19| Di rumah sakit

988 48 0
                                    

Se bagus-bagusnya rumah sakit, lebih bagusan kalau di rawat di rumah saja, karena kenyamanan itu lebih penting dari yang lain.

🎶🎶

Terra menatap sekeliling ruangannya yang sudah ramai di penuhi oleh anak-anak Wbc. Ia sudah bangun dari tidurnya, karena berisik dari teman-temannya.

"Tuh kan Riri! Terra jadi kebangun. Lo si, berisik banget," seru Renata, pada Riri adik kelasnya, yang santai memakan ciki yang tadi ia ambil di nakas.

"Lo juga sama berisik Kak! Jadi gue mulu yang disalahin, sebel deh," ujarnya, samabil menghentak-hentakan kaki, lalu berjalan ke arah sofa, duduk bersama teman-temannya.

"Ya ampun, bos kita bisa sakit juga nih?" Tanya Lala, terkekeh melihat Terra yang sudah terbangun.

"Ya bisalah Ci! Gue juga manusia kali yang bisa sakit kapan aja. Emang lo kira gue apa hah?" Tanya Terra balik pada Lala, dengan terkekeh juga.

"Gue kira lo demon. Malaikat baik dan jahat," jawab Lala.

"Sialan! Udah bener malaikat baik, malah di ajak juga yang jahatnya." Mereka terkekeh, melihat Terra yang pura-pura kesal.

"Ini lo semua pada bolos?" Tanya Terra pada teman-temannya, yang berada di ruangan sekitar 10 orang. Karena tidak semua anak Wbc hadir menjenguk Terra.

"Gaklah. Kita minta izin, anak baik-baik kan gitu," celetuk Stevani, yang sibuk dengan Renata, yang melihat-lihat tas di onlishop.

"Iya iyadah nak baik-baik mah," jawab Terra.

"Oh iya Ra. Lo mau cobaiin gak? Bolu mahal yang mama gue beli di Singapore?" Tawar Selina, pada Terra. Membuat Terra mengiyakan saja, sedangkan teman-temannya yang mendengar itupun menjerit dalam hati.

"Woi! Palingan itu beli di simpang tiga. Segala di Singapore."

"Di toko emak gue juga ada kali."

"Sombong bener nenek ijem."

Mungkin kalau mereka tidak melihat tempat, sudah mereka ucapkan apa yang mereka bilang dalam hati. Sayang mereka tak ingin memancing keributan di dalam rumah sakit.

Selina mulai memotong-motong bolunya, dan di letakan di atas piring. Lalu diberikan kepada Terra, ia pun menerima dan mulai mencoba.

"Gimana Ra? Enak?" Tanya Selina, menunggu jawaban.

"Enak Sel," jawab Terra sekenannya. Membuat Selina yang mendengar itupun tersenyum senang.

"Bisa kali Kak, gue bagi bolunya," celetuk Riri, yang tidak tahu malu. Dia memang suka menyemil dan makan.

"No, no. Bolu ini cuma buat Terra. Kalau lo mau beli aja di simpang tiga," cetus Selina, tanpa sadar. Membuat mereka semua menahan tawa.

"Jadi Kak Selina belinya di Singapore atau di simpang tiga?" Tanya Riri.

"Ya di Singapore lah. Gila aja kali gue beli di simpang tiga, maksud gue kalau lo mau beli bolu murah mendingan di situ," ujar Selina, menjelaskan. Lalu berjalan menghampiri Thea yang berada di dekat jendela.

"Ra. Lo udah kasih tahu Mathar, kalau lo di rumah sakit?" Tanya Sheril, yang setia berada di samping Terra.

"Belum. Setahu ya dia aja kalau gue sakit," jawabnnya.

"Kalau kaya gitu, yang ada malah dia gak tahu Ra."

"Gak papa Sher. Gue juga gak mau ganggu dia yang lagi belajar buat lombanya," sahutnya, dengan wajah yang tegar.

"Gue tahu Ra. Semenjak Mathar memutuskan untuk lomba olimpiade, lo udah berdua udah jarang komunikasi kan? Apalagi pas kemarin di kantin yang Felica dateng, gue tahu raut wajah lo tuh sedih dan kesel, saat Mathar gak ada waktu buat lo," jelas Sheril, membuat Terra menghela nafas. Ia tahu Sheril memang sahabatnya yang diam-diam mencari tahu masalah apa yang ia hadapi, walaupun mereka berdua belum terlalu lama berteman, namun pedulinya Sheril pada Terra tidak main-main.

"Tumben lo ngomong panjang lebar gini hhahah," jawab Terra, terkekeh melihat wajah Sheril yang serius.

