0.34 - 'Jauhin Kara'

12.8K 1.2K 43
                                    

Ando bertambah umur.

Sore ini mereka berkumpul di halaman belakang rumah pemuda itu. Ada tumpeng di tengah-tengah mereka yang sedang duduk merapat.

Juna muncul dengan agak kesusahan membawa dua kue ulang tahun sekaligus. "Guys, ini kuenya!"

Jino berdiri mengambil alih satu kue di tangan Juna.

"Tante sama Om ke mana, Ndo?" tanya Raya yang baru saja datang bersama Jey di depannya.

"Mami sama Papi pergi dari kemarin ke rumah saudara, mau hajatan," jawab Ando, sedang berusaha menelepon seseorang.

"Lah, lo kok enggak ikut? Saudaranya ada acara juga," sahut Jino. Pemuda itu kini tengah mengatur duduk agar lebih rapi.

"Saudara durhaka," cicit Kevin, sudah tertawa sendiri.

"Males gue lama-lama di sana. Lagian acaranya masih lusa. Palingan besok sore gue nyusul," sahut Ando.

Perayaan kecil seperti ini sudah sering mereka lakukan sejak dulu. Hanya syukuran kecil-kecilan atas bertambahnya umur. Setelah ini, biasanya perayaan lebih besar akan dilakukan bersama keluarga atau teman-teman sekolah si yang berulang tahun.

Dua remaja datang lagi. Seorang gadis yang tengah menggandeng seorang pemuda tinggi.

"Woi, Rivan! Gila, terharu gue, dia mau ke sini," celetuk Ando, langsung berdiri dan melakukan tos dengan Rivan.

Ghea melirik Ando. Ia tahu, ucapan pemuda itu sebenarnya menyindir dia.

"Duduk, duduk!" Kevin menepuk tempat di sebelahnya dengan semangat.

Rivan dan Ghea bergeleng pelan sambil tertawa. Keduanya mendekat pada kevin dan duduk di sana. Kemudian mereka sudah sibuk saling menyapa dan bertanya kabar dengan yang lain.

Davin muncul bersama seekor kucing anggora di lengannya. Mata Davin melebar melihat keberadaan Rivan. Pemuda itu segera loncat ke samping Rivan.

"Rivan, kamu ke sini kok enggak bilang-bilang?" ucap Davin mendrama.

Mereka tak heran melihat Davin seperti itu. Davin memang otaknya kadang suka sengklek.

Rivan melepaskan pegangan Davin pada lengannya. "Diem kamu, ya, Dav. Ada Ghea. Kamu jangan macem-macem, nanti dia tau hubungan kita."

Naya dan Raya menepuk kening. Ternyata Rivan satu spesies dengan Davin. Sedangkan yang lain tertawa dengan geli.

"Jadi kamu lebih milih Ghea daripada aku??" tanya Davin lebay.

Hampir saja Ghea melempar sandal ke wajah Davin sangking geregetannya.

Rivan hendak menyahut ucapan Davin, tapi sudah keburu Kevin berkata. "Istighfar, Dav. Ada Anin nih," kata Kevin, menggerakkan dagu menunjuk Anin.

Anin hanya melirik sekilas.

Ega berceletuk, "Kalau lo begitu Anin makin enggak mau sama lo."

Yang lain segera berseru atas kalimat Ega. Sementara Davin memasang raut nelangsa.

"Keras banget, goblok," gumam Jey, mendorong lengan Ega sembari tertawa.

Davin berdeham. Garis wajahnya sudah berubah lebih serius. Pemuda itu diam sok kalem. Ando dan Manda segera mencibir.

"Karaaaa!" Mendadak Anin berseru ketakutan. Yang lain sudah menoleh kaget padanya.

Mata Anin memejam dengan kepala mendongak. Ketika kucing di pangkuannya pergi, gadis itu segera bernapas lega.

Kara menoleh dengan wajah sok polos, "Apa?"

Anin merengut. "Apa, apa. Lo kenapa naruh kucingnya di gue??" gerutunya kesal.

Rasa Tanpa Suara | ✔Where stories live. Discover now