#7 STUCK

32 7 0
                                    

Rasanya aneh jika Haykel tiba-tiba berubah serius seperti ini. Karena, Haykel akan serius seperti ini, jika dia menganggap hal itu penting. Terlebih lagi, suaranya yang tegas tadi, membuatku merasa sedikit terkejut. Ini kali kedua aku mendengarnya berbicara dengan nada seperti itu. Kali pertama yaitu saat dia mengatakan pada wali kelas kami-saat itu kelas sebelas, satu tahun yang lalu-bahwa dia bersikeras ingin mengikuti klub voli dan akan mengharumkan nama sekolah. Keadaan saat itu rusuh sekali. Wali kelas kami bingung harus bagaimana, karena klub voli sudah penuh. Namun tidak tahu gara-gara apa, Haykel diterima. Dipikir-pikir, Haykel juga jago bermain voli. Sama seperti dia.

"Ngomong disini aja deh. Sekarang juga, lagi hujan. Kebetulan aku ada jadwal hari ini."

"Yaudah, deh. Padahal gue pengen ketemu lo. Hiks."

"Stop the drama."

"Well, gue minta maaf ya, soal kejadian waktu istirahat tadi. Gue gak nyangka si Trashiq bisa sampe cariin lo. Suer."

"Udah aku maafkan."

"Esehhh.. bener nih?"

Mendengarnya berbicara begitu, kutarik kembali kata-kataku. Sifat aslinya kembali.

"Oh, gak mau dimaafkan?"

"Iya, iya. Jutek banget, sih. Btw, kok berisik banget disana? Lo dimana?"

"Haehh. Aku terjebak.. di tengah hujan."

"Ya ampunn, kok bisa? Mau gue jemput gak?"

"Emang kamu tau dimana?"

"Ya kagak sih. Lo kasih tau donk."

"Eh-"

"Kenape?"

"Mati lampu donk. Huftt.. gini amat ya nasib aku."

"Hahaha.. yang sabar toh, Neng. Oh ya, lo dimana?"

"Ude. Gak usah deh. Aku tadi mau ke rumah Luci. Tapi hujan, pas di tengah jalan. Lagian, rumah kami satu komplek. Aku juga udah numpang teduh kok, ini."

"Oh.gi.tu."

Pip.

Ngeselin banget sih tuh anak. Rasa-rasanya gula darahku bakal naik terus kalau berbicara dengannya. Kubuka chatroomku dengan Luci lagi, namun tidak juga dibalas. Hujan yang turun juga tidak kian mereda. Ditambah, mati lampu dadakan. Mana cuma aku sendiri lagi, yang ada di kedai, udah berasa main film horror. Sekarang, rasanya hawa di belakangku agak dingin, membuatku merinding. Tetapi aku berusaha untuk tidak memedulikannya, berusaha untuk positive thinking, mungkin karena sedang hujan. Aku juga tidak percaya yang namanya 'hantu'. Seakan menentang hal itu atau nasibku hari ini lagi sialnya, aku mendengar suara langkah kaki dari arah belakang. Aku menoleh ke belakang, kukira itu Pak Amang, tetapi tidak ada siapapun. Rasa takut mulai menjalariku. Sumpah, aku masih ingin hidup. Jantungku agak lemah sedari kecil, jadi aku akan mudah terkejut. Langkah kaki itu masih terdengar, kini rasanya aku ingin pergi meninggalkan kedai ini sekarang-tetapi tak kuasa, karena hujan sederas ini, memakai payung juga percuma.

"Ya Tuhan. Ya Tuhan."

Aku pun membalikkan wajah, karena aku sungguh tidak ingin melihat ke arah belakang, lagi. Namun siapa sangka, begitu aku membalikkan wajah, muncul sosok di sampingku.

"Ya Tu-HANNNN!! AAAAAAAAAA!!!"

Kupejamkan mataku rapat-rapat dengan kedua tanganku yang bergetar. Sangkin terkejutnya, aku bahkan tidak mampu menahan seluruh tubuhku yang ikut bergetar.

Song's (L)overWhere stories live. Discover now