Detak Kesatu

43 7 3
                                    


بسم ألله الر حمن الر حيم

Asa Terhapus Nyata


Genap dua minggu ia menapaki kembali negaranya, kota kelahirannya, tempat tinggalnya. Ekspektasi memang kadang selalu tak sesuai realita. Dalam bayangannya ia akan beristirahat untuk beberapa waktu setelah disibukan di Negeri Piramida sana.

Namun lusa pun ia sudah beraktivitas kembali sebagai Manajer disalah satu Perusahaan swasta. Lulus dengan nilai sangat memuaskan, bahkan lulusan terbaik yang sering dikenal sebagai Cumlaude pada Fakultas Ekonomi Al-Azhar Mesir. Allah masih memberinya nikmat, maka ia akan mensyukuri itu semua. Mungkin, Perusahaan mana yang akan menyia-nyiakan pelamar pekerjaan dengan latar belakang yang istimewa seperti itu.

Rumah saat ini tengah sepi, hanya ada dirinya dan Rais. Umi dan Abinya tengah berada di Pondok. Lima tahun terakhir, Allah memberi keluarganya nikmat juga titipan berlebih. Sebuah Padepokan Bela Diri berhasil didirikan abinya atas izin Allah. Salah satu hal yang dulu abinya cita-cita kan juga santrinya yang kian hari kian bertambah. Maka dari itu sekarang, rumahnya tidak akan seramai dulu. Karena basecamp nya pun sudah pindah.

Padepokan jaraknya masih tidak terlalu jauh. Antara Padepokan dan Pondok Buya keduanya memiliki jarak yang sama. Kemungkinan Abinya akan pulang agak sore. Ari sedang malas kemana-mana, maka ia lebih memilih menonton film bernuansa religius ataupun aksi. Tadi rencananya memang seperti itu, namun tidak lagi. Ternyata Rais lebih dulu menginvasi Televisi.

Ingat, Rais dan dirinya berselisih tiga tahun. Yang artinya anak itu sudah masuk bangku perkuliahan, namun yang ia tahu hari ini Rais tidak ada mata kuliah. Maka jadilah mereka berdua terdampar seperti ini. Ia duduk disebelah Rais, namun anak itu mendorong kepalanya keatas pahanya. "Lebih enak seperti ini teh."

"Kamu sekarang banyak tingkah, seolah-olah teteh yang berperan sebagai adik disini." Rais tak menjawab, hanya memainkan keningnya namun kedua bola mata terang itu tetap fokus pada Televisi. Film laga, tak apalah setidaknya keduanya banyak memiliki kesamaan sehingga mereka kadang kompak seperti ini.

Ari tidak berselera menonton, ia ingin memejamkan mata namun tak bisa. Ada yang mengganggu pikirannya, apalagi memang selain kejadian empat hari yang lalu. Bagaimana ia bisa lupa, setiap teringat saja selalu menbuatnya pusing. Hingga tanpa sadar ia menggenggam erat tangan Rais.

"Tak usah dipikirkan."

Ari tersadar, ia menghela napas tanpa melepaskan genggamannya. Lihat, sekarang ini seperti menjadi kebiasaan barunya sejak kembali tinggal satu atap dengan adiknya ini. Rais sekarang sudah tumbuh menjadi laki-laki yang beranjak dewasa dengan wajah tegas pewarisan dari Abi jangan lupakan kedinginan Abi ternyata bukan menurun kepadanya saja tapi kepada Rais juga. Rais mewarisi berkulit putih dari Umi. Bukan hanya itu saja, lebih banyak lagi salah satunya kelembutan yang hanya diperlihatkan kepada Umi dan dirinya saja. Sedangkan Karim, menghabiskan semuanya dari Umi, keceriaan, keriangan, semuanya seperti Umi. Karim sangat seperti Umi versi laki-laki.

"Ais, menurutmu siapa yang jahat?"

"Tidak ada,"

"Lalu? Mengapa seperti itu?"

"Mereka ingin selalu yang terbaik untuk semua anak-anak mereka teh."

"Tapi mereka tidak bertanya, apakah ini yang diinginkan teteh atau tidak. Mereka tidak bertanya, bahkan untuk persetujuan pun tidak menanyakan sama sekali Ais."

Ari masih setia menggenggam tangan Rais sambil memperhatikan telapak tangan itu dan memainkannya.

"Logikanya kalian sudah saling mengenal teh, bahkan sejak kecil."

Tolong jangan disebut Ais ... Tolong.

"Teteh dan a Hakim sudah mengenal masing-masing seperti apa, saling menjaga. Jadi mungkin, langsung saja akad."

Ari sedikit menggerutu saat Rais dengan santainya menyebutkan nama itu. Padahal selama empat hari ini ia menghindari nama bahkan pembahasan tentang itu. Tapi memang sudah terlanjur, karena ia yang memulai pembicaraan ini.

"Pernikahan kan harus kedua mempelainya saling menyetujui tanpa ada paksaan Ais."

"Maka bilanglah sendiri kepada Abi teh."

Ari mendecak, kadang ia kesal dengan kedinginan Rais sekarang. Ada yang selalu menjawab sekenanya saat berdiskusi seperti ini. Ari menghela napas. Kenapa Allah membuat skenario ini? Dengan Hakim pula, entahlah kedepannya pun ia tak tahu akan menjadi seperti apa. Hanya saja, setidaknya ia ingin masa tenang untuk satu minggu kedepan.

"Bentar teh," Rais beranjak, padahal ia sudah nyaman dengan posisinya. Tak lama, sebuah kain tiba-tiba menghalangi pandanganya akan film di Televisi. "mau cari kesejukan?" tentu saja Ari akan menerimanya dengan senang hati. Ia segera pergi bersiap, tentu saja.

"Tapi Ais ke Dosen dulu sebentar teh, menyerahkan tugas."

Ari mengangguk, setidaknya pikirannya akan sedikit terhibur. Ada hal yang membuatnya senang saat tiba di Rumah. Yakni satu atap kembali dengan Rais, yang mana dan entah kenapa selalu mengerti apa yang terjadi padanya. Jika orang lihat tidak akan menyangka bahwa mereka ialah kakak-beradik.

Rais jika sedang bersamanya akan memperlakukan ia seperti Uminya. Sangat lembut penuh kasih sayang, namun ketika ia lihat Rais yang tengah berjalan sendiri iapun merasakan keengganan berjalan disampingnya. Rais memiliki aura tersendiri.

Mereka sudah tiba di Kampus, Rais sudah masuk kedalam gedung namun ia memilih menunggu di Mobil. Sisa hari ini ia hanya akan bersama Rais. Sementara asa yang diputus secara nyata, rencana dan harapan yang ia rencakan akan ia indahkan sementara.

*****
Assalamu'alaikum temen-temen✨
Alhamdulilah bisa Update kembali, mohon maaf baru Update lagi🙏😓
Gimana Part nya? Tulis pendapat kalian di Kolom komentar yaa✨ Jangan lupa di like, comment and share🤍

Jazakumullah Khairan kastiran💜

With Luv - Arrif
Pub 22|11/04|
Re-Pub | 07/04|
|2023|

الحمد الله رب العلمين

Aku RumahmuWo Geschichten leben. Entdecke jetzt