Chapter 4

25.3K 2.6K 150
                                    

Part ini disponsori lagu Ost Princess Hours - I'm Fool<3

"I was a fool. I was a fool. My regrets were too late too. I know that it can't be turned back.
I know that I can't see you too. I was so wrong, I'm so sorry.
I didn't get to say then, instead I was just being rotten.
So I'm here now pleading for forgiveness with worry
I'm a fool."

( I'm Fool - OST Princess Hours)

-

-

-- Selamat Membaca --

Shanen, Evita, dan Arjuna saling melempar pandang ketika melihat Rugby masuk ke dalam dengan wajah kesal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Shanen, Evita, dan Arjuna saling melempar pandang ketika melihat Rugby masuk ke dalam dengan wajah kesal. Jika sudah begini mereka yakin kalau perbincangan dengan Gavin tak berjalan lancar.

"By, tadi Rafdi sempat mampir ke sini terus dia bilang mau telepon lo sekitar jam sepuluh," ucap Evita. Bukannya jawaban yang didapat, Rugby hanya mengangguk tak bersemangat sambil melangkah masuk ke dalam kamar tamu.

"Gimana tuh? Coba kalian urus Rugby dulu," kata Arjuna.

"Sebentar ya, Sayang." Shanen bangun dari tempatnya, lalu bergegas menuju kamar tamu bersama Evita. Begitu tiba di ambang pintu yang sedikit terbuka, dia mendapati Rugby menangis. "Kenapa nangis, By?"

Evita masuk ke dalam kamar lebih dalam, diikuti Shanen. Mereka berdua duduk di bibir ranjang. Selama beberapa menit, mereka mendengarkan Rugby menangis. Setelah hanya diam tak bersuara, Rugby mengubah posisinya menjadi duduk.

"Kenapa, By?" tanya Evita, dengan nada sedikit lebih lembut.

"Apa sih yang kalian berdua bahas sampai begini?" sambung Shanen.

Rugby menyeka air matanya lebih dulu dengan punggung tangan. Menit berikutnya dia mulai menceritakan semua hal yang diperbincangkan dengan Gavin. Baik Shanen maupun Evita menyimak sebaik-baiknya.

"Gue nggak bisa menyalahkan lo di sini. Kalian sama-sama salah. Tapi, kita semua akhirnya tau kenapa Gavin membatalkan pernikahan. Seenggaknya dia udah jujur sekarang. Masalah kenapa lama banget baru jujur, mungkin dia butuh waktu." Shanen mengutarakan apa yang ada di kepalanya setelah mendengar semua cerita Rugby dari A sampai Z. Ketika menyadari perubahan wajah Rugby seolah tidak setuju dengan semua komentarnya, dia menambahkan, "Bukan cuma lo yang terluka, By. Gavin juga. Kalo lo menanyakan di mana titik kesalahan lo, itu ada pada saat lo nggak jujur soal keguguran. Kenapa harus menghilang? Kenapa nggak bilang?"

"Gue setuju sama Shanen. Waktu lo hilang terus Gavin kelimpungan, belum lagi soal surat pemeriksaan yang menyatakan dia sakit kanker. Di saat dia butuh seseorang, lo malah hilang. Bukan mau membela dia, tapi lo nggak boleh egois," timpal Evita.

"Gini ya, By. Seseorang pasti pernah buat kesalahan. Siapapun itu. Soalnya nggak ada manusia yang sempurna. Kalo Gavin muncul untuk minta maaf, kenapa lo harus menghindar? Tapi lo nangis begini udah menunjukkan kalo sebenarnya lo sedih karena tahu hal yang seharusnya udah diketahui dari dulu. Sikap lo ini terkesan ngambang. Di satu sisi lo kelihatan sebel banget kalo di depan dia, tapi sisi lain setelah nggak ketemu malah nangis. Lo harus memaafkan Gavin. Suka atau nggak suka, lo harus ingat kalo nggak cuma dia yang salah. Lo juga," lanjut Shanen, yang diikuti anggukan setuju Evita.

Hello, Ex-Boyfriend! (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang