-Part 34-

121 36 8
                                    

He Is Caligynephobia

##

"Badai!!!" Teriakan itu terdengar nyaris serentak. Laz yang berada tepat di dekat Badai, langsung mendekap tubuh laki-laki itu yang terjatuh dari kursinya sambil terbatuk keras.

Darah segar ia muntahkan berkali-kali, mengenai baju Laz yang berusaha menopangnya dengan erat.

Bu Lin yang telah lebih dulu kembali ikut ambruk ke lantai, meraih Badai dengan lemah. Mereka dihantui rasa cemas dan panik yang teramat saat menyaksikan Badai yang seolah tidak mampu lagi bernapas. Remaja jangkung itu meraup udara di sekitarnya dengan rakus dan mengerang keras, terlihat jelas bahwa ia sedang merasakan paru-parunya kosong untuk waktu yang lama.

"Badai." Samudera melirih, rautnya begitu takut. Samudera tak pernah lagi merasakan perasaan semacam itu setelah sekian tahun berlalu, Badai sahabatnya, ia tak ingin kehilangan lagi. Itu menyakitkan, Samudera merasakan matanya panas dan dadanya sesak, perasaan yang tak pernah ia suka selama ini. Jangan, jangan untuk Badai. Sahabatnya tidak boleh terlihat seperti itu.

"Bu, kita bawa Badai ke rumah sakit!" raung Seroja yang bahkan sudah tak terbendung lagi air matanya.

Laz memberi Badai sedikit ruang, tidak peduli meski bajunya sudah basah dengan darah Badai.

"Bad, Badai. Lo kuat, Bad." Begitu terus yang dirapalkan Laz dengan nada lirih dan bergetar. Laz tak mampu melihat sahabatnya tersiksa seperti itu, kedua tangan Laz bergetar sembari mendekap bahu Badai yang tengah tersengal-sengal.

Bu Lin menggeleng lemah. Tak ada yang bisa dokter lakukan. Wanita itu merintih dalam keadaannya yang tak jauh lebih kuat dari Badai. "Bawa ke kamar Gibran."

Belum sempat mereka bergerak, suara ponsel Seroja menginterupsi, Seroja buru-buru mengangkatnya.

"Ya, Ma?"

"Jojo siuman."

Detik berikutnya, air mata Seroja luruh berdesakan. Ia menatap Badai dan Bu Lin bergantian tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dan mereka samar-samar paham maksud dari tatapan Seroja. Jojo telah kembali.

##

Yang ada di dalam pikiran Gara saat menatap tiga remaja di ambang pintu rumah adalah, ngapain aja mereka ini?

"Kenapa pulang pulang jadi sakit? Main kemana lo pada?" omel Gara sembari menyuruh Laz dan Samudera membantu menuntun Badai ke kamarnya.

Semenjak kembali ke tubuhnya setelah delapan belas jam meraga sukma, Badai tak angkat bicara sama sekali. Mulai dari sore kemarin, Laz dan Samudera yang bergantian menjaga Badai yang tertidur hingga pagi tadi, Seroja terpaksa kembali ke rumah sakit karena desakan kedua laki-laki itu meski Seroja ingin berada di samping Badai sampai ia bangun. Bu Lin ikut memulihkan keadaan, wanita itu kembali memerintah Gibran untuk tidak pulang, meski terdengar ancaman-ancaman sadis dari mulutnya, tapi mereka tahu bahwa semua itu dilakukan demi kebaikan bersama. Entah bagaimana perasaan Gibran jika melihat kakaknya dalam kondisi begitu lemah saat itu.

"Thanks," ucap Badai serak, nyaris tak terdengar. Samudera berdecih, mengapa juga Badai sangat keras kepala untuk pulang di saat kondisinya tak terlihat lebih baik sama sekali.

"Lo telat makan lagi, Bad?" tanya Gara yang muncul dari balik pintu dengan seporsi bubur instan dan obat. Yang Gara tahu, Badai hanya punya riwayat penyakit lambung.

"Hm," gumamnya sambil memberi tatapan peringatan kepada dua sahabatnya. Laz mengambil tempat di ujung tempat tidur Badai, sedangkan Samudera duduk di lantai, tepat di samping tempat tidur.

He Is CaligynephobiaWhere stories live. Discover now