Dua; balada dua mahasiswa berbeda

8.1K 1.1K 59
                                    


Junio menghempaskan tubuhnya ke kasur. Tasnya disampirkan di pinggir ranjang.

Minggu depan, seluruh ujian akhir semester 5 akan selesai dan dirinya sudah akan bebas dari beban-beban perkuliahan. Seharusnya.

Cowok itu menelentangkan tubuhnya sambil mengerang.

Ya, harusnya dia sudah bebas dari beban-beban perkuliahan jika saja tidak ada kegiatan KKN di semester ini. Di kampusnya, KKN lebih lazim dilaksanakan di akhir semester atau ketika semua perkuliahan sudah selesai karena ada banyak yang kegiatannya di luar kota. Yang singkatnya, mengganggu liburan seantero mahasiswa.

Dia tak pernah suka dengan kegiatan KKN. Selain karena tak pernah mengerti dengan tujuannya, dia juga tak suka harus tinggal satu rumah bersama banyak orang yang tak dikenalnya. Di tempat yang sama-sama bukan menjadi preferensinya untuk menghabiskan liburan, Majalengka.

Dia tak pernah ke Majalengka barang sekali pun, tapi karena lahir dan besar di Jakarta, dia sudah bisa menduga semua kota selain Jakarta atau Bandung akan sama saja seperti desa. Sepi dan tak ada hiburan apa-apa. Persis seperti kekagetannya ketika pertama kali menginjakkan kaki di Jatinangor, tempat kampusnya berada. Siapa yang menduga dari jendela apartemennya saja, dia bisa melihat gunung menjulang dan petak-petak sawah.

Belum-belum, dia sudah kewalahan memikirkan nasib KKNnya kelak.

Junio merogoh ponselnya dari saku, menemukan dua panggilan tak terjawab yang diganggu oleh ketukan di pintu kamarnya sebelum sempat dia cari tahu panggilan dari siapa.

Membuka pintu, dia menemukan Mandala di luar kamar. Mandala menatapnya sambil nyengir dari balik kacamata. Dia juga sudah berganti dengan kaos oblong warna putih polos, celana pendek, dan sandal.

"Baru balik?" tanya Mandala. "Aku nelpon tadi, Jun, kamu nggak ngangkat."

Dia mengenal Junio sejak SMA, dan ketika tahu akan satu kampus, Mandala lah yang paling semangat membantunya untuk adaptasi di sana. Berikut menyarankan untuk Junio menyewa kamar apartemen yang dekat dengannya.

Junio mengangguk, dia masuk kembali ke kamar tanpa suara. Gerakan itu sama saja dengan mempersilakan Mandala masuk dalam kamusnya.

"You seem tired." Mandala berkata. Kamar Junio sudah seperti kamarnya sendiri. Tak terhitung sebanyak apa mereka melewatkan malam berdua saja sambil menonton film atau makan bersama. Bagi Mandala yang anak tunggal, rasanya seperti punya adik sendiri. Walau Junio tak pernah mau dibilang adiknya sama sekali.

Junio menatapnya dan memutar mata. "Mentally, yes."

Mandala terbahak. Jelas sekali, karena Junio hampir-hampir tak pernah punya kegiatan di luar sana kecuali ngampus, ngajar, dan santai. Berbeda dengannya yang ikut seabrek kegiatan.

"Kenapa lagi, sih?"

Junio meraih remote televisi, menyalakannya asal hanya supaya percakapannya dengan Mandala tak terkesan serius-serius amat jika hanya diisi oleh suara mereka. God knows betapa bencinya dia jika Mandala sudah menjelma menjadi orangtuanya secara tiba-tiba.

"You know lah derita anak semester 5, KKN." sahut Junio dengan nada sebal.

Mandala terbahak begitu sadar dengan masalahnya. "Hey, it's not that bad, kok. I promise."

Junio menatapnya sarkastis. "You hope."

"Emang KKNmu tuh apa? Sekarang banyak KKN terintegrasi PPM dosen, kan? Yang cuma sekitaran Jatinangor-Bandung aja cakupannya."

"That. The exact problem." Junio mengacak rambutnya saking frustasi. "Ada banyak yang begitu but guess what? Aku dapet di Majalengka! Satu bulan nginep!"

tanda; mengenal makna - JaemRen  [ ✓ ]Where stories live. Discover now