14

1.5K 149 0
                                    

Aku lalu kembali ke ruangan Ahmed. Aku menepuk bahu Halwa. Lalu berbisik.

"Kita harus pulang. Sudah waktu ashar. Dan kita belum mandi" bisikku. Dia mengangguk.

"Baiklah, kami pulang dulu kawan-kawan" ujarku. Aku lalu mengambil goody bag pemberian Richie di meja sebelah tempat tidur Ahmed.

"Kalian pulang dengan apa?" Tanya James.

"Oh, Uber" jawab Halwa santai.

"Uber?" Tanya James lagi. Halwa mengangguk.

"Richman, you know what to do right?" Timpal Mason. Richard melihat nya dengan tatapan tajam.

"Ayolah Richman, mengantar mereka saja kau tidak mau?" Tanya Mason.

"Tidak apa-apa, kami bisa pulang dengan Uber" timpalku. Merasa tak enak.

"Tidak, kalian akan pulang dengan Richard. Benarkan?" Tanya Mason.

"Ya" jawab Richard dingin. Dia lalu keluar dari ruangan.

"Ikuti dia" jawab Mason. Aku dan Halwa mengangguk. Kami mengikuti langkah Richard.

Richard adalah orang yang tinggi. Kakinya jenjang. Dia berjalan sangat cepat. Sementara Halwa, mudah baginya untuk menyusul karena dia juga memiliki kaki yang jenjang. Aku sampai sesak napas untuk mengejar langkah cepat Richard.

"Richie! Tunggu aku! Kau cepat sekali" panggilku. Dia lalu menoleh kebelakang.

"Huh, dasar pendek" dia lalu kembali berjalan.

"Kau bilang aku pendek?!" Tanyaku setengah berteriak.

"Ya. Ada masalah?" Tanya nya.

"Aku tidak pendek, bodoh."

"Dan aku tidak bodoh, pendek" jawabnya.

"Oh really? Haruskah kalian bertengkar pada saat sekarang ini? Bersikaplah lebih dewasa!" Tegur Halwa dengan geram. Aku terdiam. Kesal dengan respon Richie yang memanggilku pendek.

Aku melanjutkan perjalanan menuju parkiran rumah sakit. Tak peduli aku tertinggal dari Halwa dan Richie. Aku akhirnya sampai di mobil Richie. Aku lalu duduk dibangku belakang bersama Halwa.

"Antarkan kami ke kampus" ujarku.

"Bukannya kalian hendak pulang?" Tanya Richie.

"Sepeda kami disana" jawabku.

"Kita ambil. Tidak ada dari kalian yang akan pulang mengayuh sore ini." Jawabnya dingin.

"Oh, ok" jawabku

Sesampainya di kampus hujan turun lebat. Aku lalu turun dari mobil.

"Untuk apa kau turun?" Tanya Richard.

"Mengambil sepeda kami" jawabku.

"Dasar bodoh. Kau tidak lihat? Hujannya lebat. Kau sedang sakit. Masuk sebelum kau basah kuyup!"

Aku menatap nya heran.

"Kau tuli? Masuk!" Perintahnya. Aku lalu masuk kembali kedalam mobil. Tapi terlanjur, bajuku sudah basah. Tapi untungnya tidak terlalu basah. Richie lalu turun dan membuka bagasi. Dia kemudian memasukkan kedua sepeda kami, menutup bagasi, lalu masuk ke mobil.

Tiba-tiba, dia memberikanku sebuah jaket tebal.

"Kau basah. Pakai ini"

"Aku tidak apa-apa" jawabku.

"Pakai saja" perintahnya. Aku mengangguk.

Halwa melihat kami dan geleng-geleng kepala.

"Apa?" Tanyaku pada Halwa. Tapi anehnya dia malah menggeleng dan tersenyum. Aku menatapnya heran. Kami lalu melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan diselimuti suasana hening. Kami akhirnya sampai. Richard memasukkan mobilnya ke basement dan berhenti. Dia lalu mengangkat sepeda kami dan memarkirnya disana. Halwa segera berlalu menuju kamar kami. Sementara aku menemani Richard.

"Terimakasih... Richard" ujarku pelan.

"Apa?" Tanya nya.

"Terimakasih... Richard" ujarku lagi.

"Apa? Aku mendengar nama yang asing. Ulangi."

Benarkan. Dia Richard Phineas Payton yang menyebalkan.

"Terimakasih, Richie" ujarku kesal.

"Nah, seperti itu. Sama-sama, Aly. Aku pulang dulu. Dan satu hal lagi, kau tidak boleh memanggil ku Richard." Tegasnya. Aku mengangguk pelan. Aku lalu melepas jaketnya dan menyodorkan nya.

"Pakai itu. Itu milikmu sekarang" jawabnya. Aku menggeleng.

"Itu milikmu sekarang. Aku bisa beli seratus pasang lagi" jawabnya.

Lihatkan, dia menyebalkan.

"Ya sudah, aku pamit dulu" ujarku. Aku lalu berbalik dan pergi menuju tangga.

"Aly" sapa sebuah suara yang kukenal. Aku berbalik kebelakang.

"Get well soon" ujar Richie. Dia lalu tersenyum tulus. Aku membalas senyuman nya. Lalu kembali melanjutkan langkah untuk menaiki tangga, lalu lift untuk menuju lantai apartement ku.
****

"Jaket Richie?" Tanya Halwa. Aku mengangguk.

"Tampaknya usaha kita gagal" ujarku.

"Usaha mu" tegas Halwa. Membuatku nyengir. Aku lalu masuk ke kamar dan menaruh goody bag pemberian Richie diatas tempat tidur. Aku akan mandi dan shalat.
****

Malam ini aku memasak nasi goreng. Menu kesukaan Halwa. Aku snegaja memasaknya agar dia melupakan seluruh kejadian yang terjadi.

"Malam ini mau menonton?" Tanya Halwa setelah ia menghabiskan 2 piring nasi goreng. Aku mengangguk.

"What you got?" Tanyaku.

"The sun is also a star" jawabnya.

"Film bagus. Romansa lagi?" Tanyaku.

"I mean why not?"

Aku tersenyum. Ya. Selama kami tinggal bersama, kami hanya menonton film bergenre romance, sience fiction, comedy, dan action. Selesai makan, kami segera memasak popcorn dan duduk di sofa depan televisi. Memutar cd the sun is also a star.

"Kalau aku boleh tahu, apa isi goody bag yang diberikan Richard tadi?" Tanya Halwa. Aku menatapnya.

"Tunggu, akan ku ambil" jawabku. Aku lalu mengambil goody bag itu diatas tempat tidur ku, lalu kembali ke sofa.

"Ayo buka! Buka! Buka!" Halwa menyemangati.

Aku yang sudah tahu isinya membuka nya. Mata Halwa terbelalak.

Teddy Bear, T-Shirt biru muda, Hoodie hitam, Topi Hitam, sweater krim, dan jersey basket. Halwa lalu membuka satu persatu lipatan bajunya. Jelas di jersey basket itu tertera 'Richard 07'.

"Aku sudah coba mengembalikannya, Halwa. Tapi kau lihat bagaimana perilakunya di rumah sakit tadi. Dia memberiku goody bag ini. Aku sudah menolak. Dan ketika kubuka, goody bag ini berisi barang yang sudah kukembalikan." Ujarku.

"Aku tidak mengerti, Halwa." Tambahku. Halwa menatapku serius.

"Terima saja. Kita tidak tahu, apakah antara Caroline dan Richard terdapat rencana untuk menjahati mu ataupun tidak. Yang perlu kau tahu adalah bahwa aku akan terus berada disampingmu selama kau butuh aku" ujar Halwa. Aku memeluknya erat.
****

Ajari Aku Islam [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang