Sebelum Berdetak

91 8 6
                                    


بسم ألله الر حمن الر حيم

Sebelum Berdetak

Setiap sebuah pertemuan akan menghasilkan memori baru. Hal-hal yang sebelumnya belum pernah terjadi akan menjadi ingatan baru yang akan dikenang. Entah itu otak meresponnya sebagai hal yang layak dikenang atau tidak.

Pertemuan, hari ini ia kembali duduk diantara banyak orang. Entah untuk membicarakan hal apa kali ini. Tidak bisa dihitung ini pertemuan keberapa. Tidak, tepatnya ialah ini sudah menjadi seperti rutinitas. Duduk diantara sofa-sofa berwarna hitam.

Namun ada yang berbeda, entah sejak tadi dirinya merasakan akan ada sesuatu yang akan menghantui pikirinnya. Mengingat berapa orang juga ikut dalam pertemuan ini. Mereka memang belum duduk dalam satu ruang. Hanya ada dua orang dihadapannya.

"Kaifa halukum¹?"

Ia tidak tahan dalam kesunyian jika ada diantara mereka. Biasanya mereka yang mebuatnya berbicara, tapi kali ini berbeda. Sudah ia katakan tadi.

"Alhamdulillah bi khair². Anti³?"

Baru saja dia akan menjawab, namun urung. Karena semua orang yang ada dirumah ini ternyata berdatangan dan duduk disekitarnya. Ia bergeser ke ujung sofa, saat abinya akan duduk. Abinya diapit oleh dirinya dan Uminya sedang disebelahnya satu lagi ada Rais.

"Alhamdulillah, semua sudah lengkap ya. Mari kita mulai saja. Abah...."

Orang yang ia hormati dihadapannya menunjuk abinya, sedangkan abinya menunjuk balik."Silahkan Aba saja, ana serahkan kepada antum." Aba mengangguk, kemudian mengambil nafas, seolah ini adalah perkataan terberat yang akan ia utarakan. Perasaannya semakin tak enak.

"Aba mulai saja ya, bismillahirrahmanirrahiim. Alhamdulillah, kita semua ada disini dalam keaadan sehat wal afiat. Alhamdulillah juga anak-anak kebanggaan kita sudah kembali kepada rumahnya masing-masing. Hakim, Sidqi, Ning Ari, Rais."

Iya. Gadis berniqab hitam itu Ari, mengangguk sekilas, hatinya entah mengapa semakin tak tenang. Perlahan ia menggenggam tangan Rais secara diam-diam agar tidak ada yang menyadari kegelisahannya. Rais balas mengeratkan genggamannya, secara bahasa Rais menyuruhnya agar tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Kita langsung saja, maksud Aba dan Abah mengumpulkan kita semua disini adalah menyampaikan busyro bagi kita semua ..., yang pertama karena Hakim dan ning Ari sudah mendapatkan pekerjaan dan masing-masing akan melanjutkan pendidikan S2nya di Indonesia."

Ucapan selamat memenuhi ruangan itu untuk keduanya, Ari hanya tersenyum tipis dibalik niqabnya. Ruangan kembali hening, memang pengaruh Aba dan Abinya sangat dahsyat. Aura kebijaksanaan keduanya menguar diruangan ini.

"Yang kedua adalah dalam waktu dekat ini akan dilaksanakan Akad antara Hakim dan Ari ..."

Kedua nama yang disebutkan itu membelalakan mata mereka masing-masing. Ari yakin bila ia sedang minum, setidaknya akan tersedak, menyemburkan air yang telah diminumnya atau bahkan keduanya. Tidak salah dengarkan ia apa yang tadi didengarnya dari Aba? Ia menengok ke arah Rais yang sama kagetnya, menggelengkan kepala.

Jadi ini yang sejak tadi mengganggu firasatnya. Ini yang akan terjadi, ia tak mendengar apapun setelahnya. Pikirannya buyar seketika, alisnya dipenuhi kerutan, tidak hanya ia saja. Hakim pula, namun Hikam sejak tadi terus berdiam diri membungkam mulut. Membuat Ari gatal mengeluarkan suaranya pelan.

"Afwan jiddan Ummah, Aba ..., tadi Ari salah dengarkan?"

Ummah menggeleng tersenyum, "tidak nak, itu benar yang kamu dengar." Ari mengerutkan keningmya kembali, menatap semua orang yang ada disini. Kak Fitri dan suaminya, Sidqi, bahkan Rais semuanya terkejut. Hanya kedua pasangan yang tidak terkejut, Abi dan Uminya juga Ummah dan Aba.

Bercanda sekali mereka, Ari tidak suka. Ini mungkin akan menjadi pertemuan yang tak ingin Ari ingat. Akad? Berarti menikah, menikah? Dengan Hakim? Sesorang yang sudah sangat seperti kakak sendiri baginya. Yang benar saja, Ari menggeleng.

"Ummah tidak bercandakan?"

"Untuk apa Ummah bercanda, pernikahan bukan hal yang pantas dibercandakan nak, kamu tahu itu."

Yang bersangkutan, keduanya sama-sama menggelengkan kepala. Tidak percaya sama sekali, Hakim mengurut pelipisnya, sedangkan Ari lebih mengeratkan genggamannya pada Rais.

Kamus :
1. Kaifa Haluk : Apa kabar. (+)kum = kata jamak untuk laki-laki atau perempuan. Jadi, Apa kabar kalian?
2. Bi Khair : Baik.
3. Anti : Kamu (perempuan), anta (laki-laki)
4. Afwan : Maaf.

Setelah sekian hampir 3 tahun, akhirnya memberanikan diri kembali. Sebetulnya, untuk dapat berada dititik ini bukan hal yang mudah, but insya Allah dengan do'a temen-temen sekalian bisa melewati ini semua🤍

Mohon do'a dan dukungan nya temen-temen 🙏
Terimakasih sudah mendukung diri ini💜✨

With Luv - Arrif
Pub 22|01/04|
Re-Pub | 01/04|
|2023|

الحمد الله رب العلمين

Aku RumahmuWhere stories live. Discover now