0.29 - Suka Sama 'Batu'

11.9K 1.1K 26
                                    

Davin menghampiri Kara yang sedang memakai sepatu. Pemuda itu duduk di samping Kara.

Melihat sejenak orang-orang yang berlalu-lalang di halaman depan masjid. Kemudian dia melanjutkan pembahasan mereka sebelumnya.

"Gue, Kevin, Ghea, atau orang-orang yang udah tau tentang perasaan lo buat Bang Ega, siap bantu. Tapi lo enggak mau. Kadang gue bingung, lo tuh enggak mau karena pengin berjuang sendiri atau enggak mau karena memang enggak bakal ada perjuangan. Lo mau biarin ini semua berjalan kayak gini-gini doang."

Kara yang sedari tadi menunduk kini mengangkat kepala. Ia melihat Davin yang sudah tidak lagi memakai seragam basket. Setahu Kara tadi Davin memang membawa baju ganti di tasnya.

Gadis itu berkata, "Gue bingung, gue harus berjuang kayak gimana. Dia udah anggap gue adiknya, gue enggak mau ngerusak hubungan itu. Gue juga enggak mau jadi ada apa-apa antara gue sama Anin, atau antara Bang Ega sama Mas Juna."

"Bang Ega anggap lo adiknya, tapi lo bukan adik kandungnya. Semua masih bisa berubah. Anin sama lo udah sahabatan lama, Mas Juna kakak lo. Pastilah mereka ngertiin. Lagian ini masalah perasaan, enggak bisa dipaksain mau orang lain nentang sekeras apapun."

Kara menghela napas lelah.

"Jangan biarin rasa takut di diri lo membesar, Ra."

Gadis itu langsung menoleh.

"Lo takut hubungan lo sama Bang Ega malah rusak. Lo takut Anin jauhin lo. Lo takut orang-orang di sekitar lo enggak bakal nerima. Jangan mau kalah sama rasa takut lo," ucap Davin geram sendiri.

"Lo enggak ngerti, Dav."

Davin melengos.

Kara memandang langit. Bintang malam ini sepi.

"Sekarang maunya gimana?"

"Bantuin …," ujar Kara pelan.

Davin mengembuskan napas membuang segala kekesalan yang ada. Ia menaruh tangan di belakang sebagai penyangga tubuhnya.

"Lo bisa deketin Bang Ega pelan-pelan."

"Udah."

"Enggak perlu terlalu agresif. Bang Ega bakal ilfil kayaknya sama cewek yang terlalu agresif," ujar Davin.

Kara mengangguk-angguk.

"Lo enggak perlu ngelakuin hal yang heboh, yang rempong, yang ngabisin biaya. Itu malah bikin lo malu sendiri."

Gadis itu menopang dagu. Mendengarkan Davin dengan saksama.

"Gue tau lo malu untuk maju duluan karena lo cewek," tebak Davin benar. "Makanya, lakuin hal senatural mungkin. Apalagi dasarnya lo memang udah punya hubungan baik sama Bang Ega, itu bisa jadi modal."

"Hm. Terus?"

"Bang Ega orangnya keras. Hatinya, kepalanya. Jadi lo enggak boleh keras juga. Lo jangan buru-buru, lo jangan maksa. Semua harus pelan-pelan."

"Lo ke Anin juga begitu?" Kara tiba-tiba bertanya.

Pemuda itu menggeleng. "Enggak. Anin sama Bang Ega beda."

Kara menoleh sepenuhnya. "Itu teori lo akurat enggak?"

Davin jadi ingin mengumpat. "Insyaallah," jawabnya malas.

"Soalnya dari dulu lo perjuangin Anin juga enggak dapet-dapet," kata Kara polos.

Pemuda itu menatap datar Kara. Tangannya masih diam, padahal sudah gatal ingin menyentil.

Rasa Tanpa Suara | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang