Chapter 1

33.9K 3K 84
                                    

-- BATAS KAGET --

Rugby bersusah payah melepas cengkraman Gavin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rugby bersusah payah melepas cengkraman Gavin. Tatapan tajam laki-laki itu menunjukkan keingintahuan akan kalimat yang keluar dari mulutnya. Sialan! Rugby mengumpat berulang kali dalam hatinya. Kenapa Edibel... argh! Dia bisa gila!

"Jelasin sekarang Rugby," paksa Gavin tak sabar.

"Nggak ada yang perlu dijelasin. Gue sibuk," tolak Rugby. Kali ini, dia berhasil menyingkirkan tangan Gavin dari lengannya berkat buket bunga mawar yang dia pukulkan pada tangan Gavin. Segera setelah berhasil meloloskan diri, dia meninggalkan Gavin. Sialnya dia terpaksa berhenti karena Gavin kembali meraih tangannya.

"Apa lagi sih? Gue mau ke bawah. Kalo lo dateng ke sini cuma untuk jelasin alasan pernikahan kita batal, lebih baik simpan aja sampai mati. Gue nggak mau dengar—"

"Kenapa sih kamu selalu simpan semua hal sendirian? Apa terlalu berat untuk sekadar bilang?" potong Gavin mulai kesal.

"Iya, susah. Puas?"

Rugby kembali memukul wajah Gavin dengan buket bunga yang masih berada dalam genggaman. Tepat saat Rugby memukuli Gavin, pintu kamar hotel terbuka. Edibel meninggalkan kamar dalam keadaan pintu diganjal sepatu heels-nya yang akan dipakai nanti. Tidaklah sulit membuka pintu yang sudah terbuka sedikit.

"Waduh! Masa sepupu gue disabet pakai bunga sih. Udah kayak kambing aja. Parah banget lo!" seru Marco, yang dengan cepat menarik Gavin mundur dan membiarkan Zidane menghentikan Rugby.

Rugby menatap tajam Marco. "Kenapa? Lo mau gue sabet pakai bunga? Atau, gue lempar ke bawah?"

"Galak amat mirip emak-emak diserempet mobil. Jangan galak-galak kenapa sih By nanti Gavin makin terangsang," balas Marco setengah bercanda. Zidane menahan tawa mendengar candaannya.

Rugby melempar buket bunganya kepada Marco tapi laki-laki itu berhasil menangkap bunganya.

"Nggak kena! Rasain lo!" Marco menjulurkan lidah. Hal ini menimbulkan kekesalan Rugby. "Gavin, ayo cabut. Ngapain sih masih di sini orang si Rurug lagi galak kayak diputusin pacar. Serem tau," bisik Marco.

"Iya, pergi sana. Gue udah bahagia nggak ada lo jadi nggak usah muncul lagi. Anggap aja yang udah berlalu nggak pernah terjadi," ucap Rugby dengan tatapan menyalak.

Marco berbisik, "Kita culik aja deh, Gav. Minta ditoyor banget nih mantan lo. Jadi gue yang emosi."

"Lo bawa pergi sekalian dua kunyuk ini. Jangan sampai gue guyur pakai air panas biar melepuh tuh mulut berisiknya," seru Rugby. Sontak, Marco dan Zidane menutup ngeri bibir mereka dengan tangan.

"Aku nggak mau pergi sebelum kamu bilang kenapa nggak jujur soal itu," ucap Gavin masih memaksa.

"Buat apa gue bilang? Lo sendiri nggak cari gue."

"Gimana mau cari kalau tiap aku tanya semua keluarga kamu nggak ada yang tahu keberadaan kamu. Aku mau cari ke mana? Datang ke cenayang? Apa kamu nggak tahu seberapa frustasinya aku cari kamu ke mana-mana? Apa kamu pernah pikirin itu?"

Hello, Ex-Boyfriend! (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now