Simple

689 113 1
                                    

Mereka sederhana. Hanya berbaring di atas rumput dan menikmati musim semi bersama. Lupakan sedikit masalah dunia yang memusingkan, tugas-tugas kuliah memuakkan, omelan profesor botak yang menyebalkan, dan perasaan yang remuk hingga ingin memuntahkannya. Sebut saja efek dari cinta yang sudah pasti bertepuk sebelah tangan.


"Kudengar Donghyuck akhirnya berkencan dengan Jeno kemarin."

Renjun mengatakannya dengan mata yang masih fokus pada awan berbentuk anak anjing yang tengah menjulurkan lidah? Entah, Renjun tiba-tiba teringat pada salah satu peliharaan lucu tetangganya.

"Hmm, tenang saja aku kan sudah terbiasa."
Hanya jawaban itu yang terdengar dari Jaemin.

"Yes, akhirnya kamu menemaniku lagi, Jaemin," Tawa Renjun lepas di antara gemeresik daun. Jaemin mendengus kecil sebelum melirik Renjun, cukup selintas sebelum menutup kelopak mata dan seuntai senyum mampir di bibirnya.

Hening menyelimuti mereka kembali. Hanya embusan napas Renjun yang belum teratur karena ledakan tawanya tadi.

"Hey, takdir ini lucu ya?"

Renjun berkata seringan kapas, "Mentang-mentang kita bersahabat dari kecil, bersekolah di tempat yang sama, makan makanan yang sama, melakukan hal-hal aneh yang sama—"

Renjun berhenti.

Tidak. Dia tidak sedang terbawa suasana yang menuntunnya untuk murung. Bagi Renjun, kenyataan ini sama lucunya dengan salah satu adegan drama komedi yang ditonton bersama ibunya semalam. Renjun lupa judulnya.

Jeda itu membuat Jaemin membuka matanya. Penasaran.

"Sampai punya sejarah bertepuk sebelah tangan yang sama. Dari dulu dan selalu."

Kali ini Renjun mengeluh. Memikirkannya lagi, Renjun sedikit merasa sengsara akan fakta itu. Hiperbolis memang. Mungkin di dunia paralel —kalau ada, Renjun sih yakin itu ada, dia sudah menghabiskan tiga jam diskusi topik itu dengan Jisung— Renjun yang lainnya adalah aktor yang menyabet penghargaan peran pendukung terbaik. Sebut saja hasil kerja keras memainkan pemeran utama kedua yang nasibnya menyedihkan melulu.

Sementara Jaemin tertawa kecil menanggapi pernyataan Renjun.

"Kita tidak akan punya kekasih kalau begini terus. Kalau sudah tua tidak akan ada yang suka denganku, kulitku akan mengeriput."

Katakanlah Renjun pengidap hopeless romantic, sedikit memang. Angan-angan dan standar kisah cintanya mirip dengan dongeng sebelum tidur anak kecil yang berakhir dengan bahagia selamanya. Ah, Renjun mengakui dirinya jadi sedikit melankolis.

Jaemin akhirnya menoleh, mungkin menyadari sekelebat nada suara berbeda Renjun. Jaemin tampak berpikir sebentar, lantas mengamati mata Renjun yang berkedip terlalu pelan dari biasanya, hidung bangir yang tidak dipungkiri cukup menawan, dan surai merah muda yang serasi dengan latar belakang mereka saat ini. Jaemin sempat ingin mengeluarkan ponsel dan memotret Renjun. Hitung-hitung mengenang gambaran yang menyenangkan untuk dipandang ini.

Ditelannya keinginan itu dalam kepingan, terdorong oleh lisannya yang bekerja tidak seirama dengan sisi rasional (atau memang rencana terpendam?) milik Jaemin.

"Kalau kita tidak menemukan seseorang lagi—"

"Sulit menemukan lagi, Jaemin."
Perkataan Jaemin terputus oleh Renjun.

"—bagaimana kalau aku saja yang menikah denganmu?"
Jaemin melanjutkan kalimatnya. Sekujur tubuh Renjun reflek bergerak, memilih berhadapan dengan Jaemin.

"Sesederhana itu?"

"Ya, apa lagi memang?"

"Kita bisa hidup hanya seperti itu?"

Renjun memicingkan mata, ingin mengintimidasi dengan tatapan menyelidik miliknya. Jaemin menjulurkan tangan, jemarinya mengelus perlahan kelopak mata Renjun. Gerakan itu membuat Renjun tak lagi melempar pandangan (pura-pura) tajam yang dibuat-buat, alih-alih turut memandang Jaemin yang lebih dulu melakukannya.

"Tenang saja, setidaknya langit ini masih baik mau memayungi kita berdua."

Jaemin mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum jenaka.

Lalu mereka berdua tersedak karena tawa mereka yang panjang setelah itu.





Tamat.

From Paradise Lost ✧ Jaemren | RenminWhere stories live. Discover now