-Part 36-

128 33 4
                                    

He Is Caligynephobia

##

Napasnya memburu, bibirnya kelu kala menyaksikan remaja jangkung itu menahan sakit hingga pada akhirnya pingsan. Yang barusan itu adalah hal paling menakutkan baginya. Ia hanya berpikir tentang bagaimana jika semua sia-sia, wanita itu merasa tercekat dan gelisah sekarang.

Perlahan, dia mendekat, menghapus sungai kecil di pipinya yang samar-samar mulai reda. Menunduk sedikit, ia mampu mendengar dengan jelas napas teratur remaja itu--Badai--yang sepertinya tidur dengan damai kali ini.

Bu Lin mengembuskan napas perlahan, hati-hati ia menarik selimut Badai hingga sebatas dada, bulir-bulir keringat masih melekat jelas di pelipisnya.

Segera setelah itu, dia menarik diri, membuka gorden kamar Badai kembali dan bergegas menuju pintu yang sedari tadi berusaha didobrak oleh Gara, sepertinya pria itu cemas karena teriakan Badai. Begitu pintu terbuka, yang pertama kali didapati adalah tatapan tajam Gara yang menghujam. Pria itu buru-buru masuk diikuti oleh tiga lainnya; Laz, Samudera, dan Seroja.

"Badai!" Gara menepuk lengan Badai dengan hati-hati, tapi tak ada respons. Hal itu sontak membuat Gara menatap satu-satunya orang yang seharusnya bisa menjelaskan apa yang baru saja terjadi pada anaknya.

"Badai sedang dalam masa pemulihan," ucap Bu Lin seolah tahu arti dari tatapan Gara. Wanita itu berdiri di ujung ranjang.

Gara mengernyit, menatap Bu Lin meminta penjelasan lebih karena ia sama sekali tidak paham. Bu Lin menghela napas sejenak, menyimpan kedua tangannya di depan dada dengan mata yang terkunci pada Badai.

"Punggungnya," kata Bu Lin, sedikit ragu mengenai haruskah ia mengutarakan hal ini di depan mereka semua. Tapi menurutnya, tentu saja Gara harus tahu, pria itu adalah ayahnya. Dan tiga sahabat Badai yang ikut andil dalam hal ini, sudah tentu akan semakin kecewa jika Bu Lin ikut merahasiakan hal ini. Bagaimanapun, mereka semua adalah orang-orang penting bagi Badai. "Ada banyak luka di sana. Yang barusan itu adalah efek dari reaksi obat yang saya berikan. Jadi ... Badai aman sekarang." Dalam hati Bu Lin membatin, semoga.

Tapi tidak mudah memberi penjelasan pada Gara, tentu saja, hanya Gara yang tidak tahu-menahu tentang apa yang telah Badai lewati sejauh ini. Sedang Seroja mendapati dirinya yang kembali dilanda cemas, begitupun Laz dan Samudera, berpikir keras mengapa mereka sama sekali tidak menyadari bahwa Badai menyimpan hal ini begitu rapat, padahal setiap saat mereka menghabiskan waktu di kamar itu selama Badai masih belum pulih.

"Kalian nggak perlu khawatir, obat dari Sir Lucky pastilah mujarab," lanjut Bu Lin meyakinkan.

"Apa sebenarnya yang Anda bicarakan?" tuntut Gara. Ia mulai jengkel karena merasa dibodohi.

Bu Lin mulai meringkas jarak, menatap Gara dengan mata tajamnya seperti biasa. Dia berharap dalam hati semoga keputusannya adalah hal yang terbaik untuk Badai.

Langkahnya beku tepat di samping ranjang. Wanita itu menatap mereka satu per satu, menyiratkan bahwa ini tidaklah mudah baginya, mungkin saja Badai tidak menginginkan hal ini, laki-laki itu tidak mau Gara tahu karena ia menyayangi pria itu, ia tak hendak membuat mereka semua cemas terhadap dirinya. Oleh sebab itu, sebelum semua terbongkar, Bu Lin berpesan bahwa apapun yang mereka lihat dan mereka tahu detik ini, jangan sekali pun mengungkap hal itu pada Badai di saat kondisinya belum benar-benar stabil.

"Bersikaplah seolah-olah kalian nggak tahu apa-apa." Itu adalah kalimat Bu Lin sebelum selanjutnya wanita itu menyuruh Gara menyibak selimut serta kaos Badai yang memang berbaring menyamping.

Dan saat itulah, Gara merasa dadanya dicabik-cabik, bagaimana mungkin Badai bertahan. Gara semakin yakin bahwa ia memang telah gagal. Ia tetap akan menjadi ayah yang buruk untuk selamanya.

He Is CaligynephobiaOnde histórias criam vida. Descubra agora