Nineteen

6.9K 843 132
                                    

"Kak Fany where are you?" tanya Irene sambil memasuki apartemen Tiffany.

"Di dalam kamar, Hyun."

"Oh oke," ujar Irene langsung menuju kamar Tiffany. Sampai di depan kamar, Irene langsung membuka pintu kamar dan melihat sang pemilik kamar sedang duduk di pinggir kasur sambil mengikat tali sepatunya.

"Baru Kakak mau nyamperin kamu dan lainnya di rumah sakit, Hyun. Sekalian pamit," ujar Tiffany lalu menoleh ke Irene sambil tersenyum dan meminta Irene untuk duduk di sebelahnya.

Irene segera duduk disamping Tiffany dan menatap Tiffany dengan bingung. "Wait, Pamit? Emangnya Kakak mau ke mana?"

Tiffany memegang kedua telapak tangan Irene. "Mau pulang Hyun. Tugas Kakak di sini kan udah selesai, tugas untuk mempertemukan kamu ke keluarga kamu. Lagi pula, kamu nyamperin Kakak di sini karena mau pamit juga kan?"

"Iya, aku mau pamit sama Kakak. Karena hari ini Adik-adik aku udah dapet izin pulang dan pastinya aku akan tinggal sama mereka lagi. Makanya, aku mau pamit sama Kakak. Eh ternyata Kakak mau pamit juga. Apa Kakak gak bisa di sini sedikit lama lagi?"

"Nggak bisa Hyun. Lagian Kakak harus ngapain lagi kalau Kakak masih disini? Mempertemukan kamu dengan Adik-adik kamu udah. Kerja sama dengan perusahaan kamu juga udah. Apalagi yang harus Kakak lakuin coba?"

"Keliling Seoul sama aku belum Kak."

Tiffany menarik pelan hidung Irene, "Keliling-keliling kepalamu! Urusin dulu delapan Adik kamu dan perusahaan kamu! Baru ajak Kakak jalan-jalan."

"Ya gak usah ditarik juga hidung aku," ujar Irene sambil memegang hidungnya. "Kan bisa Kak, aku ajak Kakak jalan-jalan setelah aku kerja atau jalannya bareng sama Adik-adik aku."

Tiffany menggelengkan kepalanya. "Tetep nggak bisa, Hyun. Sekarang itu, kamu harus banyak habisin waktu dengan Adik-adik kamu. Sekaligus gantiin waktu tiga tahun yang hilang. Pasti semuanya terasa berbeda deh, setelah tiga tahun ini. Pelajari lagi sikap-sikap Adik kamu, kebiasaan mereka, dan lain lain. Pasti sedikit-banyak yang berubah."

Irene mengangguk, setuju. "Hmm...iya sih pasti ada yang berubah," ucapnya lalu mengangkat jari kelingking tangan kanannya ke hadapan Tiffany. "Tapi Kakak janji ya akan kembali lagi kesini. Kalau perlu ajak Mom dan Dad. Biar bisa aku kenalin ke Adik-adik aku."

Tiffany mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Irene. "Kakak janji dan kamu juga harus janji untuk kembali menjadi Kakak yang baik untuk Adik-adikmu ya? Ingat selalu rangkul mereka dalam keadaan apapun itu. Jangan biarin mereka berjalan sendirian di gelap-terang kehidupan ini!"

"Iya Kak aku janji," ujar Irene sambil tersenyum lebar.

Tiffany tersenyum sambil mengusap kepala Irene. "Percaya deh, Kakak gak pernah nyesel ketemu kamu. Karena kamu membuat warna baru di hidup Kakak."

"Aku juga terima kasih banget sama Kakak dan kedua orang tua Kakak. Karena telah menemukan aku, merawat aku, dan menjaga aku. Kalau bukan Kakak dan orang tua Kakak, aku mungkin nggak akan pernah bisa kembali lagi ke Adik-adik aku."

"Kakak rasa, ini semua memang udah takdir yang menentukan pertemuan kita. Takdir yang menambah warna baru di kehidupan kita masing-masing. Entah warna kebahagiaan, kesedihan, dan berbagai macam lainnya. Sekarang, waktunya kita menambah warna baru lagi di kehidupan kita. Jangan sia-siakan waktu ya, Hyun? Gunain waktu dengan baik bersama Adik-adik kamu, oke? Karena mereka semua sumber warna terbesar dalam hidup seorang Kim Joohyun."

"Oke Kak siap, akan aku ingat kata-kata Kakak."

Tiffany bergerak memeluk Irene. "Ingat jangan manja banget-banget, karena sekarang waktunya kamu manjain delapan Adik kamu. Lalu kalau mau manja sama Adik-adik kamu, jangan malu. Kakak tau kamu suka malu. Kalau ada masalah cerita sama mereka, pasti akan bantu kamu keluar dari masalah tersebut. Jangan terlihat baik-baik aja kalau sebenarnya kamu lagi nggak baik-baik aja. Sometimes, it's okay not to be okay."

Indestructible Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang