

"Aku sayang Mama, Mama jangan ninggalin aku lagi, aku mau Mama disini, aku mau Mama."

Mama melepaskan pelukan itu lalu menatap ku dengan derai air mata.

"Kamu cantik, dulu saat pertama kali Mama peluk kamu, kamu masih merah dan kecil. Kecil sekali, sekarang? Kamu udah besar, bahkan sebelum Mama puas peluk kamu, kamu udah ada yang minta, maafin Mama yang engga pernah ada buat kamu. Maafin Mama,"

Aku menghapus air mata di sepanjang wajah Mama lalu tersenyum. "Yang penting itu sekarang Mama ada disini buat aku, aku sayang Mama, Mama jangan pergi lagi ya?"

"Engga, Mama disini buat kamu, buat anak Mama."
















Semua rasa sakit  yang ditimbulkan hati itu obatnya hanya satu.
IKHLAS.

|
Dari Tanisha untuk semua.




---------------------------
Salam.
VK

Dari Tanisha Untuk Semua [New Version]✔Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz