20. Perampas Kebahagiaan

5.3K 314 26
                                    

Matahari pagi menyinari kamar seorang gadis cantik melalui celah gorden berwarna pastel yang terbuka. Aluna baru saja memakai seragamnya dan kini ia tengah duduk dikursi rias, menyisir rambut yang panjangnya sepunggung, dan mengikatnya menjadi satu.

Ponselnya yang berada diatas tempat tidurnya berdering nyaring, selintas ia menengok pada jam yang menempel di dindingnya. Pukul 06.15 pagi. Aluna segera mengambil ponselnya, melihat nama orang yang tertera dilayar ponselnya, ia menahan senyumnya.

"selamat pagi". Kata Aluna dengan senyum yang lebar,

"pagi". Balas Benua,

"dimana?". Lanjut Benua,

"di rumah, masih iket rambut". Jawab Aluna seraya merapikan rambutnya, matanya menatap cermin, dan senyumnya tak hilang dari tadi.

"mau dijemput?".

"nggak usah Benua, nanti kamu telat". Jawab Aluna

"tunggu, 15 menit".

Setelah mengatakan itu Benua memutus sambungan teleponnya sepihak, membuat Aluna menautkan kedua alisnya. Lalu ia mengangkat bahunya, dan lekas berdiri, mengambil ranselnya berwarna cream lalu membawanya turun keruang makan.

"selamat pagi nona Aluna".

Aluna tersenyum canggung, kehadiran pak Kiman yang masih berjalan kurang dari satu minggu membuat dirinya belum terbiasa, namun tak mengelak kalau pak Kiman ini orangnya sangat baik dan humoris. Pria yang berusia hampir berkepala lima ini terkadang membawakan kue buatan isterinya dari rumah, bahkan tak jarang isterinya datang sendiri untuk memberikan Aluna hanya sekedar makanan ringan.

Aluna cukup bersyukur, masih banyak orang yang baik kepadanya, meski nyatanya ia masih tetap merasakan sebatangkara.

"selamat pagi pak".

Pak Kiman menunduk, beliau baru saja dari dapur, mungkin baru saja sarapan bersama dengan sopir dan asisten rumah tangganya.

"sarapannya mbak Aluna". Tawar bi Ami, Aluna tersenyum. Meletakan ranselnya dikursi sebelahnya lalu menbalikan piring yang menelungkup didepannya, lekas mengambil sedikit nasi putih, sayur dan lauk.

Aluna sarapan sendirian, hanya suara dentingan sendok dan garpu, selain itu tak ada lagi yang menemaninya. Sebenarnya Aluna sudah biasa dengan suasana seperti ini, tapi kalau ia mengingat lagi kalau bundanya sudah tiada membuat dirinya tiba-tiba merasa sesak.

10 menit berlalu, Aluna menenggak air putih yang ada didepannya, lalu melenggang keluar rumah. Di teras, ia masih mengenakan sepatunya, Samar-samar ia mendengar suara pintu mobil tertutup, Aluna mendongak, disana Benua tengah berdiri dengan pak Kiman yang berada didepannya. Terlihat kalau mereka berdua tengah berbincang-bincang entah apa Aluna tak tau.

"mas nya lagi, mau jemput nona Aluna ya?".

Benua tersenyum tipis sebagai jawaban,

Pak Kiman lantas menoleh, lalu berteriak lantang kepada Aluna yang masih mengikat sepatunya.

"Non, mas ganteng sudah datang".

Benua menautkan kedua Alisnya,

"iyaa pak, sebentar". Saut Aluna dari dalam. Benua sedikit melongokan kepalanya, melihat Aluna yang masih sibuk sendiri dengan sepatunya.

Kembali dengan pak Kiman yang menatapnya dengan senyum jail.

"gimana mas? Sudah jadi pacarnya mbak Aluna?".

Benua refleks menoleh pada pak Kiman, ia masih diam. "Kayaknya pak". Jawab Benua,

"kok kayaknya sih mas? Mas digantungin Ya?". Tanya Pak Kiman kepo,

BENALUNAWhere stories live. Discover now