-Part 04-

209 49 23
                                    

He Is Caligynephobia

##

Sekolah bubar, kelas 11 IPS 1 disulap menjadi pasar dadakan. Begitu berisik dan heboh di setiap penjurunya, entah apa yang mereka bicarakan sampai tidak pernah ada habisnya. Badai yang juga sedang memasukkan semua buku-bukunya ke dalam tas menjadi pusing sendiri.

Sejujurnya, ia ingin sekali berteriak menyuruh anak-anak menyebalkan yang selaku teman kelasnya itu untuk diam, tapi untung saja ia masih memiliki kewarasan untuk tidak melakukannya.

Sebagai gantinya, tanpa sadar tatapan sinis nan menghujam dari manik hitam legam miliknya menyusuri satu persatu orang yang masih setia memenuhi kelas. Badai melakukannya memang tanpa dibuat-buat, hanya melihat selayaknya manusia yang punya mata, ia pikir tatapannya tak semenyeramkan itu sampai seluruh penghuni kelasnya perlahan mulai kondusif dan menarik diri dari kelas setelah merasa merinding dengan tatapan Badai.

Dan keadaan sekarang menjadi begitu ironi. Kelas sepi, hanya Badai dan teman sebangku yang gerak-geriknya mencurigakan. Laz seperti linglung, kotak pensilnya bahkan jatuh karena tangannya yang kelewat cekatan. Badai ingin membantu Laz mengutip barang miliknya yang berserakan, tapi kehadiran Evans yang tiba-tiba membuatnya berjengit kaget sampai Laz harus menghentikan kegiatan untuk memastikan apa yang terjadi dengan Badai.

"Hmm ...." Badai sedang mencari kata-kata untuk menjelaskan kekagetannya. Sampai seruan dari arah pintu membuatnya harus menunda.

"Nobita! Wah, mau coba kabur lo? Urusan kita belum selesai ya, sini lo!"

Laz buru-buru mengemasi barangnya dan berlari mengikuti seseorang yang barusan memanggilnya dengan tak bersahabat. Badai menatap dengan penuh tanya sampai bayangan Laz tak terlihat lagi di koridor yang masih ramai itu.

Badai akhirnya ikut beranjak karena kelas sudah sepi. Evans di sampingnya membuka pembicaraan.

"Anak lorong akhir-akhir ini sering banget nyari masalah."

"Anak lorong?" Badai yang masih pendatang baru memang belum tahu menahu mengenai eksistensi sebuah geng yang begitu berpengaruh di sekolahnya bahkan keberadaan anak lorong sudah sangat familiar di kalangan anak muda kota.

"Sebuah geng yang berisi anak-anak paling berpengaruh di Smannus." Badai yang mendengar hal itu mengernyit heran.

"Masih ada perkumpulan kayak gitu di abad 21 ini?"

"Lebay lo, jelas-jelas hal yang kayak gini masih sangat lumrah ada di Indonesia, apalagi di Jakarta." Evans menyelipkan kedua tangannya dibalik saku dengan begitu elegan. Pikiran Badai malah sangat menyayangkan karena hal memesona itu tak bisa disaksikan oleh para cewek-cewek Smannus yang pada nyatanya pemburu cowok ganteng.

Mereka berjalan dengan santai. Smannus tak pernah dalam keadaan sepi sampai pukul lima nanti, anak-anak eksul selalu punya jadwal yang memaksa mereka untuk tetap tinggal.

"Ke perpus." Evans mengajak, tapi terdengar nada datar seolah hanya menyatakan. Badai benar-benar terdiam beberapa detik untuk berpikir.

"Besok gimana?"

"Oke."

Badai menuju parkiran, hampir saja ia berbelok mengambil jalan pintas melewati sebuah koridor pendek bercabang yang terlihat suram. Beberapa waktu lalu ia ketahui jalan itu lebih dekat menuju parkiran daripada harus berputar melewati koridor utama di gedung depan.

He Is CaligynephobiaWhere stories live. Discover now