Reuni

965 139 19
                                    

Jaemin memandang lekat-lekat figur yang baru saja duduk di sampingnya, bola matanya bak dipaksa tertarik untuk mengamati objek yang menurutnya memang indah itu. Jikalau bola mata Jaemin terbuat dari magnet sudah pasti orang itu adalah medan magnet terkuat di dunia. Dunia Jaemin tentunya.

Renjun berbau teh dan samponya wangi stroberi, menoleh, mengerutkan keningnya lalu tersenyum lebar-lebar, "Terpesona padaku, Jaemin?"

Jaemin tak lantas gelagapan atau menggaruk tengkuknya canggung. Dia balas tersenyum percaya diri, "Bagaimana kamu bisa semakin menawan? Semuanya bertambah tua dan kamu masih sama, ah tidak, kamu sekarang lebih dari yang dulu."

Sayangnya Renjun juga tidak ingin terperangkap begitu saja, "Kamu juga sama seperti yang dulu. Rayuanmu masih rendahan."

Mereka tertawa pada diri masing-masing. Jaemin bersumpah separuh pernyataannya adalah kebenaran, tetapi tak masalah dianggap perayu. Mungkin karena pengaruh udara dingin, di temaram cahaya yang masuk ke dalam mobilnya, Jaemin melihat Renjun merona.


Sepuluh menit lalu.

Acara reuni sudah berakhir sekiranya lima belas menit yang lalu. Renjun masih berdiri dengan kegusaran yang nampak jelas di wajahnya. Teman-temannya sudah pulang sejak tadi, entah dijemput kekasih atau diantar mantan pacar. Sementara dia tak kunjung punya pasangan yang bisa diajak berkenalan dengan orang tuanya atau sekadar membahas tanggal pernikahan. Sialnya, Renjun masih berdiri sambil memeluk lengan, kedinginan di depan kafe gaya lama tempat reuni dengan teman sekelas saat sekolah menengah atas berlangsung. Dia yakin sudah menelepon taksi untuk mengantar pulang ke rumahnya yang hangat, siap menghempaskan diri di atas kasurnya yang nyaman. Namun, sedari tadi tak ada satu pun yang datang. Renjun berkesah sembari menendang-nendang kerikil kecil yang kebetulan berada di depan kakinya.

Renjun sedikit menyesal menolak tawaran Jeno dan Donghyuck yang berbaik hati memberinya tumpangan. Mau bagaimana lagi, Renjun telanjur tak enak hati mengganggu malam sejoli itu, ditambah fakta arah rumahnya yang memutar jauh dari tujuan mereka.

Teman-temannya yang lain pun hanya berlalu tanpa memberi tawaran. Tentu siapa yang mau diganggu saat akan menghabiskan waktu lebih banyak dengan teman lama atau membereskan urusan dunianya yang tertunda semata-mata karena reuni.

Suara klakson mobil mengejutkan Renjun. Kedua alisnya terangkat penasaran, tubuhnya membungkuk untuk mengetahui siapa yang ada di dalam mobil keluaran terbaru itu. Bola matanya nyaris keluar begitu si pengemudi menurunkan kaca mobilnya, membuat sepasang netranya yang jernih bertemu pandang dengan Renjun.

Renjun mungkin bisa kehabisan napas sebelum dia ingat untuk menarik napasnya kembali, saking sibuknya mengingat-ingat siapa sosok yang kini tengah tersenyum amat lebar padanya.

Tidak. Renjun mana mungkin lupa. Dilihat sekali pun dia ingat, siapa yang tengah dipandangi lekat-lekat saat ini. Dirasa sekali pun dia ingat, siapa yang membuat jantungnya berdegup cepat hingga saat ini.

Na Jaemin. Mantan pacarnya saat masih sama-sama di tingkat dua. Jaemin yang dulu berbeda kelas, membuat Renjun acap kali mencuri pandang tiap hendak ke ruang kesehatan. Jaemin yang rupawan membuat Renjun kerap menyentil dahinya sendiri, memastikan sosoknya bukan bunga tidur semata. Kekasih pertamanya. Cinta pertamanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

From Paradise Lost ✧ Jaemren | RenminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang