⚫Part 42. |New Version|

631 24 0
                                    

Selamat membaca.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

_________________
‍‍Dengan sabar aku memasukkan makanan ke dalam mulut Ayah.

Aku cukup senang karena akhirnya beban yang senantiasa menghantui diri ini sudah hilang dan pergi.

Untuk kali ini aku cukup sangat amat bersyukur karena semua yang sempat aku impikan menjadi kenyataan.

"Kamu udah minta restu sama Mama kamu?" Tangan yang tadinya mengaduk makanan seketika terhenti kala Ayah menyebut seseorang yang dulu selalu aku bela dengan jiwa dan raga.

Bukannya aku tidak mengingat dirinya, justru aku sangat ingat kepadanya karena mau bagaimanapun beliau adalah orang yang membawa diri ini ke dunia, namun aku tidak mau munafik kepada diri ini ataupun orang lain lagi, aku tidak bisa menyembunyikan bila aku sangat amat kecewa dengan dirinya. Entahlah aku rasa diri ini masih belum sepenuhnya mengikhlaskan.

Tangan Ayah mengenggam tangan ini, aku menaikkan kepala menatapnya dengan mata berkaca. "Jangan nangis lagi oke? Kemari!" Ayah menyuruh ku naik dan duduk di sebelah lalu merengkuh tubuh ringkih ini dengan lembut sembari menciumi puncak kepala.

"Mau bagaimanapun dia tetep Ibu kandung kamu, Ayah tahu kamu kecewa tapi yang perlu kamu ingat bila orang tua tidak akan bisa melukai anaknya terlalu dalam, Mama kamu juga pasti punya hati." Ayah menjeda ucapannya. "Kamu juga tidak tahu bukan apa yang membuat dia engga mau ketemu kamu? Layaknya Ayah kamu ini yang malu----" Nada suara Ayah sedikit bergetar kala mengatakan hal itu. "Mungkin dia juga, hati itu rumit untuk dipahami Sha." Aku tidak merespon, hanya menangis dalam dekapanya.

Yang Ayah katakan memang benar, mungkin beliau ada something yang membuatnya enggan meski hanya untuk berjumpa, aku memang tidak bisa asal menilai karena aku tidak mau mengulang hal yang sama untuk kedua kalinya.

"Nehan kemana?" Ketara sekali Ayah mengalihkan topik pembicaraan.

Aku bangun lalu menghapus sudut mata ini. "Hem, makanan Ayah belum abis, Ayah lanjut makan ya?!" Aku turun lalu menyuapkan makanan itu.

"Nehan mana?" Ulangnya.

"Dia pulang ke Surabaya ketemu keluarganya."

"Kamu benaran mau menikah sama dia Sha? Ayah kira kamu cinta mati sama Rayan."

Aku tertawa kala mengenang hal itu. "Waktu itu aku masih ABG Ayah, jangan di bahas, aku malu."

"Hahahhaha, kamu sampai membuat para bodyguard Ayah babak belur."

Aku mendengus kasar. "Ayah!"

"Emang kamu udah yakin mau nikah sekarang?"

Aku tersenyum lalu mengangguk mantap. "Kasihan Nehan udah tua." Kekehku membuat Ayah ikut tertawa.

"Memang dia umur berapa?"

"Dua puluh delapan tahun." Aku terdiam sejenak lalu menatap Ayah. "Ayah engga suka sama Nehan?"

"Hem sepertinya putri Ayah ini sangat menyanyangi dia ya? Kalau kamu suka Ayah bisa apa? Kamu bahagia Ayah juga bahagia."

Aku memeluk perut Ayah. "Aku takut Yah."

"Kenapa? Dari yang Ayah lihat dia juga sangat mencintai kamu, apa kamu takut kejadian Rayan terulang kembali?"

Aku berdecak yang membuat beliau tertawa. "Itu lain perkara,  aku takut nanti pernikahan ini hancur di tengah jalan,"

Ayah mengelus rambut ini. "Pertengkaran memang akan ada, bukannya hidup tidak akan selalu lurus dan mulus, jadi apapun masalahnya kalian diskusikan, kalian bicarakan, dan yang pasti kalian harus saling percaya.

Dari Tanisha Untuk Semua [New Version]✔Where stories live. Discover now