-Part 30-

142 39 11
                                    

He Is Caligynephobia

##

"Enggak!" Suara tinggi sang wanita membuat keempat orang di belakangnya terdiam kaku dan kompak menghentikan langkah.

Wanita itu berbalik seraya menghela napas kesal, menatap empat remaja berseragam yang tak juga jemu merecokinya sejak pagi tadi. "Berapa kali harus saya bilang, saya nggak bisa," desisnya.

"Ayolah, Bu Lin ...." Mereka berharap.

Wanita itu membenarkan letak kacamatanya, ia terlihat menawan dalam balutan kemeja silk sutra baby blue yang tersimpan rapi di dalam rok sempit hitam sebatas lutut, menampilkan kemolekan tubuhnya yang langsing dan tinggi semampai. Bu Lin memang cantik, semua pegawai Smannus mengakuinya. Hanya saja, wanita dua puluh tujuh tahun itu tak tersentuh, ia tidak bergaul dengan pegawai-pegawai muda lainnya, ia juga sering tak akur dengan siswa laki-laki di Smannus. Bu Lin hanya datang untuk menjalankan tugasnya sebagai penjaga perpustakaan, dan tidak akan terlihat lagi setelah jam pelajaran usai meski beberapa pegawai terkadang mengajak berkumpul untuk sekadar menghabiskan waktu bersama.

"For the last, saya nggak bisa dan saya nggak mau tahu tentang masalah kalian. Jadi, jangan ganggu saya lagi setelah detik ini, dan silakan cari orang lain saja." Bu Lin terlihat benar-benar marah, ia langsung meninggalkan koridor dengan langkah cepat, menyisakan suara pantulan hak sepatu hitamnya yang beradu dengan marmer.

"Oke, ayo cari anak indigo lain," usul Samudera mencoba optimis. Mereka sudah berusaha meminta bantuan pada Bu Lin sejak semalam, sepagi tadi pun mereka terus mencoba dan puncaknya adalah sore ini, Bu Lin tidak ingin diganggu lagi.

Badai mengangguk pelan, ia tak yakin dengan usulan Samudera, pasalnya Sir Lucky merekomendasikan Bu Lin bukan tanpa alasan.

Seroja tidak berlatih basket hari ini, pun Samudera tidak bergabung dengan para Anak Lorong di markas meski Richard terus menelepon sejak tadi. Laz sendiri yang sedari tadi diam seolah sedang ada banyak hal yang ia pikirkan. Samudera menepuk pundak Laz guna memberitahu bahwa Badai sudah lebih dulu di depan.

Mereka tiba di rooftop gedung lama, Badai memejamkan matanya sejenak, menetralisir penat pikirannya.

Cukup lama mereka terdiam, memikirkan apa yang bisa mereka lakukan selanjutnya. Badai menyentuh dahinya, menghalau agar poni panjangnya tidak kacau karena tiupan angin. Badai masih merasa ragu dengan bekas luka di sana, ia belum sepenuhnya percaya diri, takut teman-temannya bertanya lebih jauh meski Badai sudah pernah memberi alibi tentang itu.

Seroja tiba-tiba berujar. "Thanks, guys." Nadanya sendu, penuh makna yang hendak ia sampaikan.

"Kita bahkan belum melakukan apapun, Seroja," desah Badai sambil menunduk dalam, Badai mengartikan terima kasih Seroja sebagai tanda bahwa ia menyerah.

"Kalian udah berusaha."

"Seroja." Laz memperingati, ia terlihat tidak suka Seroja menyerah, mereka sudah sejauh itu.

"Hey, Seroja Swastamita, kenapa jadi lemah gini?" tanya Samudera bergurau, mereka sama-sama lelah, sama-sama mulai ragu dengan usahanya, dan sama-sama takut dengan apapun hasilnya. Tapi di sinilah tugas seorang sahabat, mengingatkan ketika salah satu dari mereka mulai putus asa, meski kemungkinan hanya tinggal setetes lagi, tetap saja mereka belum boleh menyerah. "Semangat, yok. Sejak kapan seorang Seroja jadi gampang nyerah kayak gini, lomba makan Paqui sama Richard aja lo menang."

Seroja spontan mengangkat pandangannya pada laki-laki berhoodie Squatident mustard yang sedang tersenyum lebar. Oke, Seroja tertawa mengingat kejadian waktu lalu. "Oce, That's not the same thing," keluh Seroja di sela-sela tawanya.

He Is CaligynephobiaWhere stories live. Discover now