Sekeping Buket

1.2K 218 21
                                    

Halaman belakang yang disulap menjadi tempat resepsi itu mendadak ramai. Renjun diam saja, sibuk meminum lemon tea dan sibuk menyadari kalau tempat itu penuh warna putih dan biru muda.

Tidak buruk.

Pemuda itu memakai mantel panjang abu-abu, lantas menggumam dan mengangguk-angguk. Renjun suka warna biru muda dan hampir seluruh barang di kamarnya berwarna itu. Namun bukan itu yang menarik perhatiannya lagi, melainkan laki-laki yang baru saja berdiri di sampingnya, cepat-cepat merebut gelas dan meneguk isinya sampai habis.

"Kamu terlambat."

"Heh? Eh iya, tadi aku harus mengantar pemimpin redaksi ke Incheon."

"Ke bandara?"

Laki-laki itu mengangguk, "Ingin menemui penulis itu sendiri katanya."

"Pemimpinmu ke Hongkong? Hebat sekali dia."

Jaemin, yang masih sedikit terengah, memakai setelan hitam yang dipilihkan Renjun beberapa waktu lalu. Pemuda asal Tiongkok itu bilang kalau penampilan mereka harus serasi dan dia tak punya pilihan apa-apa. Toh, asal dia tampan di hadapan Renjun itu tidak masalah.

"Iya. Padahal sudah jelas kalau Kim Jongin ingin menghindari dia, yah semoga saja tekad pemipin redaksi menyentuh hatinya," Jaemin mengedikkan bahunya.

"Sombong sekali sih Kim Jongin itu," Renjun mencibir.

"Eh? Bukannya kamu suka baca novelnya?"

Renjun mengangkat alis, "Memang, tapi tidak dengan wajah dan kelakuannya yang dingin itu."

Lawan bicaranya hanya tersenyum tipis membarengi suara pembawa acara yang menghentikan obrolan mereka, tentu saja diiringi sorakan dari sedikitnya enam puluh persen tamu undangan yang cepat-cepat menuju depan panggung, di mana dua mempelai sedang berada.

Oh acara itu rupanya.

"Kamu tidak ikut kesana? Lumayan kan dapat buket gratis."

Renjun berdecak, dia tidak mau repot-repot berdesakkan dengan manusia-manusia yang bisa berubah ganas hanya karena mitos karangan bunga. Pikirannya masih sibuk mengagumi tempat ini, ide pesta seperti ini bagus juga, sedikit sesuai tipenya sebetulnya.

"Jaemin-ah, daripada menyuruhku ikut begituan bisakah kamu mengambilkan lemon tea lagi? Punyaku kan dihabiskan olehmu."

Jaemin nyengir lalu menggandeng tangan Renjun ke stan minuman.

"Lagipula kalau aku dapat bunganya menjamin akan cepat menikah?"

Sindiran itu membuat Jaemin menghentikan langkahnya dan berbalik, tersenyum geli lantas menepuk kepala Renjun gemas, "Kode huh?"

"Dasar tidak peka."

Kesal juga sebenarnya melihat Chenle, juniornya di bangku sekolah, telah menikah lebih dulu dengan konsep pernikahan impian Renjun. Dirinya malah bersanding dengan laki-laki macam Jaemin yang lebih sayang pada pemimpin redaksi ketimbangnya

"Sabar dong sayang, setidaknya aku harus mengumpulkan jutaan won lebih dulu untuk meyakinkan ayahmu, hm?"

"Alasan," Renjun mencibirnya.

Lalu terdengar suara keras si pembawa acara yang sedang memberi aba-aba.

"Satu!"

Jaemin menyentuh pundak Renjun, "Tidak juga, setidaknya ayahmu yakin aku sanggup memberimu kebahagiaan."

"Dua!"

Manik netra keduanya bertemu. Perlahan kedua tangan Jaemin turun dari pundak kekasihnya, beserta senyum meyakinkannya. Renjun lantas melepas pandangan dan melirik Chenle, yang bersiap melempar buket miliknya.

"Tiga!"

Tepat setelah itu keadaan kacau. Orang-orang yang sudah mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi, serta-merta melotot. Si pembawa acara membuka mulutnya lebar-lebar. Bahkan Jisung melongo melihat lemparan pasangannya itu. Aneh? Bukan. Chenle malah tersenyum lebar merasa lemparannya menakjubkan.

Renjun lebih terkejut lagi. Semua tatapan menuju arahnya dan Jaemin.

Sebab demi Poseidon dan seluruh isi laut! Na Jaemin menangkap buket itu!

Jaemin menelisik buket yang dirangkai dari tulip dan baby's breath itu bermenung-menung. Pemuda itu terperangah juga karena entah kebetulan atau tidak, incaran (banyak) orang lain jatuh ke dekapannya.

Seketika Jaemin menoleh, melihat Renjun yang masih menatapnya terheran-heran. Hatinya bergetar. Bunga itu sama seperti Renjun. Indah.

Indah sekali.

Detik berikutnya, tanpa aba-aba, tak ada yang menyangka. Bak waktu yang sengaja dihentikan oleh suatu kekuatan tak kasat mata. Jaemin berbalik menghadap Renjun, berlutut di hadapan kekasihnya dan menyodorkan buket itu dengan senyuman super tampan di wajah.

"Huang Renjun, setidaknya ini jaminanku. Kamu boleh memukulku sampai mati kalau aku tidak menjadikanmu pengantin paling bahagia di kemudian hari."



Tamat.

From Paradise Lost ✧ Jaemren | RenminWhere stories live. Discover now