"Lo ngeledek gue, apa gimana Ra?" Tanya Sheril, jengkel.

"Santai Sher. Abisnya lo serius banget, biasanya kan lo selalu jarang ngomong, ya gue kaget aja," jawab Terra, benar adanya ia kaget jika Sheril akan berbicara panjang seperti itu.

"Terserah lo deh," cetus Sheril, pura-pura kesel.

"Cie... Yang kesel." Terra terkekeh kembali.

Kedatangan Anak-anak Wbc ramai oleh candaan mereka di ruangan Terra. Karena keberisikan mereka mengalahkan pasar malam, sesekali perawat memberitahu mereka untuk tidak berisik takut jika pasien lain terganggu. Tetapi tetap saja, mereka berisik, lupa jika sudah di peringatkan oleh perawat.

Setelah puas dengan menjenguk Terra. Anak-anak Wbc pun memutuskan kembali ke sekolah, apalagi Stevani dan temen-temen yang sudah kelas 12 sudah sibuk dengan ujian dan segala macem.

"Kita-kita pulang ya Ra! Cepet sembuh buat lo," pamit Sesil. Dan teman-temannya pun mengucapkan hal itu juga pada Terra.

"Jaga kesehatan! Nanti kita jalan ke atas," ujar Thea. Terra mengangguk tersenyum. Lalu mereka semua keluar untuk pulang, menyisakan Sheril dan Renata.

"Gue juga pulang ya Ra. Nanti gue ke sini lagi," cetus Renata.

"Cepet sembuh panutan, gue gak tega liat panutan gue sakit," celetuk Sheril. Terra mengangguk, tersenyum.

"Yaudah kita pulang ya," pamitnya.

"Pintunya tutup Ren," ujar Terra, Renata mengangguk. Mereka berdua pun berjalan keluar dari ruangan Terra, dan menutup pintunya. Ruanganya  pun kembali sepi, Bi Mumun sedang berada di kantin rumah sakit.

Ia menatap lurus sambil mengembuskan nafas kasarnya. Ia jadi memgingat Mathar-kekasihnya. Apakah dia tidak tahu jika dirinya sedang sakit? Teman-temannya sudah menjenguk, sedangkan Mathar belum. Mungkin saja dia sedang sibuk dengan belajar, makanya lupa. Ia jadi teringat balasan pesan Mathar yang membuatnya sakit.

Terra pun tak ingin mengingat itu. Ia memutuskan untuk tidur kembali, rasanya ia tidak pernah bosan untuk memejamkan mata.

🎶🎶

Bimo yang baru saja masuk ke dalam kelas sambil membawa bingkisan berisikan makanan dan susu kotak pesanan Mathar. Karena dia tidak ada waktu untuk ke kantin. Sekarang saja Mathar masih saja belajar, dengan buku tebal yang sedang ia baca.

"Makan dulu Thar! Jangan kebanyakan belajar. Lo mati entar gak ada yang tahu lagi," ujar Bimo, yang selalu saja berucap pedas. Tetapi Mathar tahu, Bimo itu khawatir dengannya.

"Iya sebentar. Gue selesaiin bacanya dulu," sahut Mathar, masih saja membaca bukunya.

"Terserah lo."

Bimo pun memutuskan untuk duduk di belakang kelas. Dengan bangku yang ia jejerkan untuk tidur. Ia melipatkan kedua tanganya di belakang kepala sambil, memikirkan wajah polos Amaya yang sangat menyebalkan. Sampai ia teringat sesuatu ucapan Maya. Membuat ia bangun dari tidur, dan ia ingin menanyakan sesuatu pada Mathar.

"Mathar! Kita di suruh ke ruang lab sama Bu Ijah," ucap Felica, pada Mathar. Dia yang tengah membaca buku pun langsung saja menutupnya, lalu mengangguk dan mengambil makanan di dalam plastik yang tadi Bimo beli.

Bimo berjalan cepat ke arah Mathar."Thar! Gue mau nanya," ujar Bimo, lalu Mathar menoleh."Nanya ya nanti aja Bim, gue buru-buru," jawabnya, lalu berjalan keluar kelas bersama Felic di sampingnya. Membuat Bimo mengembuskan nafas kasarnya.

"Padahalkan gue mau nanya, dia udah tahu mak lampir sakit atau belom," cetusnya, lalu berjalan kembali ke belakang.

"Kaya ya udah tahu kali dia. Dia kan pacarnya, mungkin aja."

Bimo pun memutuskan untuk tidur saja di waktu istirahatnya ini.

🎶🎶

BADGIRL MY GIRLFRIEND [Completed✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang