#3 ANNOUNCEMENT

39 9 0
                                    

Matahari baru menjemput ketika aku sampai di halaman sekolah. Hiruk-pikuk yang berada di jalan raya seolah menduplikat dalam sekolah. Banyak murid terlihat berdiri di depan mading sekolah. Suasana yang jarang sekali ada, kecuali ada pengumuman besar-besaran. Menimbrung ke dalam sungguh bukan ide yang bagus. Bayangkan saja, rambut dan seragam yang telah rapi menjadi berantakan ketika mendesakkan diri diantara kumpulan murid. Aku hanya mengintip sedikit mading sekolah, lalu berjalan ke arah tangga.

Sesampainya di kelas, tidak ada siapapun di dalamnya. Aku tidak terkejut sama sekali karena teman-teman sekelasku dapat disebut sebagai informan. Berita apa saja di sekolah ini pasti mereka ketahui. Mau itu pengumuman, gosip, sampai hoax tak akan lepas dari mereka. Bahkan, sankin keponya, mereka akan mencari tahu penyebab seseorang dikeluarkan dari sekolah, penyelesaian dari perkelahian orang, siapa benar siapa salah—sekolah kami juga memiliki kasus-kasus seperti itu, tapi jarang—seperti gak ada kerjaan aja. Sampai-sampai orang-orang akan kesal akan kekepoan mereka. Namun, lebih banyak orang yang terkagum.

Sebagian besar dari mereka adalah wibu. Ceritanya berawal dari sebuh anime berjudul 'Detective Conan'. Setahun yang lalu, kami mengadakan barbeque di rumah Demi dan juga menginap di rumahnya—bisa dibayangkan betapa besar rumahnya. Jadi saat malam harinya, Xeize—wibu pertama di kelas— menyarankan kepada kami untuk menonton 'Detective Conan'. Harus kuakui, film tersebut memang seru, tapi reaksiku tidak sampai seperti teman-teman sekelasku yang sampai-sampai ingin menjadi detektif.

"Pokoknya gue nanti besar harus jadi detektif!"ucap Robin—si ketua kelas.

"Gue juga!!seru-seru gimana gitu kann!"tambah Rony.

"Harus? Emang lo bisa selidiki kasus-kasus? Bukannya lo bilang mau jadi arsitek ya?"tanya Demi. Rony itu orangnya memang gampang berubah. Dia ingin menjadi arsitek juga gara-gara menonton sebuah film.

"Perusahaan bokap lo cemana, Bin?"

"Gue bakal bujuk-bujuk bokap gue sampe dia setuju! Acting gantung diri juga perlu kalau sampai bokap tidak setuju!"

Ya Tuhan..

Oke, mungkin mereka memang serius waktu mengatakannya saat itu. Aku menaruh tas, kemudian berjalan keluar kelas, melihat ke arah lapangan yang berada di lantai paling dasar. Melihat lapangan itu, aku jadi teringat kejadian dua bulan lalu, dimana sekolah kami mengadakan OSIS CUP yang diikuti oleh beberapa sekolah lain. Saat itu pertandingan bola volley sedang berlangsung. Marcell—si pangeran volley yang terkenal dari sekolah kami mengalami cedera saat hendak menerima bola dari lawan, dikarenakan teman dalam timnya menabraknya. Diketahui, rupanya teman tersebut merupakan sepupu dari salah satu orang di tim lawan dan sudah tidak suka pada Marcell sejak mereka satu tim—ada juga yang bilang kalau mereka bermusuhan dikarenakan cewek, sungguh konyol. Sejak kejadian itu, Marcell tidak hadir ke sekolah sampai saat ini. Kudengar, salah satu lengannya patah. Ah, peristiwa tidak mengenakkan tersebut tiba-tiba terbesit begitu saja di ingatanku.

Disisi lain, sekolah kami dapat dibilang sekolah elit. Fasilitas disini sangat lengkap. Bahkan, ada fasilitas tambahan, seperti ruang ballet, dua buah ruang komputer, ruang karaoke, ruang tennis, ruang badminton, dan juga ruang theater. Sekolah kami terdiri dari empat lantai dan dua gedung. Sekolah kami mempunyai lapangan yang serupa lapangan golf, sebuah taman di belakang sekolah, beserta sebuah aula. Letak aula berada di samping lapangan. Jadi setiap ada kegiatan atau pengumuman, kami akan dihimbau untuk berkumpul di dalam aula. Sekolah kami juga mempunyai dua buah kantin, karena kapasitas murid yang terlampau banyak. Namun, setiap hari Jumat, murid diharapkan membawa bekal sendiri dari rumah, tidak tahu mengapa.

Bagi sebagian orang, datang ke sekolah kami berarti datang untuk cuci mata. Sekolah kami memiliki sebuah mading. Yup, hanya satu, dan diurus oleh pihak OSIS. Semua berita akan ditempelkan di sana. Salah satu kekurangannya adalah tentang peraturan. Peraturan disini hampir, sangat ketat. Bahkan, kami tidak diperbolehkan untuk membawa handphone. Tetapi, tidak membawa handphone juga tidak berdampak besar sebab bucin di sekolah ini juga tidak sedikit. Disamping itu, sekolah sudah menyediakan tablet—khusus pelajaran, untuk searching, seperti yang ada di Upin Ip—

Song's (L)overOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz